Kemarahan Sasuke sudah sampai di ubun-ubun. Ia menatap jalanan kosong di depannya, merasa gagal karena kehilangan jejak Sakura begitu saja. Pria itu memejamkan mata dan membenturkan kepala di atas stir beberapa kali sambil berpikir bahwa Sakura akan baik-baik saja.
Ya, Sakura akan baik-baik saja. Mereka tidak akan berani menyakitinya, kalungnya ada pada ku.
'Hidup atau mati, yang aku butuhkan kalungnya.'
Ia tiba-tiba bangkit ketika suara itu terngiang di telinganya. Rasa takutnya kembali muncul, ia rasa ia benar-benar akan trauma setelah ini.
"Sialan." Desisnya. Matanya memandang liar kesana kemari sambil berpikir apa yang harus dilakukannya, kemana ia harus mencari Sakura. Kali ini Sasuke memasuki level pencarian Sakura yang lebih sulit dari sebelumnya. Ia sudah menghubungi Sasori, sudah memberi tahu apa yang terjadi.
Akan ada beberapa orang yang menyusulnya kesini, tapi Sasuke merasa mereka akan terlalu lama. Ia takut akan terlambat, ia takut akan menemukan Sakura dalam keadaan yang tidak ia inginkan lagi.
"Tidak Sasuke tidak, jangan dibayangkan." Tenang, tenang, ucapnya berulang-ulang dalam hati.
Ia tiba-tiba teringat sesuatu.
Ia ingat pria kaukasia besar yang dibawa Sasori untuk disiksa. Maka Sasuke langsung tancap gas menuju gudang tempat pria itu disekap.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di tempat itu, jaraknya masih dekat antara La Rosa Negra dan jalanan tempat Sasuke berhenti. Sasuke mengerutkan alis ketika melihat mobil putih di depan ruang tertutup itu. Ini pasti bukan orang suruhan Sasori.
Pria itu keluar dari mobil dengan langkah hati-hati, sesekali matanya melihat keadaan sekeliling, waspada kalau saja ada yang tiba-tiba mengepungnya, tapi keadaan saat itu sangat hening. Tangan kanannya sudah siap memegang pistol.
Kriet.
Sesosok perempuan berambut pirang dengan pakaian minim dan wajah lebam keluar dari sana.
"Aku bisa membantumu." Ucapnya tersengal-sengal.
Sasuke menatap aneh perempuan itu dengan alis yang semakin berkerut.
"Shion."
oooo
Keluar masuk club malam atau tempat perjudian sudah biasa dilakukan Gaara sejak ia berumur 17. Sampai saat ini belum ada yang bisa menghentikan tingkah 'semaunya' Gaara. Akasuna Arishu pernah memberikan hukuman serupa seperti yang ia berikan pada Sakura beberapa bulan lalu, tapi masih tidak mempan. Jika Sakura tidak berani menghubungi teman-temannya untuk mendapatkan bantuan, lain hal dengan Gaara. Ia akan dengan mudah mendapatkan bantuan dari 'teman wanitanya'. Maka Jugo tidak heran mereka bisa masuk ke dalam tempat perjudian pinggiran kota yang tidak bisa dibilang elite dengan mudahnya. Gaara pasti pernah kesitu.
"Aku pernah kesini. Itu penjaganya aku lupa namanya tapi dia ingat namaku." Ujarnya santai. Benarkan.
Jugo memperhatikan pria berambut merah yang berjalan santai di depannya. Ia sama seperti Itachi, memperlakukan Gaara dengan waspada karena lelaki itu sebenarnya belum menunjukkan betul-betul sikap aslinya. Mungkin akan lebih berbahaya dari Sasori, pikir Jugo. Tapi mengingat pria ini panik dan ketakutan saat melihat sepupunya menganiaya lawan yang terlihat tidak sepadan dengan Sasori, Jugo mengurungkan pemikirannya.
Gaara berhenti dan berbalik menatap Jugo. "Kita disini untuk senang-senang. Jadi jangan bertingkah kaku seperti polisi patroli." Ujarnya. Kalimat itu begitu santai, begitu tidak serius, tapi tatapan itu begitu menusuk. Ia biasa melihat tatapan serupa dari Sasuke, tapi ini bukan orang yang biasa dingin seperti Sasuke.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
FanfictionAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...