Sasuke memandangnya serius, kali ini Sakura bertindak keterlaluan.
"Itu sekolah yang luar biasa."
"Aku tahu apa itu Juilliard. New York, Sakura. Kenapa kau tidak memberitahuku?"
"Aku mencobanya. Tapi aku pikir untuk apa memberitahu sebelum jadi kenyataan." Sakura kemudian terdiam, mungkin kali ini dia salah besar. Sasuke tampak tak senang mendengar ini.
Sasuke berdiri di depannya dengan wajah tak mengerti. Sebenarnya pemuda ini tahu betul yang ia sampaikan, mungkin hanya ingin tak mau tahu. Sakura tidak penah memberi kabar padanya sebelum bepergian jadi Sasuke terbiasa karenanya, tapi saat gadis itu bilang akan tinggal, wajahnya langsung berubah. Sasuke tahu perbedaan bepergian dan tinggal, dan sekarang pemuda itu sedang menunggu penjelasan.
Sakura menendang-nendang ringan angin dengan kaki kanannya sambil menunduk, tangannya bertautan ke belakang.
"Aku mau memberimu ruang." Sasuke menekuk alisnya tak mengerti, ruang untuk apa maksudnya? "Aku terlalu mendominasi, aku sadar itu." Sakura menggigit bagian dalam mulutnya, belum pernah ia segugup ini di depan Sasuke. Ini mungkin pertama kalinya.
Sasuke tersenyum sinis di depannya, "Kau pikir sekarang tidak?"
"Ya, aku tahu."
"Aku selalu bingung dengan isi kepalamu, apalagi yang kau cari?"
Sakura menatapnya dengan pandangan lurus dan teguh, "Banyak. Apapun yang tak kutemukan disini, akan kucari di tempat lain."
"Lalu kau tinggalkan lagi."
"Aku tidak begitu."
"Kenyataannya begitu." Sasuke melipat kedua tangannya di depan dada. Sakura menghela napasnya, Sasuke benar. Ia mudah bosan, plin-plan, di kepalanya banyak masalah dan matanya selalu tidak bisa diam.
"Kalau aku bilang aku hanya ingin istirahat dan sendirian, bagaimana?" Nah akhirnya.
"Apa maksudmu?"
"Sasuke, aku lelah. Aku ingin singgah di suatu tempat dan istirahat disana. Aku punya kesempatan untuk melakukan apa yang aku inginkan disana, yang tidak bisa dilakukan disini."
"Kau tidak mau, bukan tidak bisa." Nada bicara Sasuke naik satu oktaf. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sasuke tidak pernah membentaknya, pemuda itu lebih banyak diam saat marah, lalu Sakura minta maaf, dan hubungan mereka kembali baik. Sasuke tidak pernah berteriak di depannya, ini mungkin bentuk rasa kecewa pemuda itu padanya.
"Aku punya tiket untuk melanjutkannya kesana Sasuke, kau sering menungguku latihan. Harusnya kau tahu aku bukan hanya sekedar ingin menari di sanggar."
"Balet cuma alasanmu Sakura, jangan berputar-putar!"
"..."
"Kenapa baru sekarang?" Nada bicara Sasuke dibuat selemas mungkin. Berteriak sama sekali bukan gayanya, yang tadi itu kelepasan.
"Aku sudah katakan padamu tadi—" Sakura kemudian diam, kepalanya menunduk dan matanya tidak bisa diam untuk mencari alasan.
"Maaf, aku rasa aku telat memberitahumu. Mengertilah aku tidak akan pernah menolak kesempatan ini." Sasuke mendecih tak suka, lagi-lagi menggunakan alasan yang sama. Sakura hanya ingin lari dari sesuatu yang Sasuke tidak tahu. "Ini yang namanya kejutan? Kejutan untukku atau untukmu?"
"Sasuke—"
"Kalau mau pergi kenapa tidak langsung pergi?" Lawan bicaranya mengernyit tak suka. Ia kira ini akan jadi kabar yang bagus, tapi prediksinya salah 100%. Memang bukan ini satu-satunya alasan Sakura, tapi dirinya juga tidak bohong tentang sekolahnya "Ku kira kau selalu mendukung ku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
FanfictionAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...