Pandangan Sehun menerawang ke kaca bening yang memperlihatkan jalanan besar kota Seoul. Senyum kecil mengembang di bibir Sehun, ia menyesap wine nya sejenak, lalu duduk santai di kursi kebesarannya.
Panantian Sehun satu setengah tahun kini berakhir sia-sia, ia menatap map coklat yang diberi sekretarisnya tadi. Disana ada selembar surat yang paling ia takuti.
Surat gugatan cerai.
Apakah ada takdir yang lebih kejam dari yang Sehun rasakan saat ini?Satu tahun adalah waktu yang ia habiskan untuk terpuruk untuk mencari keberadaan perempuan itu. Tanpa kenal lelah Sehun mengecek semua CCTV di sudut kota, tapi hasilnya tetap sama. Nihil.
5 bulan ini Sehun berhasil bangkit dari keterpurukan. Ia mencoba menerima nasibnya, untuk iklas melupakan kenangan masa lalu. Semuanya berjalan lancar, Sehun bisa tertawa, ia bekerja dengan baik, dan makan dengan teratur. Awalnya ia merasakan sakit dan kosong, tapi lama kelamaan ia sudah tidak apa-apa, sungguh.
Umur Sehun sudah tidak muda, pola pikirnya mencoba untuk realistis menerima kenyataan, jika Hye Jin lebih memilih meninggalkannya. Tapi kenayataannya kenapa hatinya masih tidak bisa di ajak kompromi?
Hatinya terasa tercabik-cabik melihat surat cerai itu.
Sehun mencoba untuk merelakan, melepaskan, dan iklas. Tapi kenapa rasanya masih sulit?
Apalagi, saat mendengar kabar dari anak buahnya yang mengatakan Hye Jin akan pulang ke Seoul dan dua hari lagi akan dilantik menjadi Ceo resmi Royal Group.
Saat mendengar kabar itu, Sehun senang bukan main, tapi kabar selanjutnya yang ia dengar bagai beban seberat 1000 ton yang menghantam tepat di jantungnya. Ia hancur.
Hye Jin pulang ke Seoul dengan membawa pria baru, dan kabarnya mereka akan melangsungkan pertunangan dalam waktu dekat ini.
Sehun tersenyum miris meratapi nasibnya, ia sudah tidak mempunyai harapan.
"Sehun, ayo! Sudah saatnya," ucapan Jisung mengintrupsi lamunan Sehun.
"Sebentar Dad," jawab Sehun serak. Ia melatakkan surat cerai itu dalam laci meja kerjanya.
Jangan harap Sehun mau menandatangani surat itu, sebelum mendengar penjelasan Hye Jin. Jika dia memang pria yang pantas untuk ditinggalkan, maka Sehun akan menyerah dan melepaskan Hye Jin. Tapi jika penjelasan Hye Jin tidak masuk akal, jangan harap gadis itu bisa meninggalkannya lagi. Apalagi meninggalkannya untuk bahagia dengan laki-laki lain, sedangkan ia masih disini dengan rasa yang sama.
Ayolah, Sehun tidak sebaik itu membiarkan wanitanya bahagia sedangkan ia masih terkekang dengan bayangan Hye Jin.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jisung.
Sehun tersenyum tipis, "Aku baik," ucapnya.
Jisung mengangguk, lalu mereka berjalan dalam diam.
...
Disinilah, Sehun berada. Di sebuah pemakaman tua yang yang terlihat sepi dan sunyi.
Semilir angin terasa menggelitik tubuh Sehun, semakin membuat perasaannya kian menyesak. Banyangannya berputar ke 12 tahun silam, dimana perempuan ini satu-satunya perempuan yang ia sayangi.
Perempuan yang membuat banyak luka dihatinya, setelah itu ia pergi begitu saja.
"Hai," sapa Sehun ceria.
Ia membelai nisan itu, air matanya tak dapat dibendung lagi. Meskipun perempuan yang terbaring di tanah kubur ini selalu membuatnya menangis, tapi percayalah, Sehun menyayanginya dengan tulus.
"Bagaimana kabar Mama disana?" ucap Sehun dengan senyum yang terlihat pedih.
"Kenapa dulu suka sekali menyiksaku? Apa aku begitu nakal?" Sehun meletakkan sebuah bunga cantik di makam yang bertulisan Oh Hanna.
Perempuan itu adalah ibu kandung Sehun. Tidak ada kebahagiaan yang ia ingat saat bersama wanita cantik yang memiliki paras mirip dengannya.
"Aku sudah memaafkan Mama," lirih Sehun. "semoga Mama tenang di alam sana," ucapnya lagi.
Sehun tersenyum, lalu bangkit berdiri meninggalkan makam itu. Tidak ada drama-drama picisan, tidak ada kata-kata menyentuh yang ia ucapkan. Semuanya begitu jelas, singkat dan padat.
Sehun terlanjur sakit hati dengan perbuatan wanita itu, tapi ia mencoba untuk memaafkannya.
"Sudah selesai?" tanya Jisung saat melihat anaknya kembali masuk ke mobil.
Jisung memang tidak ikut kesana, karena ia masih tidak sudi menginjakkan kaki di makam itu. Hatinya tidak selapang Sehun, yang bisa memaafkan orang yang menyakitinya begitu mudah.
"Aku tidak percaya dia mati begitu cepat," ucap Sehun lirih.
"Tidak ada yang tahu soal kematian," balasnya.
Seminggu yang lalu, Sehun mendengar kabar jika ibu kandungnya meninggal karena kecelakaan. Awalnya ia bersikeras tidak akan berkunjung ke makam itu, tapi hatinya menolak bekerja sama. Ia ingin melihat ibunya, dan ia tidak yakin tidak akan datang kesini lagi.
Senyum kecil mengembang di bibir Sehun saat mengingat alasan dari pernikahan kontraknya dengan Hye Jin. Jika bukan karena warisan itu pasti mereka tidak akan pernah bertemu. Seharusnya Sehun berterimakasih atas kelakuan Oh Hanna yang tergila-gila akan warisannya. Jika bukan karena wanita itu, Sehun pasti masih sendiri dengan prinsipnya yang anti dengan pernikahan.
Jika diingat-ingat, semua kejadian satu setengah tahun lalu terlalu lucu untuk diingat, terlalu drama, menjengkelkan dan indah untuk dikenang.
"Tanda tangani saja surat cerai Hye Jin," ucap Jisung setelah keheningan yang cukup lama.
"Bukankah dulu alasanmu menikah dengannya karena surat wasiat ayahmu? Sekarang semuanya sudah berakhir. Jadi tunggu apa lagi, Sehun? Daddy tidak mau melihat mu menderita lagi," ucap Jisung tegas.
Sehun tersenyum kecil, menghembuskan nafasnya lelah, sembari melihat kayu-kayu besar di sepanjang jalan.
"Andai semudah itu Dad," ucapnya lirih.
***
Tbc
Percayalah pernikahan tidak selalu berakhir bahagia😳
KAMU SEDANG MEMBACA
Shopaholic Girl And Mr. Perfect✔
Fanfiction[SELESAI] Awalnya Sehun benci dengan sebuah pernikahan. Bagi Sehun pernikahan hanya sebuah ikatan konyol yang menghengkang kebebasannya. Tapi saat makan malam, Sehun dikejutkan dengan fakta bahwa ia akan dinikahkan dengan seorang wanita rekan bisnis...