“Untuk kesekian kalinya aku jatuh dan untuk kesekian kalinya pula saat aku jatuh, ada bagian dalam diriku yang terluka. Namun luka itu tak terlihat oleh mu, hanya mampu kurasakan sendiri dalam diamku.”
..
Pagi ini kelas Rahel tampak sepi, tidak ada siswa laki-laki yang duduk di depan kelas. Begitu pula dengan anak perempuan yang biasanya telah ribut akibat bergosip di pagi hari.
Hari ini kelas Rahel sedang mengadakan ulangan harian Matematika. Atmosfer kelas tiba-tiba berubah menjadit dingin dan menembus kulit dan menancap dihati.
Mr. Arfa sedang memperhatikan siswa-siswinya yang sedang mengerjakan soal yang ia berikan, tatapan mata yang tajam dan sangat dingin seperti sebongkah es itu mampu membuat anak-anak kelas Rahel diam tak berkutik.
Rahel sedang sibuk mencoret-coret kertas cakaran nya untuk mencari hasil yang tepat, sesekali gadis berambut panjang itu mengerang frustasi melihat soal yang di berikan oleh Mr.Arfa.
Tanpa Rahel sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang tengah memperhatikannya. Ya, orang itu adalah Mr.Arfa.
Rahel memejamkan mata nya sebentar sembari menghela nafas untuk berpikir sejenak.
Ketika Rahel membuka mata, tatapannya tidak sengaja bertubrukan dengan mata Mr.Arfa yang sedang menatapnya.
Mereka berdua sama-sama tersentak kaget, namun Mr.Arfa buru-buru menetralkan kembali ekspresi wajahnya menjadi datar lalu mengangkat alisnya menggoda Rahel sebelum akhirnya mengalihkan pandangan nya kearah lain. Sedangkan Rahel, gadis itu masih saja diam karena tidak menyangka bahwa sedari tadi Mr.Arfa telah memperhatikan gerak-geriknya.
Kedua ujung bibir Rahel terangkat menjadi sebuah senyuman tipis, kemudian ia kembali mengerjakan soal yang masih tersisa dua nomor lagi.
Gadis itu memainkan rambutnya sembari berfikir tentang rumus yang akan ia gunakan untuk memecahkan soal ini.
Rahel telah mengumpat dengan berbagai macam bahasa di dalam hatinya. Karena melihat soal matematika yang sangat memuakkan ini.
Rahel bergumam pelan sembari berkata “Dear mathematics, I’m sick and tired of finding your “X”. Please just accept the fact that I can’t find your answer dude.” Dengan raut wajah yang di pastikan sudah sangat frustasi akibat soal matematika.
Mr.Arfa memiliki pendengaran yang sangat tajam, bahkan deru nafas orang yang duduk di bangku belakang pun bisa ia dengarkan.
Begitu pula dengan perkataan Rahel barusan, Mr. Arfa terkekeh geli mendengar ucapan gadis itu.
Tidak terasa bel pun telah berbunyi, yang mengharuskan mereka untuk segera mengumpulkan kertas-kertas yang telah mereka isi dengan deretan rumus matematika dan cara pengerjaannya.
Mr.Arfa menghitung dari angka 10 ke bawah, siapa yang telat mengumpulkan kertas jawabannya, Mr. Arfa tidak akan mengambil kertas itu lagi.
Teman-teman Rahel berbondong-bondong mengumpulkan kertas jawaban mereka ke hadapan Mr. Arfa. Setelah kertas itu terkumpul semua, Mr. Arfa keluar dari kelas Rahel sembari senyum miring tercetak di bibirnya.
Rahel dan teman-teman nya pun membentuk sebuah kelompok untuk bergosip ria.
“Gila Mr. Arfa, ganteng sih iya tapi kelakuannya killer amat.” Gerutu Reka yang sudah duduk di atas meja kelasnya.
“Yoi. Terus tatapan mata nya tajem amat kayak mau makan orang.” Tambah Putri sembari bergidik ngeri.
Rahel yang mendengar celotehan-celotehan temannya pun hanya bisa terkekeh geli. Ia akui memang Mr. Arfa adalah orang yang sangat mengerikan bila sedang memberikan ulangan harian seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ON
Teen FictionAda beribu pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya. Contohnya seperti Apakah cinta nya akan hilang untuk yang kedua kalinya? Apakah dia akan tetap tinggal dan tidak akan pergi seperti dulu? Apakah kenangan yang dia berikan sekarang akan lebih ind...