Elena mengangkat panggilan telepon itu. Hendra menatapnya penasaran.
"Selamat anda mendapatkan dua juta rupiah dari ciki jaki." Terdengar suara seorang pria disana. Elena membelalakan matanya.
"What? Dua juta?" Elena berteriak lantang. Hendra mengerutkan keningnya.
"Apa? Saya harus ke mesin atm dulu?" Tanya Elena polos. Hendra mulai gemas dan merebut handphone itu.
"Maaf dengan siapa ini?"
"Kami dari ciki jaki Pak. Ibu ini mendapat undian dua juta rupiah."
"Saya owner PT. Cita Rasa Bersama tempat ciki jaki itu di produksi. Kami tidak pernah mengeluarkan undian apapun. Anda siapa? Nomer ini akan saya laporkan ke polisi." Ucap Hendra tegas. Kemudian telepon itu mati.
"Yah aku gak jadi dapat hadiah dong?" Elena tampak murung.
"Hei kamu gak dapat hadiah tapi kamu dapat owner ciki jaki yang tampan ini." Ledek Hendra sambil menaikan kedua alisnya.
"Aku mau hadiahnya bukan ownernya." Ucap Elena ketus.
"Hahaha, Elenaku sayang. Entah harus berapa juta kali lagi aku bilang aku benar-benar mencintamu." Hendra memeluk Elena erat. Elena hanya diam dengan wajah polosnya.
"Aku mau pergi dulu. Awas." Elena melepas pelukan Hendra.
"Aku antar." Hendra menarik tangan Elena.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di samping mereka. Kaca jendela mobil itu bergerak turun. Disana terlihat Didit menatap Hendra sambil memberikan senyuman meledek.
"Pak Hendra, sekretaris saya harus kembali bekerja. Bisa tolong lepaskan tangannya?" Tanya Didit dari dalam. Hendra menatap geram lalu melirik ke arah Elena meminta penjelasan.
"Saya permisi dulu Pak Hendra. Bos saya ini seram sekali kalau marah." Ucap Elena santai.
"Tapi Len.." Belum selesai Hendra berbicara Didit sudah turun dari mobilnya. Lalu ia menarik tangan Elena dan menyuruh Elena segera masuk ke mobil. Hendra menatapnya tajam.
"Tenang aja ndra, dia sudah menolakku mentah-mentah. Aku gak akan memaksakan perasaannya. Dia sudah membuka hatinya untukmu. Maka perjuangkan. Karena kebahagiaan Elena adalah yang terpenting bagiku sekarang, begitu juga denganmu kan?" Didit mengucapkan itu sambil berbisik agar Elena tak mendengarnya. Hendra menghela nafas panjang mengatur emosinya.
"Pak Satria sejam lagi kita ada meeting. Saya belum ganti baju loh ini."
Diditpun menepuk bahu Hendra yang sedang memandangi Elena dan segera memasuki mobilnya.
Elena membuka lebar jendela mobil itu. Kemudian ia tersenyum dan menarik tangan Hendra lembut."Mas Hendra, aku merasakan yang mas Hendra rasakan juga. Tapi bisakah kita mulai semuanya dari awal?"
Hendra membelai lembut pipi Elena."Baiklah." Jawab Hendra pasrah. Entah kenapa sebagian beban yang ia rasakan akhir-akhir ini seakan menguap saat ia melihat Elena tadi. Ia tersenyum memandangi mobil Didit yang mulai menjauh. "Aku akan berusaha dari awal lagi Len." Batin Hendra.
***
"Bagaimana perasaanmu sekarang Len?" Tanya Didit santai.
"Hmm lebih baik. Aku senang bisa bertemu mba Siska tadi. Aku juga senang bisa melihat mas Hendra."
"Kamu benar-benar mencintainya ya? Duh sakit banget nih hati aku." Didit nampak meremas kantung kemejanya.
"Hati emang adanya disitu ya?"
Tanya Elena polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Balloon
Dragoste[COMPLETE] Elena adalah wanita karir yang sederhana. Namun hidup Elena berubah sejak perusahaan tempat ia bekerja diambil alih oleh anak sang pemilik perusahaan. Hari-harinya kini penuh dengan banyak kejutan. Apa yang terjadi antara Elena dan sang b...