Sasori menatap datar pria babak belur dihadapannya. Pria kaukasia yang berhasil ia seret, yang beberapa tulangnya patah karena dirinya. Tubuhnya lebih besar, seperti raksasa, bertampang sangar, dan dua jam lalu siap meremukkan pemuda yang postur tubuhnya lebih kecil dihadapannya.
Gaara memandang punggung dingin Sasori dari belakang. Hancur sudah kharisma dan pembawaan hangat yang biasa Sasori bawa dengan fisik indahnya. Gaara sudah hafal sejak dulu, jika menyangkut keluarga, terutama Sakura, pria bertampang polos itu akan lebih berbahaya dari kanibal.
Tidak ada ekspresi apapun di wajahnya saat ini, hanya datar dan dingin. Rasanya penuh kebencian dan dendam, Gaara tahu ia tidak menyukai atmosfer ini, rasanya ingin urusan ini cepat-cepat selesai, meski rasanya ia juga ingin lihat bagaimana akhir cerita dari pria kaukasia ini."Aku mohon.." Gaara hampir tidak mendengar bisikan itu, hampir seperti helaan napas lelah.
La Rossa Negra.
Sasori masih memandang dingin pria besar yang tersungkur di bawahnya.
"Katakan darimana kau tahu tentang adikku." Nada bicara santai seperti ini membuat Gaara sedikit merinding.
Sasori memosisikan dirinya berjongkok untuk sejajar dengan lawan bicaranya.
"Kau yang membuat adikku jatuh dari gedung ini." Itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan. "Sengaja menggiringnya." Lanjutnya lagi.
Ia menyeret pria ini dua hari lalu, sedang berjudi di pembangunan gedung baru di San Francisco selatan. Tidak sulit untuk mencari orang ingin Sasori cari, ia hanya butuh waktu yang tepat untuk menancapkan cakarnya. Pria ini adalah salah satu yang berpapasan dengannya saat berlari kedalam hutan menuju tempat Sakura hampir terbunuh, yang terlihat di cctv La Rossa Negra saat Sakura dan Sasuke jatuh.
Ia tidak tahu darimana Sakura tahu tempat ini, tidak tahu apa saja yang adiknya sudah ketahui.
Musuhnya benar-benar bermain di wilayahnya. La Rossa Negra. Bukan sekedar nama club random yang dipilih musuhnya untuk menyelakai Sakura. Siapapun orang ini, ia memberitahu Sasori bahwa tidak ada tempat aman bagi Akasuna bahkan tempat tinggal mereka sendiri.
Sasori mendongak, memandang orang-orang yang menaruh kepercayaan kepadanya dengan ekspresi datar yang sama yang ia tunjukkan pada lawan bicaranya sejak tadi.
Gaara kini mengerti kenapa kakak sepupunya bisa punya pergaulan yang begitu luas. Orang-orang ini, orang-orang yang ditolong Sasori—termasuk Pablo—saat terjadi kerusuhan di Meksiko beberapa tahun lalu, ikut dengannya ke San Francisco dan menjadikan tempat ini sebagai rumah mereka. Benar jika orang spanyol punya ikatan kekeluargaan kuat seperti mafia. Kali ini Gaara melihat langsung bagaimana cara kerjanya.
La Rossa Negra bukan hanya sekedar club untuk Akasuna. Sasori menyimpan beberapa pistol dan senapan disini, Kankuro dan Temari juga melakukan hal yang sama. Sepertinya hanya sisa Gaara dan Sakura yang tidak tahu apa-apa disini.
Ini tempat Akasuna.
"Kau mau bicara atau tidak?" Yang Gaara tahu, Sasori akan mengeluarkan desisan yang hampir seperti bisikan namun penuh tekanan saat ia menahan amarahnya mati-matian, dan barusan pria itu melakukannya.
"Brengsek! Bicara kau bedebah!" Teriaknya murka.
Dilemparnya seember air garam kearah wajah pria raksasa itu dan 'BANG' satu peluru bersarang di paha kiri si kaukasia hingga pria itu mengerang tak tertahan, sekujur tubuhnya nyeri bukan main. Pria Jepang ini membuatnya merasa seperti sudah tiba di neraka sejak dua hari yang lalu.
"Aku.. y-yang mem.. buat pagarnya.. j-jatuh.." Pria itu menelan ludahnya sejenak "T-tapi, bukan aku.. y-yang meng-giringn-nya.."
Kali ini wajah datar Sasori berubah menjadi marah. "A-aku bbisa m..mati j-jika tidak m-menurutinya.."

KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
FanfictionAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...