Seharusnya mulut gue saat ini berkotek kejar tayang sepuluh ribu episode. Mengumpati pria Jawa yang tengah duduk tenang di sebelah gue. Si kampret yang dengan seenak udelnya menghancurkan liburan gue. Memupuskan harapan gue untuk merasakan tenangnya liburan ala-ala di pulau terpencil. Dan seharusnya pula saat ini gue sedang berwisata bahari menikmati objek wisata bawah laut kepulauan mandeh yang sangat mempesona. Bercumbu bersama berbagai macam biota laut. Bukannya disini, duduk anteng sembari cengar-cengir sendiri di dalam mobil menuju bandara.
Setelah tragedi kolor tadi, hal pertama yang disampaikan Pak Nugra ketika mata kami bertemu pandang ialah perihal kepulangan kami ke Jakarta siang ini juga. Tentu saja itu membatalkan rencana gue untuk diving bersama ketiga pasang bule ramah sesama pengunjung resort. Jika dalam mode normal gue pasti mencak-mencak diperlakukan semena-mena seperti itu, menolak mentah-mentah di ajak pulang. Namun kali ini bertolak belakang dengan gue yang biasanya. Seperti kerbau yang di cucuk hidungnya, gue manut saja dengan kemauan Pak Nugra.
Kalian tau alasannya kenapa? Ini semua karena kolor Pak Nugra. Sial. Gue rasa itu kolor punya aura magis yang bisa menghipnotis siapa saja. Efeknya benar-benar dahsyat. Otak gue yang udah meleset dari orok jadi makin konslet. Apa-apa ingatnya kolor. Masa iya lihat gelas berubah jadi kolor. Megang hape berasa megang kolor. Parah kan. Karena itu kolor otak gue jadi ngga bisa bekerja dengan semestinya.
Tiap lihat Pak Nugra pun, mata gue seperti memiliki mesin scaner yang dapat membuat objek tertentu yang tertangkap menjadi transparan. Seperti sekarang, Pak Nugra sedang duduk tenang berbincang dengan supir yang mengantarkan kami ke bandara. Jika orang lain yang melihat mungkin ia terlihat normal dengan kemeja semi formal dan celana chino berwarna krem yang melekat pas di tubuh sempurnanya. Tapi dari kacamata gue, semua benang-benang yang melekat membentuk pakaian itu terlepas dari tubuh Pak Nugra perlahan. Menyisahkan kolor calvin klein hitam yang gue lihat tadi. Tuh kan.
Lengan gelayut-able itu, dada ndusel-able itu, punggung nemplok-able itu, memanggil-manggil gue minta digerayangi ugh. Parahnya bokong remes-able itu selalu menjadi pusat perhatian gue. Apalagi kalo Pak Nugra...
"Kamu kenapa lihatin saya begitu?" Pak Nugra menelengkan kepala, menatap gue bingung.
Alamak! Sejak kapan dia selesai ngobrol.
Lamunan akan kolor calvin klein hitam Pak Nugra ambyar seketika. Pak Nugra sendiri sudah menyerongkan tubuhnya menghadap gue. Menatap penuh tanya.
Ini dia masalahnya. Sejak, oke lagi-lagi kolor. Gue selalu ngga bisa berkutik tiap kali mata kami bersirobok. Ingatan gue pasti melanglang buana ke kejadian tadi. Dan itu sukses buat gue merasa panas dingin. Tanpa bisa di cegah pipi gue bakal bersemu merah. Najis banget.
Ohh tolong jangan cibir gue permirsa. Perawan mana yang ngga bakal panas dingin meriang demam tinggi kalo disuguhkan dengan pemandangan begitu. Ini beda guys, lihat di feeds instagram cowok-cowok macho berkolor ria sama lihat langsung pake mata kepala sendiri itu sensaninya beda. Rasanya tuh unch.
"Junia." tangannya melambai-lambai di udara mencoba menarik perhatian gue.
Sial. Lagi-lagi gue ngelamunin kolor kan.
Terkesiap. Gue menjawab cepat. "Anu Pak."
"Anu?" tanyanya penasaran. Kepalanya bergerak dari gue ke pangkuannya sendiri ikut memperhatikan ke mana arah pandang gue. "Ada yang aneh?"
"Besar!" jawab gue lantang.
Uhuk uhuk uhuk
Pak Nugra terbatuk mendengar jawaban spontan gue. "Anu maksud saya, anu.. Lengan Bapak anu, besar." terbata gue mengklarifikasi satu kata ambigu yang terlontar tanpa melalui tahap filtrasi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Satu Semester (SUDAH TERBIT)
قصص عامةNikah? Sama dosen pembimbing skripsi sendiri? Apa jadinya? Untung atau malah bunting eh buntung? Hanya kisah tentang mahasiswa semester akhir yang tengah diburu deadline menulis skripsi. Terpaksa menikah dengan dosen pembimbing skripsinya sendir...