Bagian Ke-2

1.8K 70 5
                                    

Bel istirahat telah berbunyi, aku yang tadinya menaruh kepalaku di atas meja kini mendongak menatap semua teman-teman sekelasku yang sudah berhamburan pergi ke luar kelas─ke kantin. Aku menatap Rachel duduk di sebelahku sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, dia balas menatapku seperti bicara 'apa?' dan aku hanya menggelengkan kepala.

"Kantin yuk!" ajaknya setelah selesai memasukkan bukunya dan menggendong tas ranselnya di bahu kiri.

"Ayuk!" balasku antusias karena memang sudah sedari tadi perutku berbunyi meminta diisi. Aku bangkit dari dudukku dan menggendong tas ranselku di punggung.

Kami berdua berjalan ke luar kelas dengan tangan bertautan.

Sesampainya di kantin kami mencari bangku yang kosong, aku mengedarkan pandanganku dan melihat bangku kosong yang terletak di paling ujung. Tidak apa, yang penting kami bisa duduk. Aku dan Rachel segera pergi ke sana. Saat aku menjatuhkan bokongku di kursi, mataku tidak sengaja menangkap beberapa orang yang tadi pagi kulihat─dan lagi, mereka menjadi pusat perhatian. Mungkin karena si perempuan yang cantik dan ketiga laki-laki yang tampan itu.

"Yan, lo mau pesen apa?" tanya Rachel menyentakku dari pikiran tentang mereka.

"Hah? Kalo elo?" tanyaku balik, aku melihat ke arah mereka lagi.

"Salad." jawabnya sambil menatapku dengan bingung. "Lo liatin apaan sih?"

Aku dengan cepat kembali menengok ke arahnya agar dia tidak curiga. "Ah? Nggak, nggak ngeliatin apa-apa. Tadi itu, gue kira ada anak yang mirip sama temen SMP gue, eh pas gue liat lagi ternyata bukan." bohongku. "Eh gue samain aja deh sama pesenan lo."

Rachel membalasnya dengan anggukan. "Yaudah, gue pesenin dulu ya makanannya, lo jagain tempat." ujarnya sebelum pergi.

Sekitar 5 menit lebih aku menunggu Rachel di tempatku, dan dia kembali dengan 2 piring salad di tangannya.

"Maaf ya lama, abis rame banget," ucap Rachel sambil duduk di hadapanku, dia menaruh 2 piring salad itu di atas meja dan mendorong salah satunya ke dekatku.

Aku mengangguk, lantas mengambil garpu dan mulai melahap salad milikku.

"Gue mau tanya deh," aku membuka pembicaraan.

Rachel menatapku dengan alis tertaut. "Apa?"

"Mereka satu middle school sama lo pas di NY kan?" aku beralih menatap mereka, Rachel mengikuti arah pandangku.

"Kenapa?" tanya Rachel kembali menatapku.

"Mereka memang selalu kayak begitu ya? Jadi pusat perhatian?" aku menatap Rachel penasaran.

Rachel memutar kedua bola matanya, lalu menggigit salad yang dia sodorkan ke mulutnya sendiri. "Ya." jawab Rachel tanpa niat.

Aku mengangguk sambil menatap mereka lagi.

"Sebaiknya lo nggak perlu kenal mereka," suara Rachel terdengar.

Aku menaikkan sebelah alisku. "Kenapa?"

"Ya nggak perlu aja," Rachel melipat tangannya di atas meja. "Jangan terlalu penasaran." dia menatapku tajam.

"Kenapa?" aku bertanya lagi.

"Lo tau? Dulu gue pernah suka sama salah satu dari mereka, dan itu semua jadi rumit, intinya jangan jadiin rasa penasaran lo jadi bahaya tersendiri buat lo." Rachel menengguk minuman yang tadi dia bawa saat pergi ke kantin.

"Maksud lo mereka bahaya?" aku masih tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Rachel.

"Ya, memang di luarnya mereka keliatan seru orangnya, tapi di saat lo memberikan kesan buruk sama mereka dan mereka ngebenci lo, mereka bakal buat lo menderita secara perlahan-lahan, apalagi kalo lo terlalu penasaran sama hidup mereka." Rachel menjilat bibirnya. "Udah ah, nggak usah ngomongin mereka."

Aku mengangguk lalu menatap mereka lagi untuk terakhir kalinya. "Lo sekarang sudah punya pacar?" tanyaku mengalihkan topik.

Rachel mengangguk, senyum tipis terukir di wajahnya.

"Siapa namanya?" aku menggoyang-goyangkan tangan Rachel di atas meja.

"Calum." jawab Rachel, kedua pipinya terlihat merona saat menyebutkan nama pacarnya.

"Ah, Rachel udah gede, udah punya pacar." kataku menggoda Rachel, sedangkan Rachel hanya tersenyum malu-malu membuat tawaku pecah saat itu juga.

"Chel, gue pulang duluan ya, Bang Rey udah jemput," pamitku kepada Rachel yang masih sibuk mencatat tulisan di papan tulis.

Rachel mendongak, menatapku yang sudah siap dengan tasku lalu mengangguk. "Oke."

"Lo balik sama siapa?" tanyaku sebelum beranjak pergi.

Senyum Rachel mengembang. "Sama pacar dong,"

"Ah iya tau deh yang udah punya pacar mah, yaudah gue duluan, jangan kangen." ujarku lalu ke luar dari kelas, Rachel di tempatnya sempat mencibir.

Aku berjalan di sepanjang koridor yang masih ramai padahal bel pulang sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Aku menerobos beberapa kerumunan dan sampai di depan sekolah 5 menit kemudian.

"Lama amat lo," suara Bang Rey terdengar dari sampingku.

"Tadi rame banget." jawabku sambil berjalan ke arah mobil, diikuti bang Rey di belakang.

"Mau jalan-jalan?" Bang Rey bertanya saat terjadi keheningan di antara kami.

"Nggak ah, langsung balik aja Bang."

Terdengar Bang Rey berdecak pelan. "Padahal gue bete banget di rumah,"

"Kalo tugas gue nggak numpuk mah ayo-ayo aja Bang, masalahnya tugas numpuk banget, padahal baru juga masuk," aku mengeluh.

Bang Rey kini tertawa. "Memang lo kira high school enak? Baru masuk aja udah begitu gimana nanti ke depannya? Makannya, jangan terlalu percaya sama cerita-cerita yang ada di novel. Ntar udah kayak gini lo malah pengen lagi balik ke middle school kan."

"Ih Abang tau aja," aku tertawa kecil.

9 Juni 2016.

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang