30. End

5.4K 164 5
                                    

Biarkan dia mencari ceritanya sendiri. Percayalah, selalu ada cerita baru setelah kenangan.

****

Diana berusaha menenangkan putrinya yang sedari tadi menangis.
Ia merasa bersalah karena ini karena perkataannya di hari itu kala Angel dan teman-temannya menanyakan tentang Daniel.

"Sayang, udah ya jangan nangis. Semua kejadian pasti ada hikmahnya. Mama minta maaf karena ucapan mama waktu itu ternyata di manfaatkan-"

Difa memotong dengan sesenggukan "In-ini ud-udah salah aku ma, dari awal aku udah salah"

Lanjutnya "Aku gak mau gini ma, Derlan berubah drastis, aku kayak nggak ngenalin dia sekarang"

Diana memeluk putrinya dan mengusap-ngusap punggung putrinya "Mama yakin, kamu bisa lewati ini sayang"

Dering ponsel Difa mengintrupsi.

Derlan is calling.....

Apakah ini sebuah mimpi?
Derlan menghubunginya.

Dengan cepat ia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

"Hallo Lan? Maafin aku maafin aku please-"

"Siap siap, aku jemput 10 menit lagi"

Tut tut tut

Meskipun Derlan memutuskan sambungan telepon secara sepihak, itu tidak membuat Difa semakin patah hati. Justru ia senang mengetahui Derlan ingin bertemu dengannya lagi.
Apakah dengan Derkan mengajaknya bertemu itu adalah ingin memaafkan Difa?
Difa berjanji dengan dirinya sendiri bahwa ia harus meyakinkan Derlan untuk percaya padanya lagi.

Ia memeluk Diana erat, menyalurkan rasa bahagianya. Ia baru menyadari bahwa Derlan sangat berpengaruh di hidupnya.

"Derlan mau ketemu aku, ma"

Diana tersenyum "Yaudah kamu ganti baju, yang rapi. Jelasin baik baik ya"

Difa mengangguk.

Ia dengan cepat mengganti bajunya dengan kaos berwarna putih dan hitam dan celana berwarna hitam tak lupa tas selempang kecil.

Ia menyisir rambutnya, memoles tipis wajahnya dengan bedak, dan tak lupa pelembab bibir.

Deru motor Derlan terdengar, yang tandanya Derlan sudah di depan.
Ia tak bisa menyembunyikan senyumannya.

Ia menuruni tangga menghampiri Derlan, senyum tak lepas dari wajahnya.

Derlan tersenyum tipis melihat Difa sebahagia ini. Namun mata sembabnya masih terlihat, ah Derlan merasa jahat membuat gadis ini menangis. Ia tidak bisa membohongi hatinya. Meskipun Difa telah membohonginya, membuatnya kecewa, mengahancurkan kepercayaannya, ia masih saja menyayangi gadis ini.

"Aku sama Difa pamit keluar dulu, tan"

Diana mengangguk.

Derlan menggamit tangan mungil Difa. Ia menyelipkan tangan Difa di sela-sela jarinya.

Sungguh ini tidak terbayangkan oleh Difa melihat Derlan yang bersikap manis kembali.

Lama motor Derlan melaju, Derlan memberhentikan motornya.

"Pantai? Kita di pantai?"

Derlan mengangguk tersenyum manis.

Ia merangkul bahu Difa mencium kening gadis itu "Yuk,"

Difa merasa ia masih punya harapan.

Suara ombak, kicauan burung, angin sepoi-sepoi sungguh menambah indah pemandangan pantai ini.

Regret [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang