"Oh my god, Suzy. Akhirnya kau mengangkat panggilanku yang ke duaratus kali ini!"
Adalah suara pertama yang didengar Suzy saat ia menempelkan benda persegi panjang itu ke telinga kanannya. Suzy sampai mengernyitkan dahi dan sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga ketika suara seruan yang berasal dari sambungan telepon itu seketika membuat pendengarannya peka.
"Maafkan aku, Jo. Jam mengajarku baru selesai." Jelas Suzy, kemudian wanita itu menyangga ponselnya sesaat dengan bahu kanannya sedangkan tangannya digunakan untuk membereskan buku-buku bergambar dan syarat akan warna, memakai tas bewarna cream nya ke bahu, lalu berjalan keluar ruangan sambil mengambil alih kembali ponselnya.
Terdengar desahan dari ujung sambungan, membuat Suzy kembali bertanya, "Ada apa, Jo?"
"Help me, Suez! Please?"
Suzy mengernyit lagi kala intonasi yang digunakan Jo malah semakin meninggi dari sebelumnya, "Yya, Kau bisa menurunkan suaramu karena pendengaranku ini masih baik." Gerutu Suzy.
"Oh, maaf. Aku sedang dalam mode panik. Aku bisa mati jika kau tidak mau menolongku,"
Suzy memutar bola matanya sesaat, Ia menyapa salah seorang guru yang bekerja di tempatnya juga tanpa suara ketika berpapasan. Suzy meletakkan buku-buku yang dibawanya tadi diatas mejanya kemudian berjalan kearah mobilnya di parkiran.
Perkenalkan, Jo. Jo Kwon, lengkapnya. Laki-laki itu merupakan teman Suzy sejak mereka masih di Sekolah Menengah Atas, dan persahabatan mereka masih terasa sampai sekarang. Menurut Suzy, Jo lebih bisa diandalkan daripada teman-teman wanitanya yang kebanyakan terlalu ribet mengurusi kehidupan dan penampilan mereka daripada mengurusi nilai-nilai nya. Jadi, memilih Jo sebagai teman, adalah hal yang benar.
"Apa lagi ulahmu, Jo?" Tanya Suzy langsung.
Ia bisa mendengar Jo menggerutu atas tuduhan Suzy padanya, lalu mendengar Jo berucap, "Aku tidak ber-ulah, Suez!" Jawabnya cepat, dan melanjutkan "Kau tahu kan kalau aku sedang mengikuti pelatihan di Gwangju sampai lusa?" terang lelaki itu.
"Iya, aku tahu."
Jo kembali berbicara, "Nah, kau ingat kalau aku pernah mengajukan proposal untuk melakukan wawancara dengan CEO Bluzt. Co?"
Suzy mengangguk, "Hm, mana mungkin aku lupa, Jo. Kau bahkan selalu berdoa di gereja setiap minggu agar bisa mewawancarai CEO yang katamu adalah 'kriteria pria dari semua gender itu.'" Suzy mengucapkan kalimat terakhirnya dengan nada mengutip.
Jo tertawa di sebrang sana, "Yeah. Dia memang tampan, Suzy. Tunggu sampai kau melihatnya secara langsung."
"Aku?" Suzy mengerutkan kening saat menyadari keanehan dari ucapan Jo padanya. Kenapa pula Aku bisa melihat CEO Bluzt Itu...
"Nah, ini dia! Kau mau ya menggantikanku mewawancarai CEO itu?" Permintaan Jo, yang langsung mendapatkan tanggapan terkejut dari Suzy. "Oh, kontrol suaramu, woman!" gerutu Jo ketika mendengar suara Suzy.
"Are you kidding me or what?" Tanya Suzy. Wanita itu sampai menghentikan langkahnya kemudian meminggirkan diri di dekat taman bermain yang terletak tepat di samping parkiran khusus tenaga kerja di TK itu.
"Oh, apa aku terdengar sedang bercanda, Suez?" lagi-lagi Jo menggerutu pada saluran telepon itu. Ia sedang butuh bantuan Suzy, tetapi wanita itu malah menanyai apakah ia sedang bergurau? Mwoya...
Suzy memejamkan matanya dua detik, "Kau memimpikan saat dimana kau bisa berbicara secara langsung dengan pria itu, kan? Mengapa kau malah menyuruhku yang mewawancarai nya?"
"Oh my god! Kau tahu pelatihan ini wajib demi promosiku, Suez. Dan wawancara dengan Bluzt co. juga wajib untuk edisi majalah yang akan dicetak di perusahaanku, dua minggu lagi. Aku tidak akan meminta tolong soal ini kalau tidak mendesak."
"Arraso, aku akan membantumu." jawab Suzy.
Jo berteriak senang diujung sana, "Benarkah? Sungguh? Aw, Gomawo, Suez. Kau menyelamatkanku!"
Suzy tersenyum kecil, "M-Hm, dan sebagai gantinya kau harus meneraktirku makan saat kau kembali ke Seoul. Call?"
"Call!" Jawab Jo cepat, "Nanti akan ku kirimkan via email tentang alamat perusahaan, dan daftar pertanyaan yang akan kau tanyakan pada CEO hot itu."
Suzy bergumam mengiyakan, kemudian sambungan telepon itu berakhir. Suzy kembali menaruh ponselnya kedalam tas. Namun, saat hendak melangkahkan tungkainya menuju parkiran, matanya menangkap seorang anak perempuan kecil yang sedang duduk di ayunan taman bermain yang hanya berjarak sepuluh langkah dari tempatnya berdiri. Wajah anak perempuan kecil itu menunduk, tetapi Suzy bisa mengenali siapa dia.
Hana, dia salah satu murid yang diajar Suzy di TK ini. Beberapa murid memang terkenal aktif, tapi tidak dengan Hana. Anak perempuan kecil itu selalu mencuri perhatian Suzy karena sifat pendiamnya dan begitu mandiri. Diusianya, Hana bahkan tidak pernah sekalipun menangis dan anak itu selalu cepat tanggap dengan ejaan hangul serta Bahasa Inggris yang diajarkan Suzy kepada anak-anak didiknya.
"Hana, kenapa kau belum pulang?" Suzy berjalan mendekati gadis kecil itu.
Hana mendongak menatap Suzy kemudian kepalanya menggeleng perlahan, "Pak Lee belum datang, saem." Keluhnya dengan wajah cemberut.
Suzy melirik kearah mobilnya yang terparkir lalu berjongkok di depan anak didiknya itu untuk menyamakan pandangan, "Kau punya nomor Pak Lee?" Tanya Suzy kemudian.
Hana menggeleng, "Aku hanya memiliki kartu nama Appa,"
Suzy nampak berpikir, tidak mungkin jika Suzy menghubungi Ayah Hana karena dari yang ia dengar kalau Ayah Hana adalah orang penting dan sudah pasti sibuk. Menghubungi pria itu mungkin hanya akan memperkeruh keadaan dan juga mungkin akan menimbulkan masalah bagi Pak Lee. Jadi, Suzy memilih untuk menemani Hana sampai supir pribadinya datang.
Suzy mengelus dengan lembut puncak kepala gadis kecil itu, "Baiklah, saem akan menemanimu sampai Pak Lee datang."
Gadis kecil itu nampak berbinar mendengarnya, "Khamsahamnida, Suzy saem."
Suzy tersenyum.
Sepuluh menit berikutnya, Suzy mengetahui jika Hana hanya tinggal bersama Sang Ayah dan para assisten rumah tangga dirumahnya.
"Hana, dimana ibumu?" Tanya Suzy.
Hana menggigit coklat yang tadi di berikan Suzy pada gadis itu, lalu menjawab "Molla. Appa bilang aku dilarang bertanya tentang eomma, jika aku bertanya maka Appa akan sedih," gadis kecil itu menghela napas, lalu tersenyum, "Jadi, aku tidak bertanya lagi agar Appa tidak sedih." Sambungnya.
Suzy mendesah. Prihatin dengan gadis kecil yang ada disampingnya ini. Suzy tidak tahu apa yang terjadi, tetapi tindakan Ayah gadis kecil itu tidak bisa dibenarkan. Seorang anak, diusia seperti Hana ini, tentu saja membutuhkan figur seorang Ibu. Dan dari yang Suzy tangkap, Ibu Hana tidak meninggal. Tapi, kenapa Ayahnya tidak ingin Hana mengetahui Ibunya? Ntahlah, itu juga bukan urusannya.
Suzy kembali tersenyum, "Hana, kau bisa menceritakan dan meminta bantuan apapun kepada guru-guru disini tanpa sungkan, ya?"
Hana mengangguk dan memamerkan sederet gigi putihnya.
"Maaf, nona atas keterlambatanku." Seseorang berbaju hitam seragam tiba di hadapan mereka, "Ban mobil pecah, sehingga saya harus menggantinya dulu." Sambungnya. Kemudian pria berkisar 40an tahun itu mengarahkan pandangannya kepada Suzy. Suzy tersenyum sopan,
"Gwenchana, Pak Lee." Ucap Hana kemudian tersenyum sambil menoleh kearah Suzy, "Suzy saem menemaniku, jadi aku tidak bosan. Saem juga memberikanku coklat." Sambungnya sambil memperlihatkan coklat di tangan kanannya.
Suzy kembali ke mobilnya saat mobil mewah bewarna putih yang membawa Hana menghilang dari depan gerbang TK tersebut. Kekaguman masih menyulut di benaknya hingga detik ini,
"Wah, luarbiasa. Aku penasaran apa pekerjaan Ayah gadis kecil itu." Gumamnya sambil membuka pintu mobilnya.
****
Di tayangkan ulang karena sudah di
-REVISI-

KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER
FanfictionMemiliki hidup yang indah, Karir yang sesuai dengan passion nya, Sahabat yang super cerewet dan juga, kekasih hati. Kekasih yang sering dikatakan oleh sahabatnya sebagai 'lelaki Amerika' Suzy. Namun, siapa sangka jika orang tua dan kakak Suzy begitu...