"Aduh, aku kecewa, padahal aku sudah menyambutmu, tapi perhatianmu tidak padaku." Ujar Hidan sedih. Dihirupnya aroma anggur yang begitu kuat, ia melirik Toneri sekilas, "Kau tidak mau menyapa sahabatmu?"
"Hai Sakura, apa kabar?"
"Kau—" Dadanya naik turun dengan napas yang masih belum teratur, ia memandang Toneri penuh emosi, perasaan kecewa membuncah di hatinya saat ini, "—kau sudah mati. Aku melihat kau dikubur. Kau... kau... kenapa?" Sakura kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan rasa kecewa dan penasarannya. Jika dalam keadaan yang berbeda, mungkin melihat Toneri disini sekarang adalah hal yang patut disyukuri, tapi sekarang Sakura merasa cukup terancam. Ia berhadapan dengan Hidan, Toneri, dan satu orang bertubuh besar yang Sakura tebak adalah bodyguard si tuan rumah yang sedang duduk dihadapannya.
"Ya. Aku dihidupkan lagi." Jawab Toneri dengan kalem. "Kau mau?—" ia menuangkan anggur lagi ke dalam gelasnya yang sudah kosong, "—oh tidak, aku rasa kau sedang tidak bisa minum anggur ya?".
Mereka tahu..
Sakura merinding, ia peluk perutnya dengan kedua tangannya. Pikirannya jadi berkelakar kemana-mana, apa yang mereka lakukan padanya saat masih tertidur, obat bius macam apa yang mereka gunakan.
"Oh tenang, kami tidak suka merusak sesuatu yang bahkan belum ada nyawanya." Ucapan Hidan membuat Sakura mual, rasanya ingin muntah saat itu juga. Ruangan yang didominasi oleh cermin ini malah membuat Sakura semakin pusing. Matanya menatap liar ksekeliling ruangan, kaca dimana-mana, orang berpakaian hitam dimana-mana, semuanya laki-laki, ia merasa ngeri.
Sasuke, ia butuh Sasuke.
Sempat terlintas bayangan Sasuke dipikirannya saat ini, pria itu sedang ada di ruangan yang sama dengannya, sedang bersiap-siap untuk melumpuhkan mereka semua demi dirinya.
"Lepaskan dia, biar dia bisa bernapas bebas." Dua orang yang menahan tubuhnya lalu melepaskannya begitu saja, tanpa aba-aba apapun Sakura jatuh terduduk. Ia tidak bisa menahan tubuhnya sendiri. Toneri melihatnya dari jauh, agak khawatir karena posisinya jauh dari Sakura. Dilihatnya perempuan itu gemetar, entah karena kedinginan atau ketakutan, atau malah keduanya.
"Sepertinya kita harus langsung pada intinya sebelum dia pingsan lagi." Ucap Toneri.
"Ya, kau benar. Padahal aku masih mau senang-senang." Hidan menjawab dengan sebal. Dilihatnya Sakura yang mulai tidak fokus, mata perempuan itu masih menatap seluruh ruangan dengan liar.
Hidan memberi kode agar Toneri maju menangani Sakura.
"Kenapa? Kenapa..." racau Sakura panik saat tubuhnya sudah disangga lagi oleh Toneri untuk dipaksa berdiri perlahan-lahan. "Ssh, tenang, ini tidak akan lama." Sahutnya pelan, ia mengeluarkan pistol dari saku celananya, mengacungkannya ke leher Sakura.
"Let's get start it." Bisiknya lagi.
"Kau tahu, aku sebenarnya tidak tertarik padamu, aku hanya ingin kau beritahu aku dimana Sakura Emas kau sembunyikan?" Suara lantang Hidan membuat jantung Sakura berdetak dua kali lebih cepat.
Kali ini Sakura tidak bisa menahan rasa takutnya, ia menangis. "Aku tidak tahu." Jawabnya singkat.
"Jangan bohong. Kau yang menukarnya dengan yang palsu sebelum kecelakaan..." suasana tiba-tiba hening, Hidan tertawa seperti orang kesetanan lalu kembali bicara, "... Sasori, pasti Sasori yang menukarnya kan? Mana Kakakmu yang sok jago itu hah?" Sakura tidak tahu apa yang harus ia katakan, ia biarkan saja Hidan meracau sepuasnya. Diliriknya sekilas Toneri yang memperhatikan Hidan dengan seksama, kalau Sakura tak salah lihat pria itu mengangguk kecil tadi.
"SASORI! LIHAT ADIKMU! ADIKMU ADA DI TANGANKU SEKARANG!" Teriak Hidan lagi penuh benci.
Sakura kembali melihat sekitar. Ternyata ada yang merekamnya saat ini. Untuk apa? Untuk dikirim ke kediaman Akasuna setelah dirinya terbunuh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
FanfictionAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...