27. Menginap

2.4K 114 0
                                    

Derlan mengeraskan rahangnya kala ia menatap dua insan yang bercumbu di depan matanya, di rumahnya.

Reno beruntung karena ia tidak melihat kejadian ini. Mungkin Reno bisa saja kalap menghajar Devan. Satu tahun yang lalu Reno memilih kost karena tidak kuat dengan situasi di rumah itu.

Derlan menendang guci di dekat sofa yang mengakibatkan guci itu pecah dan dua insan yang bercumbu itu menatapnya. Devan menatap nyalang putranya, sedangkan wanita itu menunduk.

Teriak Derlan menunjuk pintu utama "KELUAR DARI RUMAH MAMA!"

Bi inem dan Dona hanya diam ujung tangga melihat Derlan yang seperti itu.

Devan mengambil jasnya yang terjatuh, ia bangkit berdiri menggandeng wanita itu keluar, tepat saat Devan si hadapan Derlan, Derlan mengucapkan sesuatu pada Devan.

"Jangan balik lagi kalo anda tidak ingin tangan saya melayang di wajah anda,"

Setelah Devan dan sekretarisnya itu keluar dari rumahnya, Derlan menaiki tangga menuju kamarnya. Namun ia di hadang oleh Dona, "Derlan, kamu jangan terlalu kasar sama papa kamu"

Derlan menoleh tertawa miris "Papa? Mama liat sendiri kan kelakuan papa tadi? Papa berani bawa jalang itu kerumah, ma! Mama juga liat kan apa yang mereka lakuin di depan mama? Bajingan kaya dia gak pantes di panggil papa,"

Plak

Wajah Derlan tedorong kesamping kiri dengan rasa panas dan nyeri di pipi kanannya.

Dona terduduk lemas selepas menampar putranya itu, ia meneteskan air matanya "Mama tau Lan, mama liat, tapi bagaimana pun juga dia papa kamu, ayah kandung kamu nak"

Derlan membantu Dona untuk berdiri "Dengerin Derlan, ma"

Dona menggeleng seraya air matanya terus menetes.

"Dengerin Derlan ma, Derlan gak mau mama di sakitin terus sama dia. Sebenernya apa sih yang bikin mama tetep pertahanin pernikahan kalian? Derlan udah gede ma, Derlan bisa jaga diri, Derlan bisa ngerti"

Dona menangis tersedu-sedu "Mama cinta papa kamu Lan,"

Derlan meninju tembok di sampingnya hingga tangannya mengeluarkan sedikit darah.

Final Derlan "Terserah, itu hak mama. Tapi kalo suatu saat nanti mama berniat mau ceraikan papa, mama gak usah tanya aku, aku pasti dukung seratus persen"

****

Suasana hatinya kacau, ia butuh seseorang yang bisa menghangatkan suasana hatinya.
Yaitu, Difa.

Ia melajukan motor ninjanya menuju rumah Difa, tak peduli hari sudah malam.

Difa sedang menenteng kresek berisi sampah, berniat akan membuangnya di tong sampah depan rumahnya.

Ia menoleh ke kanan, silau lampu motor. Ia mengenal suara deru motor itu.
Tidak salah lagi, itu Derlan.

Derlan memberhentikan motornya di depan Difa, ia membuka helmnya, merapikan rambutnya sejenak.
Tangan Difa terjulur ke jaket yang di kenakan Derlan.

"Udah malem gini, ngapain?"

Derlan menoleh ke kiri dimana tangan Difa mengelap-elapkan tangannya di jaketnya.
Ia mendengus pelan. Untung sayang.

"Nginep di sini boleh?"

Derlan mendapatkan cubitan yang cukup keras di lengannya.

"Shhh apa yang salah sayang?"

"Ya kamu lah, maen nginep aja. Kalo tetangga tau gimana?"

Derlan mendengus kasar "Aku males di rumah,"

Difa diam sejenak, sejak dulu ia penasaran bagaimana keluarga Derlan.

"Masuk dulu, minta ijin sama papa kalo kamu mau nginep"

Derlan mengangguk dan mengekori langkah Difa.

Ketika masuk di ruang keluarga, Tante Diana, Om Wisnu dan Bang Dafa duduk di sofa menatap Difa dan Derlan. Derlan meneguk salivianya.

Difa mempersilahkan Derlan duduk berhadap-hadapan dengan Wisnu.
Difa duduk di samping Derlan, menyikut lengan cowok itu "Ijin gih,"

Derlan berdeham "Begini om, tante, bang. Aku mau ijin semalem aja nginep di rumah ini. Boleh om, tan, bang?"

Difa dengan cepat menambahi "Anu pa, nanti deh aku ceriatin gimana kronologinya. Ijinin dulu ya? Derlan tidur di kamar bang Dafa kok"

Dafa tergelak "Enak aja lo, tidur di kamar lo lah"

Sedetik setelah mengatakan itu Dafa mendapati tatapan tajam oleh Wisnu dan Diana.

Wisnu meneguk kopi dan berucap "Baiklah, hanya malam ini"

Tambah Diana "Kalo udah sah, tiap hari juga gak papa nak Derfan"

Geram Difa "MAMAAAAAA"

****

Derlan terduduk di ayunan taman belakang, lalu Difa menghampiri dengan membawa dua gelas susu.

Ia menyodorkan satu gelas susu untuk Derlan, ia mendudukan dirinya di samping Derlan.

Derlan memulai percakapan, "Papa aku selingkuh"

Difa menoleh, memegang bahu Derlan. "Cerita aja gak papa Lan,"

Derlan menatap kosong rumput di depannya "Papa selingkuh sama sekretarisnya, mama tau itu. Dia jarang pulang, dia lebih milih tidur di kantor daripada di rumah. Dia lebih betah di kantor daripada di rumah. Sampe sampe bang Reno keluar dari rumah. Yang bikin aku gak abis pikir, mama masih pertahanin pernikahan bodoh itu dengan alesan cinta"

Derlan tertawa miris "Cinta bener bener bikin manusia buta,"

Difa menggenggam tangan Derlan "Terkadang, manusia itu memilih di sakiti supaya bisa melihat orang yang di cintainya itu bahagia. Dan mama kamu lagi ngelakuin itu,"

"Aku benci perselingkuhan Dif, orang ketiga cuman ngancurin rumah tangga yang di jalani berpuluh puluh tahun dan seketika hancur ketika orang ketiga itu datang,"

Difa terdiam kala Derlan mengucapkan "Aku benci perselingkuhan Dif"
Sekarang ini ia belum memutuskan hubungannya dengan Daniel, tetapi ia sudah meyakinkan dirinya sendiri, bahwa ia pasti dan akan memustuskan Daniel. Secepatnya.

Derlan beralih menatap Difa mengelus rambut cewek itu "Tidur gih, udah malem"

Difa mengangguk seraya bangkit berdiri.

Derlan mencium keningnya sebentar "Sleepwell babe"

****

Tiga atau empat part lagi bakal end nih 😊

sengaja update cepet-cepet karena gak sabar pengin publish cerita yang baru, hehe.

See you next part 💞

Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang