Sakura mengalihkan pandangannya ke atas saat dokter memeriksa matanya, Ia sudah ada di rumah sakit sejak 5 jam yang lalu. Tubuhnya masih lemas tapi menurut dokter kondisinya sudah lebih baik.
Sasori menghela napasnya saat Sakura kembali membalikkan tubuhnya dan membelakanginya, adiknya belum mau bicara sejak tadi. Pria itu kemudian mengelus rambut Sakura dari belakang, "Aku ke ruangan dokter dulu ya?" Dan Sakura lagi-lagi tidak menjawab.
Perempuan itu masih diam, bahkan setelah lima menit Sasori keluar dan meninggalkannya sendiri. "Aku benar-benar akan pergi." Gumamnya.
Mata Sakura terpejam meresapi kalimat penenang yang Itachi ucapkan padanya beberapa waktu lalu. Saat ini ia lebih memilih mengingat yang menyenangkan dan menenangkan.
"Sasuke akan baik-baik saja." Sakura kemudian memandang pria itu saat kalimat seringan tadi keluar dari mulut Itachi. Gaara yang sejak tadi berdiri juga sudah siap menghampiri Sakura saat mata sepupunya kembali berkaca-kaca dan siap untuk menangis—lagi. Mereka menunggu Sasuke di depan ruang operasi.
"Aku yang membuatnya begitu."
"Itu kecelakaan." Ucap Itachi lagi. "Kenapa kau bisa setenang itu?" Tanya Sakura, Itachi dengan mudah tersenyum dan menenangkannya, padahal ia tahu bagi Itachi Sasuke sama berharganya seperti Sakura bagi Sasori.
"Ini bukan salahmu, ini pilihannya. Adikku punya caranya sendiri untuk menjaga orang-orang yang dia sayang."
Seketika itu hati Sakura teduh, ada perasaan bahwa dirinya begitu berharga saat Itachi mengucapkan itu.
"Terimakasih."
"Hn, jadi jangan menangis, Sasuke akan merasa percuma menolongmu kalau kau begini."
"Ya."
Ia ingin percaya itu, tapi...
"Nii-san." Sasori menolehkan kepalanya saat Sakura memanggilnya setelah kembali dari ruangan dokter, akhirnya ia mendengar suara itu lagi—meski agak parau.
"Ya?" Tangannya mengelus rambut Sakura, wajah adiknya tampak agak pucat dari biasanya, tubuhnya juga agak hangat.
"Aku mau pulang."
"Tapi—"
"Aku mau istirahat dan tidur di rumah."
oooo
Ada yang aneh, ia merasa kurang saat kembali dari ketidaksadarannya. Sasuke sama sekali tidak menemukan muka cemas Sakura saat dirinya pertama kali membuka mata padahal menurutnya ia pantas mendapatkan itu, yang ada hanya Itachi dengan wajah dingin yang tidak biasa dilihatnya.
Perempuan itu, ah rasanya Sasuke rindu, rindu berdebat dengannya, rindu semuanya tentang Sakura. Rasanya terlalu aneh melewatkan tiga hari tanpa Akasuna Sakura, perempuan itu terlalu biasa berada disekitarnya akhir-akhir ini. Sakura harusnya ada disini menemaninya, cerita ini itu, dan mendebatnya saat dirinya bosan.
Sasuke menghela napasnya lagi, tangan kanannya agak sakit saat digerakkan. Dokter bilang tulang lengannya retak, bukan patah seperti yang ia duga saat jatuh.
Lihat keadaannya sekarang? Apa perempuan itu tidak mau khawatir atau sekedar berterimakasih padanya setelah apa yang Sasuke lakukan malam itu? Kemana sebenarnya Sakura? Ini rasanya menyesakkan, rasanya seperti de javu.
Srek.
Oh, hatinya tiba-tiba jadi teduh. Sakura datang dengan short dress dan cardigan kuning cerahnya. Perempuan itu kemudian duduk di samping ranjangnya.
"Kemana saja?" Sasuke akhirnya mulai bicara.
"Hm?—" Sakura menyentuh tangan kiri Sasuke lalu meremasnya ringan, jantungnya berdetak dua kali lipat saat kulitnya dan kulit Sasuke bersentuhan. Ia rindu dengan pria ini, sangat, saking rindunya ia bahkan tidak sadar kakinya membawanya kesini. "—aku ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
Fiksi PenggemarAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...