24. Seharusnya, Shocked, Bunuh, dan Dewa Kematian.

2.2K 187 22
                                    


Temuin gue kalau lo udah nggak kesurupan lagi.

Benar.

Seharusnya Rio yang menemuinya jika memang cowok itu sudah tidak kesurupan hantu toilet di restoran Rafala kemarin sore.

Seharusnya dia menjauhi Rio sebentar sampai kemarahan Rio menghilang.

Seharusnya dia membiarkan Rio sendiri dulu untuk merenungkan kesalahannya sampai pemuda itu sendiri yang menemuinya dan meminta maaf.

Ya, seharusnya memang begitu.

Tapi kata 'seharusnya' hanyalah tinggal kata. Karena sekarang dia lah yang menemui Rio saat cowok itu keluar dari ruang kepala sekolah, dia lah yang menyeret Rio ke UKS, dan sekarang dia juga yang mengobati luka-luka Rio.

"Maaf,"

Ify menatap Rio sebentar yang tengah duduk di tepi ranjang UKS, kemudian kembali fokus untuk mengobati luka di dahi Rio dengan kapas yang sudah diolesi cairan alkohol, lalu menempelkan hansaplast untuk menutupi luka di dahi Rio.

"Maaf untuk kemarin dan hari ini." Rio menatap Ify dengan perasaan bersalah.

Dia tahu seharusnya kemarin dia tidak membentak dan memarahi Ify. Seharusnya dia bisa mengendalikan emosinya sendiri. Seharusnya dia tidak bersikap kekanakan dengan melampiaskan kemarahannya pada Ify. Dan seharusnya dia mengejar Ify atau menemui gadis itu kemarin di rumahnya dan meminta maaf.

Ya, seharusnya begitu.

Bukan melampiaskan kemarahannya lagi dengan mengikuti balapan motor liar dan mencari masalah dengan Angga dan The Dangers.

"Fy," panggil Rio pelan pada gadis yang tengah berdiri di hadapannya sembari mengobati luka lebam di wajahnya.

Ify hanya diam. Dia masih fokus untuk mengobati luka-luka lain di wajah Rio yang babak belur. Membersihkan lukanya dengan cairan alkohol dan juga mengompresinya dengan es batu. Dia bahkan heran kenapa Rio suka sekali membuat wajahnya babak belur seperti ini. Apakah Rio tidak merasakan sakit atau perih di wajahnya yang dipenuhi luka lebam itu. Dia saja yang mengobati luka itu ngeri sendiri jika luka-luka itu menghiasi wajah putihnya.

"Fy gue minta maaf. Gue tahu gue salah, nggak seharusnya gue--"

"Lo ada masalah apa sama The Dangers sampai berantem segala?" kata Ify mengalihkan pembicaraan.

Rio menghela napas pelan, "Tadi malem gue balapan motor sama Angga dan dia kalah. Angga nggak terima kalau gue ngalahin dia, terus pas gue mau manjat gerbang karena gue berangkat kesiangan, dia dan gerombolannya datang dan ngeroyok gue.

"Lagian Angga sama komplotannya bodoh banget, seharusnya dia nyari tempat sepi kalau mau ngeroyok gue bukannya di depan gerbang sekolah yang otomatis pasti bakal dilihat banyak orang."

"Tapi kenapa lo marah banget sama Angga?" tanya Ify sembari mengompresi rahang Rio yang lebam dengan es batu yang telah dibaluti kain itu.

Rio meringis pelan ketika Ify tak sengaja menekan lukanya dengan kuat, "Sorry," Ify meringis merasa bersalah.

Rio mengangguk pelan.

"Angga ngerobek foto bunda gue."

Ify mengernyit bingung. Foto? Cuma karena foto ibunya Rio marah sama Angga? Seharusnya Rio tidak semarah itu. Dia pasti punya banyak foto ibunya, kan?

"Itu foto bunda yang gue punya satu-satunya," kata Rio mengetahui kebingungan di wajah gadis itu. "Dan Angga malah ngerobek foto itu dengan sengaja."

"Lo bisa ketemu nyokap lo dan foto bareng lagi, kan?"

Rio menundukkan kepalanya, menggoyang-goyangkan kakinya pelan, "Nyokap gue udah meninggal," Rio mendongak, menatap Ify yang terlihat sangat shcok dengan kedua mata yang melotot sempurna dan mulut yang sedikit terbuka. "Dan gue yang udah membunuhnya," ucap Rio akhirnya disertai senyuman kecut.

Till the Sun RisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang