07

4.1K 615 35
                                    

Suzy mengetuk pintu besar bewarna coklat itu dua kali dan langsung masuk tanpa di persilahkan. Kaki jenjang berbalut heels setinggi 5cm dengan corak merah dibawah tumpuannya itu berjalan dengan percaya diri.

Tidak, lebih tepatnya berpura-pura untuk percaya diri karena jauh didalam diri Suzy, wanita itu begitu gugup, jantungnya bahkan berdetak tidak karuan sejak dirinya di pergoki masih berada disini padahal sebelumnya ia telah pamit akan langsung terbang ke Seoul.

Matanya mengelilingi ruangan dengan meja kerja yang membelakangi jendela besar yang memaparkan pemandangan kota New York dari lantai tiga belas terlihat begitu indah. Suzy selalu terkagum setiap ia datang ke ruang kerja Jiyong, namun kali ini decak kagum itu tertelan karena ketakutannya.

Suzy tahu, kakaknya pasti akan memaksa Suzy untuk putus dengan Sejong.

"Aku tidak habis pikir bahwa adikku yang polos dan sangat kusayangi ini bisa membohongiku." Suara Jiyong menghantam dada Suzy sampai kebagian terdalam. Dingin.

Suzy menelan saliva. Sejujurnya ia juga tidak berniat berbohong seperti ini kepada keluarganya kalau saja mereka mau menerima Sejong dan status pekerjaan lelaki itu.

Keduanya kini duduk saling berhadapan diatas sofa yang biasa di fungsikan tempat Jiyong menandatangani kontrak penting atau mempelajari berkas-berkas yang di berikan oleh sir Gordon kepadanya. Jadi Suzy tahu seberapa 'panas' nya kursi yang sedang diduduki nya ini.

"Aku tidak berniat untuk membohongi Appa, Eomma dan juga kau, Oppa..." Suzy memandang Jiyong dengan rasa bersalah yang berkecamuk. Ia sangat menyayangi keluarganya, namun ia juga mencintai kekasihnya.

"But you did it, Suzy." Kata-kata tegas itu laksana samurai yang langsung menghujam dada Suzy. Wajahnya kaku dan air mata nya sepertinya akan tumpah saat ini juga, namun Suzy mencoba bertahan, "Mom and Dad should to know this."

Dan hujan itu akhirnya turun. Tanpa bisa diduga dan ditahan lebih lama lagi. Suzy menangis, tubuhnya bergerak mendekati sang kakak lalu berlutut disampingnya dengan tangan memegang satu tangan Jiyong dengan tatapan memohon, "Oppa, kumohon jangan beritahu mereka" pintanya dengan memelas.

Suzy tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya kedua orang tua mereka jika tahu Suzy berbohong selama ini.

Mata Jiyong menyipit, "Baiklah." Ucapan itu membuat binar di mata Suzy sedikit muncul, namun dengan cepat menghilang seiring dengan kalimat lanjutan dari Jiyong, "Dan sebagai gantinya, Sejong harus melupakan karirnya itu."

"What do you mean?"

"Aku tidak suka, kau, adik kesayanganku, masih berhubungan dengan Sejong. Dia hanya karyawan yang bekerja mencari uang dengan cara melukis, Suzy. Astaga..." Jiyong mengusap wajahnya menggunakan telapak tangan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Perusahaan dan adiknya jika Suzy terus saja keras kepala dan tidak berpikir realistis.

"Aku mencintainya, Oppa!"

"Suzy, dengar." Jiyong berucap dengan nada melunak, "Kita hidup di jaman dimana memesan makanan saja hanya dengan satu sentuhan. Bagaimana bisa kau di butakan oleh cinta?"

"Aku tidak buta karena cinta!"

"Yes, you are." Jiyong berdiri, berjalan kearah meja kerjanya lalu berucap, "Dua minggu lagi Lisa dan Aku akan terbang ke Seoul. Aku harap kau akan membawa kekasihmu yang sesuai dengan kriteria Ayah, Ibu dan Aku."

"Oppa!" Suzy berseru, suaranya gemetar seperti ingin menangis.

Namun, Jiyong tidak peduli dan terus melanjutkan kalimatnya yang belum selesai, "Demi karir Sejong, Suzy. Dan demi kelanjutan perusahaan kita. Kalau kau masih tidak menurut, aku akan menjodohkanmu dengan temanku yang sudah memiliki cucu."

AFTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang