4. Selalu ada.

1.7K 133 11
                                    

"Jika jarak terdekat antara dua orang adalah tertawa maka yang membuat mereka berjauhan adalah saling berdiam diri."
.

.

Gadis berseragam putih abu-abu itu sedang duduk bersama teman-temannya.

Dia memulai percakapan yang hampir membuat semua temannya tersedak akibat perkataannya.

"Kemaren pas lo semua lagi ke kantin, Adrian nyamperin gue." Ucapnya.

"Serius lo? Ngapain dia?" Tanya Kika mewakili teman-temannya yang pasti satu pemikiran dengannya.

"Gak tau, gue aja kaget. Bahkan hp gue hampir jatoh ke lantai kalo gak buru-buru dia tangkep." Jawab Rahel.

"Terus-terus gimana?" Sekarang giliran Adara yang bertanya.

"Yah gitu, kita berdua tiba-tiba flashback. Singkat sih, tapi ninggalin bekas." Jawab Rahel sambil memamerkan deretan giginya.

"Gila emang lo berdua, gak ada canggung-canggungnya walaupun udah putus. Jarang-jarang orang putus terus masih berkomunikasi baik sama mantannya." Ucap Kika sambil menggelengkan kepalanya.

"Ngapain harus canggung? Kita cuma sekedar mengingat doang. Lagi pula juga mengingatnya bukan berarti meminta dia untuk kembali." Jawab Rahel sambil tersenyum.

"Ya gue tau, tapi harusnya da ngertiin juga perasaan lo." Balas Adara kesal.

"Gue rasa gue harus sadarin lo semua kalo gue cuma sebatas masa lalunya. Sekarang dia udah bahagia sama orang lain, dan lo semua juga tau cewe itu siapa. Sekarang gini aja, gue udah gakpapa, jadi tolong berhenti buat nanyain perasaan gue." Jawab Adara.

Teman-temannya terdiam.
Benar yang di katakan Rahel, dia hanya sepenggal masa lalu dari kisah manis yang terjadi antara dirinya dan Adrian.

"Gue cuma gak mau egois untuk yang kesekian kalinya. Gue gak mau kejadian kayak gue sama Adel dulu terulang kembali. Lo semua tau gimana terpuruknya gue dalam rasa bersalah yang bahkan sampai sekarang rasa itu masih membekas di hati gue." Ucap Rahel sembari mengingat bagaimana yang telah terjadi dulu.

Adel yang kaget karna namanya dia bawa pun langsung tercekat.
Dia benci Rahel yang bersikap seperti ini.
Rahel selalu saja menyalahkan dirinya perihal kejadian yang telah terjadi hampir satu tahun yang lalu itu.

Adel tau bagaimana terluka nya Rahel saat itu.
Adel sudah mengatakan bahwa dia tak masalah, tetapi Rahel tetap saja menyalahkan dirinya sendiri.

"Please stop, lo selalu nyalahiln diri lo sendiri. Disini yang salah bukan cuma lo. Kenapa lo dari dulu keras kepala banget di bilangin?" Sungut Kika memandang wajah Rahel.

Rahel menghela napas berat, teman-temannya tidak suka jika dia sudah berbicara tentang kejadian satu tahun yang lalu itu.

Sebanarnya Rahel hanya sekedar ingin mengingatkan teman-temannya bahwa dia tidak ingin kejadian yang seperti itu terulang kembali.
Dia tidak ingin bahagia diatas penderitaan orang lain.

"Gue gak ngerti sama jalan pikiran lo. Gue pikir selama setahun ini lo udah lupain semua masalah itu dan berhenti merasa bersalah atas apa yang lo lakuin. Lo tau? Saat lo ngomong kayak tadi, luka yang sebenarnya hampir tertutup sempurna, sekarang jadi kembali terbuka lebar. Lo nyiksa diri lo sendiri dengan biarin luka itu terbuka tanpa ada yang mengobati." Jawab Adel sambil menoleh kearah Rahel yang sedang tertunduk lesu.

"Gue setuju sama Adel. Jangan bertingkah kayak gini lagi hel, jangan nyiksa diri lo dengal hal kecil kayak gini. Gak seharusnya lo buka paksa pintu yang udah lama terkunci dengan kekuatan lo. Yang ada tenaga lo bakalan habis karna udah coba buat buka pintu yang engselnya udah berkarat." Tambah Adara.

"Sorry." Cicit Rahel mengalah pada akhirnya.

Mereka semua menghela napas lega melihat Rahel yang mulai berhenti berbicara tentang masa lalunya.

"Lo gak perlu minta maaf, bukan lo yang salah. Tuhan emang sengaja buat mainin skenario nya buat lo, gue dan Adrian." Ucap Adel sembari tersenyum tipis.

"Tuhan punya rencananya sendiri hel, kita sebagai umatnya cuma bisa mengikuti alur ceritanya. Disitu kita di uji, apa kita sanggup buat ngejalanin semuanya atau gak." Tutur Kika sambil mengelus punggung Rahel.

Rahel tersenyum mendengar ucapan teman-temannya.
Tidak seharusnya dia menyalahkan dirinya sendiri karna kejadian setahun yang lalu.

Dia beruntung mempunyai sahabat yang selalu saja ada untuknya.
Walaupun terkadang sahabat-sahabatnya ini membuat Rahel kesal dan pusing setengah mati.
Tetapi ia bersyukur masih mempunyai orang-orang yang selalu menjadi pendengar dan pemberi saran terbaik.

"Mereka adalah salah satu alasan gue bahagia. Alasan gue memahami Cinta tanpa rupa, keluarga tanpa darah dan rasa sayang tanpa alasan."

.

.

I'm back!
Ngenes amat yah hidup si Rahel, untung ada temennya yang memberikan nasehat dan wejangan kalau gak bisa linglung tuh 😂😂
Makasih buat saran-sarannya nanti pasti bakal direvisi semua kok 😜

Jangan bosen kasih Vommen+ kritik dan saranya, Coz masih Newbe kakak😆😆

HOLD ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang