02. Maaf dan 7 Permintaan.

3.5K 306 166
                                    

Dengan susah payah Ify menyamakan langkah kakinya dengan Rio yang berjalan cepat di tengah koridor sambil membawa karung(?) yang berisi bola basket.

"Tikus lo marah ya sama gue?" tanya Ify sembari berlari kecil menghampiri Rio yang berjalan cepat di depannya. Tak ada jawaban dari Rio, pemuda yang merupakan kekasihnya itu tetap diam dengan wajah datar dan dinginnya.

"Tikus," panggil Ify lagi.

Rio semakin mempercepat langkahnya menuju lapangan meninggalkan Ify yang kini terdiam mematung di tempatnya.

"Lo beneran marah sama gue. Maaf udah buat lo ketakutan tadi," gumam Ify menyesal.

***Till The Sun Rises***

"Pak, ini bola basketnya," ujar Rio seraya menaruh bola basket di hadapan Pak Herman.

"Bukannya Ify yang saya suruh untuk mengambil bola di gudang? Kenapa malah kamu yang bawa bolanya?" tanya Pak Herman bingung, pasalnya dia menyuruh Ify bukan Rio.

"Saya bertemu dia di gudang jadi saya bantuin dia bawa bolanya, Pak," jelas Rio.

"Ya sudah, cepat kamu ganti seragam kamu dengan baju olahraga. Dan inget Rio, jangan tidur saat pelajaran saya di mulai. Hari ini ada test basket, jika kamu tidak mengikuti test itu maka terpaksa saya akan melaporkan kamu pada orang tuamu, mengerti." Rio hanya mengangguk, dia sudah terbiasa dengan peringatan seperti itu.

Test basket. Sepertinya ia tak akan mengikuti test itu. Hari ini ia sangat malas untuk berolahraga dan lebih baik ia mengistirahatkan tubuhnya di rooftop sekolah, tempat favoritnya.

Rio melangkah pergi dari hadapan Pak Herman, membenarkan tas ransel di bahunya yang sedikit merosot. Sementara itu, Alvin dan Cakka menatap Rio yang pergi dari lapangan dengan pandangan bingung dan heran.

"Vin, bukannya yang ngambil bola itu Ify? Kenapa malah Rio yang ngambil bolanya?" tanya Cakka bingung. Alvin hanya mengendikkan bahunya pertanda bahwa dia tidak tahu.

"Tapi kalo mereka bertemu di gudang kenapa mereka nggak bareng aja ke lapangannya?" Cakka kembali bertanya tapi tak sekalipun sahabatnya itu menjawab pertanyaannya.

Alvin hanya diam dan tak menghiraukan perkataan Cakka. Pemuda berwajah oriental itu malah menatap Ify yang berjalan lesu menghampiri Pak Herman lalu bergabung dengan kedua sahabatnya, Via dan Agni. Kernyitan bingung di dahinya menghiasi wajah pemuda itu.

Pasti ada masalah di antara mereka, gumam Alvin tak jelas.

"Vin, lo dengerin gue nggak sih?!" Cakka berucap kesal karena Alvin sedaritadi hanya diam tak menjawab semua pertannyaan yang ia lontarkan. Dan ia semakin kesal saat sahabatnya itu malah melengos pergi meninggalkannya sendiri.

***Till The Sun Rises***

Suasana kantin SMA Harapan Bangsa saat ini lumayan sepi. Maklum saja, saat ini belum waktunya istirahat dan kantin itu hanya diisi murid-muris kelas XI-IPA 4 saja yang diperbolehkan istirahat karena masih ada jam olahraga lagi. Dan sebagian dari mereka sangat memanfaatkan waktu yang hanya diberi 20 menit untuk istirahat sebentar sebelum olahraga dimulai kembali.

Di sebuah meja yang terletak di pinggir jendela yang memperlihatkan keindahan taman sekolah SMA Harapan Bangsa, Ify duduk bersama Sivia dan juga Agni.

Ify mengaduk-aduk asal bakso di mangkuknya, tak ada niatan sekalipun untuk memakan makanan itu, membuat kedua sahabatnya mengernyit bingung dengan kelakuan Ify yang aneh tak seperti biasanya. Gadis itu terlihat murung seperti ada masalah.

Till the Sun RisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang