10. Hari Bersamanya

6K 353 0
                                    

Hendra sedang merapihkan meja makan, sedangkan Elena sedang mencuci piring-piring yang kotor. Ibunya sudah tidak ada di rumah karena sehabis makan tadi ada tetangga yang datang mengajaknya pergi berbelanja ke Tanah Abang.
Saat sedang berjalan ke ruang keluarga nampaknya Hendra dan Elena tidak memperhatikan sekeliling mereka sampai mereka bersenggolan.
Mata mereka bertemu. Tiba-tiba terbesit di pikiran mereka yang ibu katakan sebelum pergi.

"Ingat belum waktunya untuk bikin cucu. Jadi jangan macam-macam selama ibu pergi."

Elena dan Hendra menelan ludahnya bersamaan. Ibunya sengaja menyuruh Hendra untuk menjaga Elena yang masih sakit jadi ia belum pulang.

"Gimana lukamu?"
Tanya Hendra ke Elena yang kini sudah berada di ruang keluarga sambil duduk menonton tv.

"Masih perih sih mas."

"Sini aku obatin lagi sekalian ganti kapasnya."

"Nanti biar aku ganti sendiri aja mas."

Hendra tak memperdulikan perkataan Elena langsung mengambil kotak p3k.

"Sini."
Kini kaki Elena sudah ada dipangkuan Hendra.

"Pelan-pelan mas. Masih perih duh..aw aw aw. Sakit mas."

"Kamu tuh kayak gini aja bawel, kalah sama anak SD."

Elena langsung membuang mukanya dari pandangan Hendra dengan agak kesal.

"Ngambek mulu sih kamu. Gak malu sama umur?"

"Emangnya mas tau umurku berapa?"

"Pasti lebih tua dari aku."

"Sadar diri mas sama muka. Duh mas ini ganteng-ganteng suka gak sadar diri."

"Jadi aku ganteng?"

"Hah? mmm nggak gitu maksudnya."
Elena tampak gugup.

"Hahaha, kena lagi deh kamu."

"Ih udah ah gak mau bahas itu."

"Oke oke jadi umurmu berapa emangnya?"

"Dua puluh lima, tahun ini dua puluh enam. Kalau mas pasti udah tiga puluhan ya."

"Enak aja. Kamu tuh kalau ngomong suka sembarangan ya."

"Terus berapa?"

"Bulan depan dua puluh delapan."

"Berarti kita beda dua tahun ya."

Hendra mulai asik bersama pikirannya. "Dua tahun ya? pas sekali dengan anak itu."

"Hayo mas lagi mikirin apa?"

"Oh gak Len, lagi mikir kapan kamu angkat kaki kamu yang berat ini."

Elena segera memindahkan kakinya yang sedaritadi berada dipangkuan Hendra.

"Eh iya maaf mas."

"Gak apa-apa Len, bercanda kok. Oh ya foto anak kecil di kamar itu foto kamu ya Len?"

Tanya Hendra menyelidik. Elena menganggukkan kepalanya.

"Emang kenapa mas? cantik banget ya aku waktu kecil?" Elena tersenyum menggoda.

"Iya cantik tapi kok gedenya begini ya."
Hendra menatap Elena dari ujung kaki hingga kepala.

"Ih mas Hendra."
Elena mencubit pinggang Hendra yang sepertinya sudah menjadi hobi barunya.

"Aw aw ampun Len."
Hendra menahan tangan Elena agar tidak mencubit lagi namun tenaga Elena cukup kuat sampai Hendra jatuh berbaring di karpet. Elena yang kehilangan keseimbangan karena duduk bertumpu hanya dengan satu lutut ikut terjatuh meniban Hendra. Wajah mereka sangat dekat.
Elena mengedipkan matanya berkali-kali karena gugup. Posisi mereka benar-benar dapat membuat siapapun yang melihat salah paham.
Hendra segera bangun begitu juga dengan Elena.

White BalloonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang