4. Berkelana

6.2K 406 2
                                    

Hendra sedang menikmati pemandangan kota Jakarta dari balkon apartemennya. Ia menarik nafas panjang saat melihat handphonenya berdering. Ia terus memandang handphonenya yang menampilkan panggilan dari Ayahnya. Setelah cukup lama berdering akhirnya Hendra pun mengangkat telepon itu.

"Ya pah, ada apa?"

"Gimana hari ini?"

"Kantor? Tentu saja beres. Papah meragukan kepintaranku sepertinya."
Hendra lalu tertawa.

"Bukan seperti itu, papah cuma heran aja kamu kok tiba-tiba mau ngurus perusahaan papah. Padahal papah udah minta dari dua tahun yang lalu. Kamu berubah pikiran setelah papah minta tolong untuk memeriksa data karyawan kemarin. Memang apa yang sudah kamu temukan setelah membaca data itu?"

"Hmm bukan apa-apa pah."

"Lalu kapan kamu menikah? Tahun ini kamu sudah 28 tahun. Mau sampai kapan kamu begini? Papah kenalin sama anaknya teman papah lagi mau?"

"Duh pah, apa sih ko jadi bahas ke situ lagi. Aku masih cari yang pas pah."

"Sudah cukup berkelananya. Karina yang sempurna begitu pun kamu bilang belum pas. Kamu mau cari yang seperti apa?"

"Seperti anak itu."

"Cinta pertamamu itu?"

"Aku ngantuk nih pak, sudah dulu ya. bye pah. Love you."

"Hey kamu ini papah belum selesai ngomong.......... " kemudian sambungannya pun terputus.

Hendra kembali menikmati sejuknya suasana di balkon. Tapi kini tatapannya kosong. Anginnya semakin menusuk kulit namun Hendra tetap tak bergeming.

Di saat yang bersamaan, di rumah Elena. Wanita mungil itu sedang membaca novel yang baru dibelinya minggu lalu. Sudah pukul 23.30 namun matanya tidak mau terpejam. Ini sudah novel kedua yang dibacanya malam ini. Elena yang bosan lalu menaruh novelnya di meja. Ia duduk di tepi tempat tidurnya. Entah kenapa di saat seperti itu ia selalu teringat masa kecilnya.

"Ksatria D apa kabar ya?"
Elena tersenyum malu ketika mengingat kejadian itu. Saat ia mencium pipi ksatria D.

"Ini sudah 19 tahun tapi aku masih terus mengingat dia,padahal mantan ku sewaktu SMA aja aku sudah lupa namanya."

Elena merebahkan tubuhnya di kasur. Kejadian hari ini pun kembali terlintas di benaknya. Ia memeluk gulingnya, arah pandangannya kini ke langit-langit kamarnya. Elena mengerutkan keningnya,mencoba mengingat sesuatu.

"Sepertinya wajah mas Hendra tidak asing. Apa aku pernah ketemu dia ya sebelumnya? Ah tapi sepertinya gak pernah."

Elena kemudian mengingat kata-kata Siska untuk tidak terlalu memikirkan bosnya itu. Lalu ia pun kini terlelap dalam tidurnya.

Elena terbangun. Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 06.00. Elena pun membuka matanya,berusaha untuk tidak tidur lagi. Saat ia keluar dari kamar ternyata ibunya sedang bersiap untuk jalan pagi yang sudah menjadi rutinitasnya.

"Bu, kalau pagi tuh bangunin aku juga dong. Kemarin aku telat tau."

Ibunya yang sedang mengikat tali sepatu langsung melihat ke arah Elena.

"Ibu yang gak bangunin atau kamu yang gak dengar ya?"

Elena pun berlari ke arah ibunya dan memeluk ibunya erat.

"haha ampun bu,makanya volume suara ibu di besarin dikit."

Ibunya mencubit pipi Elena sambil tertawa.

White BalloonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang