Setelah hari itu─hari di mana aku diperkenalkan di depan teman-teman Alissa. Aku menjalani hariku seperti biasanya.
Alissa sudah tidak pernah menahanku atau berbicara panjang lebar lagi saat bertemu denganku, melainkan hanya tersenyum.
Sebenarnya perubahan ini tidak mempengaruhi apa-apa, karena mereka datang ke kehidupanku juga begitu terburu-buru. Bahkan kalau mereka berperilaku seperti itu saja terus juga aku tidak akan bermasalah. Kecuali, jika aku sudah berada di tengah mereka dengan jangka waktu yang lama, di situ mungkin aku akan mempermasalahkan.
Aku memijat pelipisku lembut saat tiba-tiba rasa pusing menjalar di kepalaku. Sepertinya aku terlalu banyak pikiran─atau mungkin terlalu banyak berpikir, sehingga kepalaku bisa tiba-tiba pusing begini. Memang sebenarnya ada sesuatu pertanyaan yang mengganjal di otakku.
Yaitu, "Kenapa mereka mendekatiku secara tiba-tiba?" Ralat, bukan mereka, tapi Alissa. Padahal aku hanya tertangkap basah saja memperhatikan mereka dari jauh saat itu. Tetapi kenapa dia melakukan ini?
Dan kemudian, kenapa dia bersikap seperti biasa lagi?
Jika dilihat, mungkin terlalu banyak pertanyaan-pertanyaan yang hinggap di otakku, dan itu terlalu rumit untuk diketahui jawabannya.
Aku menghembuskan napas pelan. Biar waktu yang menjawab semuanya.
"Jean!" panggil Guru di depan membuat lamunanku terbuyar.
Aku menatap Guru matematikaku dengan pandangan bertanya dan senyum kikuk.
"Kamu bisa menjawab soal nomor 5?" tanya Mrs. Anet.
Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Jawabannya tulis di papan tulis." perintah Mrs. Anet langsung.
Aku lagi-lagi mengangguk. Kemudian melangkahkan kaki ke depan kelas untuk dan menuliskan jawaban di whiteboard.
─
"Jean, lo kenapa deh?" tanya Rachel melempar potongan kripik kentang kepadaku.
Aku hanya menatapnya sebal, sebelum bertanya. "Emangnya gue kenapa?"
Rachel gantian yang menatapku sebal, dia menoyor kepalaku pelan. "Ye, ditanya malah balik nanya."
Aku hanya menghembuskan napas berat sebelum menatap sahabatku itu. "Gue lagi pusing aja, banyak banget pertanyaan-pertanyaan yang nggak terjawab di otak gue."
Rachel bergeser mendekat kepadaku. "Pertanyaan apa?"
"Ya gitu, tentang pertanyaan yang dikasih waktu itu padahal kita belum diajarin sama sekali." balasku membuat Rachel laki-laki menoyor kepalaku.
"Ish! Lo apaan sih! Demen banget noyorin kepala orang." gerutu sambil mengerucutkan bibir.
Rachel berdecak. "Abis lo sih! Gue kira mah pertanyaan apaan, pertanyaan yang mengangkut tentang percintaan atau sebagainya, ini mah malah tentang pelajarannya si Mr. Jenggotan itu." balas Rachel.
Aku hanya terkekeh. "Ya abis kan gue pusing banget, makannya lo juga! Jangan apa-apa yang disuruh kerja gue dong! Lelah hayati." aku memegang dadaku sambil memasang wajah paling dramatis.
Rachel hanya tertawa sambil melempariku lagi dengan keripik kentangnya. "Muka lo najisin."
"Yang penting cantik!" aku gantian memasang ekspresi wajah sok imut.
"Mau muntah gue." tawa Rachel masih meledak sedangkan aku hanya tertawa kecil.
"Eh, lo jadi ikutan program pertukaran pelajar?" tanya Rachel saat tawanya sudah reda.
Aku hanya membalasnya dengan anggukan kecil.
"Ke Indo kan?" Rachel menatapku dengan alis yang dinaikkan.
Aku hanya mengangguk.
"Kenapa harus ke sana?" tanyanya lagi.
"Ya, soalnya jarang aja gitu yang mau ikutan program pertukaran pelajar ke Indonesia." balasku sambil menyesap minumanku untuk terakhir kalinya.
Aku membereskan beberapa buku-bukuku lalu memasukkannya ke dalam tas, dan yang sebagiannya lagi aku pegang di tanganku.
"Udah yuk balik! Katanya mau jenguk pacar lo." ujarku sambil berdiri.
Rachel menepuk keningnya pelan. "Gue bahkan lupa kalo punya pacar." balasnya membuat tawaku pecah.
Rachel kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan di sebelahku.
─
"Kita mau ke mana dulu?" tanyaku kepada Rachel yang sudah masuk ke dalam mobil Bang Rey. Ya, seperti biasa, selama Bang Rey libur aku akan terus meminta antar-jemput kepadanya. Dan hari ini aku berniat untuk menengok pacar Rachel yang bernama Calum itu.
"Kita ke toko bunga dulu ya." jawab Rachel, aku mengangguk lalu menoleh ke arah Bang Rey yang sibuk dengan ponselnya.
"Bang, ke toko bunga!" ucapku, Bang Rey mengangguk, dia menaruh ponselnya di saku kemeja lalu menjalankan mobil.
Setelah kami membeli bunga kesukaan Calum di toko bunga yang merupakan langganan Rachel, kami pergi ke toko buah untuk membeli buah, dan kemudian baru lah ke rumah sakit.
Sebenarnya jarak rumah sakit dari High School tidak terlalu jauh, tapi karena kami mampir dahulu ke toko-toko itu, jadi memakan waktu yang cukup lama.
Saat mobil Bang Rey sudah memasuki pelataran parkir rumah sakit, aku dan Rachel segera turun, sedangkan Bang Rey tetap di mobil karena dia bilang bahwa dia tidak terlalu mengenal mereka (read: Rachel dan Calum), jadi dia tidak ingin menciptakan suasana canggung.
Aku membawa buah-buahan yang tadi kami beli dan Rachel membawa sebuket bunga Anyelir. Aku dan Rachel langsung masuk ke dalam gedung rumah sakit dan pergi ke kamar rawat inap Calum.
Wangi obat langsung menyeruak saat aku melangkahkan kaki lebih dalam lagi ke gedung rumah sakit itu. Kami berhenti di salah satu kamar, Rachel membuka kenop pintunya dan memperlihatkan kamar bernuasa putih.
Aku dan Rachel melangkah masuk. Di sana ada seorang laki-laki remaja seumuran kami terbaring dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Dia pasti Calum.
Kulihat senyuman Rachel mengembang sempurna, belum ada satu menit, Rachel langsung memeluk laki-laki itu.
Aku tersenyum melihat Rachel yang begitu bahagia hanya dengan melihat laki-laki yang disayanginya. Aku harap suatu saat aku bisa seperti Rachel, menyayangi dan disayangi seseorang.
Lamunanku terbuyar saat tangan Rachel menyentuh lembut lenganku. Aku menatapnya, lalu berjalan mendekatinya dan Calum. Aku tersenyum menatap mereka.
"Cal, nih kenalin, sahabat aku dari ES, dia namanya Jean." Rachel memperkenalkan diriku di hadapan Calum. Aku tersenyum, kemudian mengulurkan tangan kepadanya.
Calum membalas uluran tanganku sama hangatnya, dia juga membalas senyumku.
Hanya beberapa detik tangan kami bertautan aku langsung melepasnya, tidak ingin Rachel cemburu atau sebagainya karena aku masih menghargai perasaannya.
Dan mulai dari situ obrolan terus mengalir di antara kami, bahkan Calum sampai berniat mencomblangkanku dengan temannya.
─
24 Juni, 2017.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope
Fiksi PenggemarI kept hoping, hoping, and hoping. copyright © 2017 by a-girll.