39. Sebuah Umpan

1.5K 136 22
                                    


DOR

Suara tembakkan itu terus terdengar dalam kedua telingannya, tangannya memegang erat handle hand kala mobil yang dikemudikan Bagas melaju teramat kencang. Ify memejamkan mata, berdoa agar mereka berdua selamat dan Alvin ataupun Cakka cepat datang untuk menyelamatkan mereka.

Namun sepertinya Tuhan berkata lain, salah satu mobil yang mengikuti mereka melaju kencang menyalip mobil mereka dan berhenti hanya untuk menutup jalan sekitar seratus meter di depan sana. Dengan refleks pak Bagas menginjak rem untuk menghindari tabrakan yang akan terjadi. Suara decitan ban yang berbenturan dengan aspal terdengar dalam keheningan malam itu yang entah bagaimana tak ada mobil lain yang melewati jalan yang mereka lewati hanya ada mobil Pak Bagas juga satu mobil di depan dan satu mobil yang mengikuti mereka berdua di belakang. Di sekeliling mereka hanyalah pohon-pohon lebat. Mobil Pak Bagas berputar 45 derajat dengan posisi yang miring ke kanan, decitan mobil masih terdengar hingga berhenti ketika mobil itu berhenti melaju tepat hanya berjarak lima meter dari mobil yang menghalangi merek.

Ify maupun Bagas terdorong ke depan kala mobil telah berhenti, beruntung sabuk pengaman yang mereka berdua kenakan menyelamatkan mereka dari segala benturan yang akan terjadi.

Gadis itu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya kala merasakan dadanya yang terasa sesak akibat kejadian menegangkan barusan. Dia sangat takut, jika Pak Bagas terlambat meski hanya sedetik Ify tak yakin jika mereka berdua akan selamat mengingat seberapa cepat Pak Bagas melajukan mobilnya di atas rata-rata. Bisa saja mobil Pak Bagas juga mobil di depan itu akan saling bertabrakan satu sama lain, bergulingan di atas aspal, lantas kemudian meledeka. Membayangkan itu semua membuat Ify tanpa sadar bergidik ngeri.

Sementara Bagas dengan kesal memukul stir mobilnya lantas berdecak, sadar jika mereka telah terkepung dengan dua mobil yang menghalangi jalan agar dia tak bisa melajukan mobilnya kembali.

"Kita tak bisa lari bahkan untuk menghindar dari mereka lagi." Ungkapnya kesal.

Ify menoleh, mendapati Pak Bagas yang mengusap kasar rambutnya melampiaskan emosinya. "Lalu apa yang akan kita lakukan?" tanyanya pelan. Dia bingung, pikirannya terasa buntu hanya untuk memikirkan ide bagaimana mereka akan kabur sementara orang-orang yang berada dalam dua mobil itu mulai ke luar dari mobil mereka masing-masing.

"Tidak ada. Kita tak bisa melawan mereka semua, kita kalah jumlah dan mereka juga membawa senjata. Satu-satunya cara adalah menunggu Andi dan yang lainnya datang mrnyelamatkan kita."

Itu memang benar, tetapi Ify tak yakin jika mereka berdua harus menunggu bantuan sementara dia melihat bagaimana orang-orang itu menyeringai meremehkan mereka. Dan mungkin tak lebih dari lima menit lagi orang-orang itu akan menyerang atau membunuhnya dan Pak Bagas. Entahlah, dia tak tahu.

Dia bahkan tidak tahu kenapa orang-orang itu tiba-tiba saja mengikuti mobil mereka dan menembak mobil Pak Bagas berkali-kali.

"Sebenarnya mereka siapa? Kenapa ada senjata? Kenapa mereka mengikuti kita?" Tanya Ify beruntun.

Bagas menghela napas. Dia tak tahu. Malam ini dia hanya ingin mencari Rio, anaknya yang telah lama menghilang dan diculik Antonio dan bukan ingin berurusan dengan orang-orang yang tak dia kenal dengan pistol di tangan mereka.

Tunggu, Antonio? Apakah orang-orang bersenjata itu berhubungan dengan Antonio? Apakah Rio dibawa mereka?

"Mungkinkah mereka orang-orang suruhan Antonio?"

Pertanyaan yang diungkapkan Ify membuatnya semakin yakin dengan apa yang sedan dipikirkannya, "Mungkin."

***Till the Sun Rises***

Till the Sun RisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang