6. Cantik

5.4K 362 6
                                        

Saat ini Elena sedang berada di mobil bersama Hendra. Suasananya sangat hening karena tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Sampai akhirnya Hendra bosan dan menyalakan radio. Hendra menatap Elena yang daritadi memandang keluar jendela.

"Len."

Elena segera menoleh ke asal suara itu. Hendra kini menatapnya sangat dalam. Karena kebetulan jalanan agak macet jadi Hendra bisa menatap Elena cukup lama.

"Ya mas?"

"Gak apa-apa, jangan kebanyakan ngelamun kalau kamu kesambet saya yang repot nanti."

Elena tersenyum kecut mendengar candaan bosnya itu.

"Aku gak ngelamun mas. Aku lagi perhatiin anak-anak itu. Aku sedih,seharusnya mereka hanya memikirkan sekolah dan bermain. Tapi mereka harus susah payah jualan kayak gitu."

Hendra ikut memandangi anak-anak itu. Ada yang berjualan koran,minuman,makanan kecil dan masih banyak lagi.

"Ternyata kamu punya jiwa sosial yang tinggi ya Len."

Elena tersenyum sangat manis saat itu. Tanpa sadar kini degup jantung Hendra semakin cepat. Ia segera mangalihkan padangannya ke jalan. Namun sesekali ia mencuri-curi pandang lewat sudut matanya.

Merekapun sampai di sebuah pusat perbelanjaan yang sangat besar di sebuah kawasan elit. Elena memandang keseluruhan gedung itu dengan sangat takjub. Bagaimana tidak, Elena ini bukan tipe wanita yang senang menghabiskan waktu untuk berbelanja. Ia hanya pergi jika memang benar-benar kebutuhan mendesak. Hendra yang menyadari kekaguman Elena pada gedung itu hanya bisa tertawa.

"Kenapa Len, kok ekspresi kamu begitu? Belum pernah kesini?"

Elena tersenyum malu.
"Iya mas baru kali ini kesini. Kok besar banget ya."

"haha kamu ini ada-ada aja sih Len. Ya sudah ayo masuk dan beli baju yang cantik untuk kamu."

"Oke mas."

Namun tiba-tiba Elena menghentikan langkahnya menyadari ada yang salah. Ia membuka tasnya dan melihat isi dompetnya. Ia tersenyum kecut karena baru sadar bahwa ia hanya membawa uang dua ratus ribu, itupun sebenarnya harus dia hemat untuk minggu ini. Hendra menghampirinya lalu menggandeng tangannya sambil berbisik.

"Saya gak bilang kamu harus bayar sendiri kan? Jadi tolong jangan pasang ekspresi lucumu itu. Nanti akan banyak orang yang lihat dan saya takut tidak bisa menahan rasa gemas saya ini dan mencubit pipimu yang tembam itu."

Elena menutup wajahnya yang mulai memerah itu. Hendra hanya bisa tertawa dibuatnya. Elena memang orang yang mudah panik, jadi wajar saja kalau ia sering memasang ekspresi-ekspresi wajah yang tidak terkontrol.

Mereka berdua kini sibuk melihat-lihat baju. Hendra memandang Elena sangat lekat sambil mencocokan baju yang di pegangnya pada Elena. Hendra memberikan satu dress merah selutut.

"Coba yang ini."

Elena memandang agak ragu. Lalu ia berjalan menuju ruang ganti.
Lima menit kemudian Elena keluar dengan balutan dress merah itu. Kulitnya yang putih itu seperti memancarkan cahaya. Hendra hanya bisa diam termangu melihat Elena yang tampak sangat berbeda dari biasanya. Tanpa ia sadari degup jantungnya kini terasa cepat. Hendra segera memalingkan pandangannya.

"Kenapa mas? aneh ya? Aku cari yang lain lagi deh ya?"

Elena berbalik dan berjalan ke ruang ganti lagi. Namun dengan sigap Hendra memegang lengan Elena.

"Jangan, pakai yang ini aja. Bagus kok,hmm kamu cantik eh maksudnya dressnya cocok sekali."

Hendra menutup mulutnya. Elena hanya tersipu malu. Kemudian Hendra memanggil salah satu pegawai dan mengisyaratkan bahwa dress itu akan langsung di pakai dan ia pun segera membayarnya.
Elena segera mengambil pakaiannya yang berada di ruang ganti. Ia memandang dirinya di cermin lalu tersenyum. Dia tidak menyangka dapat memakai dress sebagus ini. Saat ia hendak mencopot labelnya ia nampak kaget dengan harga yang tertera.

"Ya ampun ini sih setengah gaji aku." gumam Elena.

Saat Elena keluar dari ruang ganti Hendra baru sadar bahwa Elena hari ini hanya memakai flat shoes. Lalu ia menarik tangan Elena dan menuntunnya ke salah satu toko sepatu dengan brand yang cukup terkenal.

"Loh kok kesini mas? Meetingnya dua jam lagi loh."

"Sebentar saja. Sepatumu itu tidak cocok dengan dressnya."

Hendrapun asik memilih sedangkan Elena hanya duduk memperhatikan bosnya itu. Pilihan Hendra jatuh kepada High heels hitam cantik itu.

"Berapa ukuran sepatumu?"

Elena yang sedang asik melihat handphonenya langsung menoleh ke arah Hendra.

"Hmm.. tiga puluh sembilan mas."

"Oke, mba tolong yang ini ukuran tiga puluh sembilan."

kemudian pegawai itu segera membawakan sepatu yang diminta Hendra. Ternyata sangat cantik saat dipakai Elena. Hendra tersenyum puas dengan pilihannya itu.
Hendra pun segera membayar, Elena segera mencabut label harga yang ada di sepatu tersebut. Elena kembali tercengang melihat harga sepatu itu yang tidak jauh berbeda dengan harga dressnya. Elena mengusap wajahnya sambil membatin "Dress dan sepatu ini hampir mendekati gajiku selama dua bulan."

Hendra segera menarik Elena. Kali ini Elena hanya diam saja dengan perlakuan bosnya itu. Mereka kini sudah berada di sebuah salon. Hendra kemudian berbisik ke pegawai salon tersebut.

"Tolong buat pacar saya jadi makin cantik."

Pegawai itu tersenyum dan segera menghampiri Elena yang sedang berdiri memandangi aktifitas salon itu.

"Mari mba ikut saya."

Elena pun duduk sambil memandangi dirinya di depan cermin. Sedangkan pegawai itu sudah mulai mengoleskan foundation di wajah Elena. Setelah sekitar tiga puluh menit Elena sudah selesai di rias. Kemudian Hendra menghampirinya dengan tatapan kagum yang tidak dapat di sembunyikannya itu.

Alisnya tebal menawan tidak dicukur habis sehingga masih membiarkan sedikit rambut - rambut alis tumbuh dan bentuk alis meruncing ke bagian ujung sudut luar. Eyeshadownya berwarna coklat natural dan eyelinernya berbentuk smooth,bulu matanya semakin lentik , dengan sedikit blush on di pipi. Dipadukan dengan lipstik berwarna merah senada dengan dressnya. Elena terlihat sangat cantik saat itu. Ditambah rambutnya yang panjang itu digerai dan dibuat bergelombang di bagian bawahnya.

"Cantik. Perfect." Gumam Hendra sangat pelan namun tampaknya pegawai itu mendengar ucapan Hendra barusan.

"Pada dasarnya pacar mas ini sudah cantik."

Pegawai itu tersenyum ramah. Sedangkan Hendra jadi salah tingkah dengan perkataan pegawai tadi dan Elena memasang ekspresi bingungnya. Mereka pun saling tatap dan sedetik kemudian mereka saling memalingkan wajah. Degup jantung merekapun semakin cepat.

"Duh kenapa jadi salah tingkah gini sih." Batin Elena.

"Bodoh Hendra, bisakah kau jaga image mu di depan dia. Ya Tuhan kenapa dia sangat cantik. Bagaimana bisa aku bersikap biasa saja kalau wajahnya saja imut begitu."
Ucap Hendra dalam hati sambil memandang Elena sesekali.

❤❤❤❤❤

Hai semua? Bagaimana kabar kalian? semoga baik ya. Terima kasih sudah membaca ceritaku yang agak absurd ini. Mohon maaf karena perchapternya masih sangat pendek dan masih ada beberapa typo. Aku akan berusaha membuatnya semakin panjang  dan rapih 😊 Kalau suka dengan ceritanya jangan lupa vote ya supaya aku makin semangat. Kalau gak mau vote juga gak apa-apa yang paling penting adalah semoga white balloon dapat menghibur kita semua ya. Pasti masih pada nunggu Ksatria D kan?
Baca terus ya kelanjutan ceritanya.

Salam cinta,

Zulaikha 💕

White BalloonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang