22

4.1K 547 28
                                    

Seoul, 2003.

Toko-toko kue dan jalanan di sepanjang Seoul sudah penuh dengan hiasan berwarna merah yang identik untuk menyambut natal. Keceriaan yang nampak juga terpancar dari wajah salah satu dari dia sosok yang berbeda—lelaki dan perempuan—yang menatap es krim nya.

Dua sosok anak manusia itu saat ini sedang duduk berhadapan di depan salah satu meja didalam kedai es krim langganan mereka. Sang gadis yang sibuk melahap es krim rasa green tea dalam ukuran cup besar, sedangkan, si lelaki hanya mengamati tanpa menyicip es krim miliknya.

Mata lelaki itu menatap si gadis tanpa berkedip. Sedangkan jemari kanannya digunakan untuk mengaduk-aduk es krim rasa cokelat yang ada diatas meja, di depannya.

Menyadari hal itu, sang gadis mendongakan kepalanya dan menatap si lelaki yang masih saja menatapnya dengan senyuman.

Gadis itu mengerutkan dahi, "Mengapa kau tidak memakan es krimmu?" ucapnya. Tangannya kembali bergerak menyendok es krim dan membawanya kedalam mulut. Lelehan dingin es krim rasa green tea itu memenuhi indra perasanya. Rasa segar yang khas dirasakan ketika memakan es krim kesukaannya langsung memenuhi kerongkongannya sampai membuatnya merasa tenang.

Belum menjawab pertanyaan si gadis yang ada didepannya itu, Jemari lelaki itu terulur mengusap sudut bibir sang gadis yang bermulumuran es krim.

"Kau selalu saja memakannya seperti bayi." Kekeh si lelaki.

Sang gadis cemberut mendengarnya. Namun, dirinya tidak menepis tangan si lelaki yang masih mengusap sudut bibirnya itu.

"Jadi, apakah kau sedang diet, Myungsoo?" tanya si gadis itu lagi.

Lelaki yang dipanggil Myungsoo itu mengernyit bingung, "Maksudmu?"

Si gadis mengedikan bahu malas, dan kembali menyuapkan sesendok besar es krim nya. "Kau sama sekali tidak menyentuh es krim mu. Sedangkan milikku sudah mau habis."

Myungsoo terkekeh kembali. "Kau mau?"

"Aku tidak suka cokelat. Kau tahu itu." Gadis itu memutar bola matanya malas.

Myungsoo hanya mengangguk-angguk. Lelaki itu terlalu paham akan apa yang disukai dan tidak disukai gadis di depannya ini. Sudah tiga tahun mereka bersahabat dan satu tahun mereka menjalin hubungan jadi tidak mungkin lelaki itu tidak mengetahui apapun tentang gadis didepannya ini.

Matanya melirik kembali satu amplop yang ada dalam pangkuannya. Myungsoo memejamkan matanya sesaat kemudian membukanya lagi, Dia bingung harus mengatakan apa kepada gadis didepannya ini.

"Suzy..." Panggil Myungsoo.

Gadis itu hanya bergumam menjawab panggilan si lelaki tanpa benar-benar menatap lelaki itu.

"Aku..."

"Kita jadi kan masuk ke SMA yang sama? Kau bilang orangtua mu sudah setuju kau sekolah di Seoul." Ucapan lelaki itu terpatahkan sebelum sempat ia melanjutkannya.

"Eugh, itu..." Myungsoo menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia bingung harus bagaimana mengatakannya. Jemarinya meremas kertas yang ada di pangkuannya itu.

Kertas beramplop putih yang berisikan tiket penerbangannya ke Italy. Dia bahkan belum memikirkan untuk pindah lagi kesana, namun ternyata kedua orang tuanya sudah lebih dulu bertindak. Kedua orangtua Myungsoo yang berada di Italy, semalam menelepon lelaki itu dan menyuruh Myungsoo segera meninggalkan Seoul karena menurut sang Ayah, Myungsoo harus mendapatkan pendidikan yang lebih baik sebagai penerus Bluzt, kelak.

Kedua orangtua Myungsoo pindah dan menetap di Spanyol sekitar dua tahun yang lalu. Saat kakeknya sudah mulai sakit-sakitan. Sedangkan, Myungsoo karena lelaki itu harus melanjutkan sekolahnya sampai akhir, sehingga ia menetap di Korea bersama asisten rumah tangga nya.

"Waeyo? Kau tidak mau satu sekolah lagi denganku, huh?" Suzy meletakkan sendok es krimnya, perasaan kesal langsung melingkupi hatinya. Matanya menatap sedih lelaki dihadapannya itu.

"Bukan begitu. Tapi..." aish, mengapa mengatakan yang sejujurnya begitu sulit? Batin Myungsoo.

Dengan menghela napas tak kentara, Myungsoo menggenggam tangan kanan milik gadis itu,

"Suzy, bagaimana jika kita melihat sunset sore nanti?" ucap Myungsoo pada akhirnya.

Suzy membelalakan matanya, lalu melepaskan tangannya yang digenggam oleh Myungsoo kemudian tersenyum, "Call!"

***

"Dimana dia..." desah Suzy.

Gadis itu duduk di satu bangku halte dimana dia dan Myungsoo janjian. Tempat busway yang akan membawa mereka ke salah satu pantai, untuk melihat sunset. Tapi, sudah dua puluh lima menit berlalu sejak jadwal janji temu mereka, Myungsoo belum juga sampai di halte ini.

Telepon nya tidak diangkat. Pesannya pun tidak dibalas.

10 panggilan suara. 15 pesan singkat. Dan, satupun tidak ada yang di balas? Benar-benar...

Suzy menggenggam tali slingbag nya dengan sedikit remasan. Mencoba menahan tangis yang hampir saja keluar dari kedua pelupuk mata indahnya. Dan ketika Myungsoo tak kunjung datang sedangkan senja telah menghilang, Suzy memutuskan kembali kerumah. Berpulang dengan kesedihan, dan mendapati satu pesan pada esok paginya.

Dari, Kim Myungsoo.

***


Seoul, sekarang.

Suzy terbangun dari mimpinya, Matanya menyalang ditengah gelapnya ruang tidur. Dapat dipastikan jika ini masih larut malam karena bagian luar gorden belum menyembul sinar-sinar mentari yang menandakan jika hari sudah pagi. Ia merasakan hembusan napas hangat di ubun kepalanya, dan juga kaki yang melingkar di pinggang telanjangnya langsung menyadarkan Suzy kalau dirinya sedang naked di balik selimut coklat itu.

Bayangan percintaannya dengan Myungsoo langsung menyerbu pikirannya tanpa ampun. Seperti yang orang-orang kebanyakan bilang, obat terbaik dari rasa kesal adalah making love. And, they did it. Setelah melampiaskan kekesalannya pada Myungsoo, bercinta dengan lelaki itu adalah obatnya. Suzy meruntuki tubuhnya yang selalu memberikan respon positif meskipun dirinya sedang kelewat kesal dan marah kepada lelaki itu. Dia kadang menyadari jika tubuhnya begitu murahan bila sedang bersama Myungsoo. Namun, mendengar makian Myungsoo kepada Naeun saat wanita itu menelpon sore tadi sedikit menimbulkan efek senang dihatinya. And she doesn't know why. Percintaannya semalam dengan Myungsoo juga tidak jauh berbeda dari yang sudah-sudah, Myungsoo tidak kenal lelah namun malam ini lelaki itu sedikit lembut, mungkin karena Suzy telah memberitahunya bahwa ia sedang mengandung anak mereka. Dan ekspresi Myungsoo kaget bercampur senang itu jugalah yang tanpa sadar membuat hatinya menghangat.

"Kau bermimpi, hm?" Suara serak setengah sadar terdengar pelan. Suzy lantas mengangguk dalam dekapan Myungsoo.

"Kau mimpi buruk?"

Suzy menggeleng, "Aniyo. Aku bermimpi tentang masa lalu kita..."

"Kenapa bisa, hm?" Myungsoo mengeratkan pelukannya. Matanya masih terpejam, namun indera telinganya tetap berfungsi.

"Aku tidak yakin, mungkin karena kau berjanji mengajakku melihat sunset tapi tidak kau tepati. Dan hari ini kau baru menepatinya, mengajakku melihat sunset..."

Myungsoo mengusap punggung Suzy dengan sayang, "Mianhae, karena aku hanya pamit lewat pesan singkat dan membuatmu menunggu."

Suzy terdiam. Namun, jauh didalam hatinya ia sudah memaafkan.

***

Di tayangkan ulang karena sudah di
-REVISI-

AFTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang