Ino tidak tahu sejak kapan Shion menjadi 'orang-orang tertentu' yang bisa keluar masuk pesta yang kategorinya private party, matanya memandang penuh selidik ke arah perempuan yang berdiri membelakanginya, sepertinya belum sadar Ino sedang menyesap anggur di belakangnya.
Mata biru Ino lalu ikut tertuju ke arah pandang Shion, oh jadi itu yang membuat perempuan ini mengepalkan tangannya begitu kuat. Akasuna Sakura, yang selalu jadi pusat perhatian orang-orang —termasuk Uchiha Sasuke yang perhatiannya ikut tercuri—datang.
"Aku cukup terkejut bertemu denganmu lagi."
Tubuh Shion tiba-tiba kaku mendengar suara itu, Ino lagi.
"Kau menyusup darimana sampai bisa masuk kesini?" Ia tahu kalimat tadi bukan pertanyaan, melainkan sindiran seperti biasa. Perempuan yang malam ini memakai gaun berwarna biru langit itu tidak pernah tidak menyindir dan merendahkannya.
"..."
"Kenapa kau seperti terlihat takut saat berhadapan denganku?"
"Aku tidak takut denganmu."
"Benarkah?—" Ino melipat tangannya di depan dada, "—oh ya, kau yang berani merusak hubungan orang lain, mana takut denganku."
"..."
"Iya, kan?"
"Berhenti merecoki urusanku." Senyum miring Ino langsung muncul saat mendengar desisan Shion.
"Heh? Kau bicara padaku atau pada dirimu sendiri?—" Ujung jari telunjuknya ia gunakan untuk mendorong Shion ke belakang, "—kau yang harusnya berhenti merecoki urusan orang lain, bukan siapa-siapa tapi merusak segalanya. Harusnya kau tahu diri."
Ino hanya menampilkan wajah datar saat tangan Shion menepis tangannya, ini adalah ekspresi terpojok dari lawannya dan ia merasa puas sudah melakukannya. Wajah merah Shion seperti sudah siap meledak.
"Kau tidak tahu apa-apa, diam saja."
"Kau yang tidak tahu apa-apa. Hati-hatilah, apa yang kau lakukan justru akan jadi boomerang, dasar amatir." Ino suka ini, ia benar-benar menikmati ekspresi kesal Shion kali ini, mau dipoles bagaimana pun sifat aslinya tidak bisa ditutupi, apalagi Sakura—yang melihat perdebatan mereka— tidak menghampiri seperti biasa. Si bungsu Akasuna ini hanya sekedar lewat untuk mencomot satu makanan yang ada di meja belakang mereka dengan wajah polos seolah tidak melihat apa-apa.
"Sakura."
Merasa terpanggil, perempuan itu membalikkan tubuhnya, "Kau memanggilku?" Nada bicaranya dibuat sehalus mungkin, wajah Shion seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi ditahan. Senyum Sakura seperti ejekan bagi Shion kali ini apalagi saat dia berkata..
"Ku kira aku tidak ada urusan denganmu." Wajah Shion makin merah menahan malu, ia dipermalukan di depan lawannya. Tangannya segera menarik Sakura menuju toilet wanita.
"Kau marah padaku karena pengakuanku?"
"..."
"Apa salahku jika semuanya karena perasaan kami berdua?"
"..."
"Dewasalah Sakura, tak semuanya yang kau inginkan bisa kau dapatkan."
Sakura mengernyit tak suka, ia merasa tidak melakukan apa-apa, lalu kenapa sekarang Shion bicara seenaknya?
"Kau marah karena aku tidak membelamu?"
"..."
"Dewasalah Shion, itu urusanmu dengannya. Tak semua urusanmu harus diselesaikan orang lain." Dengan mudahnya kata-kata Shion dibalikkan olehnya. "Masih punya muka untuk mencari perlindunganku?" Sakura akan membuat Shion berpikir dua kali untuk adu mulut dengannya. Sakura merasa benar bicara begitu, selama ini siapa yang selalu ada diurutan depan untuk membelanya? Ia tidak pernah ingat Hinata pernah melakukan itu, Hinata bahkan merasa seperti menulis buku diary di sosial media jika menceritakan urusan pribadinya saat ada Shion. Kalian tahu kan maksudnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
FanfictionAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...