Warning:
Chapter ini tidak diperuntukan untuk para jomblo. Karena kayaknya kemanisan, kue maksuba emak gue aja kalah legit.
Oke mblo, banyak2 istighfar, kuat2in hati..
.
."Kamu sengaja mau buat saya marah?" itulah kalimat pertama yang dilayangkan Pak Nugra ketika kami sampai di luar restoran.
Eng ing eng.
Kena gue. Coeg plis bantu gue, kalo ada yang tau caranya menjinakan manug spesies gula Jawa begini gimana, tolong email gue. ASAP!!!
Gue berdeham sekali, menggosok punggung tangan dengan tiga jari. "Dunia sempit banget ya Mas, bisa ketemu sama Ko Gana disini. Kok bisa kebet--"
"Ngga ada kebetulan yang berulang-ulang, Junia." sela Pak Nugra cepat.
Bujukbuneng ngegas banget Mas.
"Ya terus apa dong namanya kalo bukan kebetulan? Takdir?" canda gue mencoba mencairkan suasana di malam yang lumayan dingin ini.
"Bagi kamu cuma kebetulan, tapi tidak bagi Gana. Pertemuan di pesta Bagus, di outlet sepatu, di gerbang kampus, di terminal, kamu pikir semua itu kebetulan?" ucap Pak Nugra membidik tajam netra gue.
Alamak. Terkesiap gue menjawab waspada. "Kok Mas tau,"
Gue makin bingung, sebenarnya yang stalker disini Gana apa Pak Nugra. Mereka berdua sama-sama tau gue begini gue begitu. Gue disini gue disitu. Apa mereka waktu masih akrab dulu sempat sama-sama kerja jadi paparazzi akun gossip?
Pak Nugra memicing sengit, "Sudah saya tebak, Gana pasti merencanakan sesuatu. Menjadikan kamu umpan untuk memancing reaksi saya." Ia menjeda dan melanjutkan. "Sudah dari jauh-jauh hari saya katakan sama kamu, silahkan kamu berteman dengan siapa saja tapi tidak dengan Gana. Apa kamu se-ndablek itu hingga sulit untuk kamu patuhi satu permintaan saya?"
Jidat gue berkerut tak terima. Ndablek itu bandel kan. Enak aja dia ngatain gue. Yang suka nyamperin gue tuh Gana, bukan gue yang ngejar-ngejar itu laki. Kenapa semua kesalahan dilimpahin ke gue.
"Mas pernah belajar Bahasa Indonesia kan di sekolah, seharusnya Mas tau beda permintaan dan perintah. Mas ngelarang saya ini itu tapi Mas ngga jelasin alasannya kenapa. Lagian kalian yang punya masalah kenapa saya di bawa-bawa." Balas gue nyolot.
"Karena kamu satu-satunya perempuan yang dekat dengan saya saat ini. Cuma lewat kamu Gana punya akses masuk ke dunia saya. Kalau sudah begitu ngga menutup kemungkinan kejadian dulu terulang lagi."
"Kejadian apa?" rasa penasaran gue mencuat tiba-tiba.
"Kamu ngga perlu tau." Sergahnya, "Jauhi Gana, cuma itu yang cukup kamu lakukan." Titah Pak Nugra arogan.
Gue melipat tangan di dada, menatap Pak Nugra menantang. "Saya bukan budak yang bisa Mas perintah seenak jidat. Saya manusia merdeka. Saya berhak menentukan hidup saya sendiri, termasuk memilih teman."
"Jangan keras kepala Junia. Sekali saya bilang tidak, artinya tidak boleh! Jauhi Gana." ucap Pak Nugra dingin dengan tatapan tajam.
"Mas yang keras kepala." Balas gue. "Saya ngga akan ngejauhin Ko Gana kecuali Mas kasih saya satu alasan masuk akal kenapa dia pantas untuk saya jauhi. Sekarang Mas jelasin ke saya, gimana Mas tau kalo saya pernah ketemu dengan Ko Gana di gerbang kampus dan terminal? Jangan bilang Mas udah ada di terminal waktu saya turun dari mobil Ko Gana?" Pak Nugra diam, matanya berkedip malas sebagai reaksi. "Serius Mas udah disana tapi Mas ngga nyamperin saya." gue geleng-geleng ngga habis pikir. "Tega banget sih Mas. Tau gitu saya mending langsung balik." Gue menyipitkan mata curiga. "Jangan-jangan gantiin kelas Pak Raffles itu cuma akal-akalan Mas juga? Mas sengaja bilang begitu biar saya ngga marah karena ulah Mas, iya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Satu Semester (SUDAH TERBIT)
General FictionNikah? Sama dosen pembimbing skripsi sendiri? Apa jadinya? Untung atau malah bunting eh buntung? Hanya kisah tentang mahasiswa semester akhir yang tengah diburu deadline menulis skripsi. Terpaksa menikah dengan dosen pembimbing skripsinya sendir...