Thanks Kakek dan Ayah.

6.6K 266 11
                                    

Flora POV

Setelah pulang sekolah aku langsung meluncur ke perumahan Nirwana. Disini ada salah satu rumah Pak tua tapi tetap gaul hahahaa Kalian pasti kenal. Yoga Prasetyo Putra? Ayahnya Reno Akbar Prayoga Putra? Nah salah satu anaknya Reno itu aku Arindha Flora Dhiarakbar panggil Ari aja jangan Flo hahaha.

Aku memasukkan motor kedalam bagasi rumah Kakek. Aku melihat isi bagasi penuh tandanya Kakek Nenek ada, nggak pergi. Lagian mereka mau pergi kemana.

Semenjak Ate Yaya menikah, adiknya Ayah, Kakek Nenek sudah tidak diperbolehkan bekerja lagi. Katanya agar menikmati masa tuanya dirumah. Tidak boleh capek. Kalau mau kemana-mana harus lapor dulu sama Ayah. Kalian harus tahu, sebelum Ayah pulang kerumah setelah bekerja, Ayah akan melihat keadaan Kakek Nenek dulu barulah pulang kerumah.

Aku langsung masuk saja tanpa mengucapkan salam. Aku melihat mereka sedang duduk berdua didepan TV, lagi flashback nih yeee pengantin baru hahahaa. Dari arah belakang mereka, aku merangkul mereka kemudian aku kecup pipi keriput mereka.

"Aku kangen kalian." Ucapku lalu aku mutar sofa dan duduk diantara mereka.

"Ada maunya nih?" Sahut Kakek, aku nyengir. Yoga instingnya masih tajam aja padahal umurnya udah setengah abad kali ya.

"Ah tau aja lo." Sambungku bercanda. Seketika kepalaku di jitak bukan sama Kakek tapi Nenek. "Sakit, Nek."

"Sopan." Ucap Nenek datar, aku nyengir lagi

"Canda."

"Kakek mau bantuin aku nggak?" Tanyaku dengan serius. Kakek sok mikir dengan tatapan tengilnya. "Ah nggak asik, pasti minta bayaran." Kakek langsung cium pipiku.

"Kamu mau apa?" Tanya Kakek.

"Buatin design rumah pohon." Mereka menatapku terkejut, aku menghela nafas kemudian menatap mereka. "Buat basecamp doang bukan buat minggat." Mereka bernafas lega.

"Yaudah tunggu sini. Gue mau ambil kertas dulu." Kakek meninggalkan aku dan Nenek.

"Sama pensilnya." Teriakku. Kakek ngacungkan jempol. Setelah Kakek pergi tiba-tiba telingaku dijewer. "Aduh sakit, Nek." Ucapku kesakitan sembari memegang tangan Nenek.

"Kenapa masih ikut tauran, Flora." Pekik Nenek.

"Aku nggak ikutan. Kan aku disini." Jewerannya dilepas tapi tangan Nenek main tabok tanganku bekas luka tauran kemarin.

"Sakit?" Tanya Nenek, aku mengangguk. "Makanya jangan tauran terus. Kamu ini perempuan." Ucap Nenek sembari mengusap tanganku sehabis ditaboknya.

"Kata Opa Rio, dulu Nenek juga sering ikutan mugkin aku penerus Nenek." Jawabku santai. Nenek berdecak sebal.

"Tauran bahaya buat kamu. Ayah Bundamu pusing mikirin kamu." Ucap Nenek lembut. Aku mengangguk saja.

"Nggak usah mikirin aku." Tiba-tiba kepalaku dijitak lagi. keluarga orang tuaku hobby banget ngejitak sih pantes saja aku bodoh.

"Pada suka banget jitak kepala aku sih, nanti kepala aku jadi pitak gimana?" Decakku kesal.

"Lucu." Suara Kakek. "Kamu mau seperti apa designnya?" Tanya Kakek setelah kembali dan duduk disebelahku.

"Yang muat sampai 20 orang. Ada lampunya, ada kasurnya, dibawahnya ada kamar mandinya. Layaknya rumah lah, Kek." Ucapku langsung seperti apa rumah pohon keinginanku.

"Mau kapan dibuatnya?"

"Secepatnya."

"Udah ada peralatanya?"

"Udah."

"Lusa aja gimana? Biar gue suruh anak buah gue aja yang ngerjain." Usul Kakek, aku menghela nafas lelah pasti biaya lagi.

Faula dan Flora [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang