Bagian Ke-18

939 28 1
                                    

tonton duls trailernya, baru baca wkwk. gatau knp lg suka lagu Another You (Another Way). sori kalo trailernya gitu.. ya gitu, soalnya gak jago ngedit ehe😂 btw di trailer iya tau castingnya krg lengkap, soalnya kan kebanyakan jadi figuran semua😂.

happy reading!
.
.
.
.
.

Tubuhku melemah saat aku sudah sampai di dalam kamar. Tadi aku memutuskan pulang lebih cepat, untung saja Bang Rey masih ada di sekolah, jadi aku tidak perlu repot-repot meminta izin guru dan pulang menaiki taksi.

Aku langsung meringkuk di atas kasur setelah meletakkan tasku ke sembarang arah, aku selimut tebal untuk menutupi sebagian tubuhku sampai ke dada, sedangkan mataku terpejam, merasakan sensasi panas yang menjalar.

Kalau kalian melihat penampilanku saat ini, mungkin kalian akan kaget karena aku seperti mayat berjalan, wajah dan bibirku pucat, mataku sembab serta ada lingkaran hitam di bawahnya. Ini mungkin efek terlalu lama menangis.

Awalnya Bang Rey sempat curiga kepadaku karena tadi pagi saat menemuinya aku masih baik-baik saja, tapi baru beberapa jam aku pergi, kembali lagi kepadanya keadaan tubuhku sudah tidak bisa dikategorikan sehat. Apalagi saat melihat mataku yang sembab, aku hanya berkata kepadanya bahwa ini efek sakit kepala, walaupun agak ragu dia mulai percaya kepadaku.

Dan sekarang aku sendiri, Bang Rey izin pergi keluar sebentar untuk membeli obat untukku. Harusnya di saat-saat seperti ini aku bisa meluapkan semuanya, tapi air mataku tidak mau tumpah. Sepertinya menangis di perpustakaan pagi tadi membuat air mataku terkuras.

Aku membuka mataku saat kepalaku sudah tidak lagi berdenyut. Menghembuskan napas pelan, aku hanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Tak lama, suara yang berasal dari ponselku berbunyi.

Aku mengambil ponselku di atas meja, lalu melihat nama yang tertera di atas layar. Aku membuka lock screen sebelum membuka aplikasi Line dan segera menelpon Rachel tanpa membalas chat darinya terlebih dahulu.

"Halo?" terdengar suara seseorang di sebrang sana.

"Hel, gue lagi sakit. Makannya gue nggak masuk." ucapku langsung menjawab pertanyaan yang dilontarkan Rachel di chat tadi.

Diam sesaat, tidak ada pembicaraan di sebrang, aku melihat layar ponselku yang masih terhubung panggilan dengan Rachel sebelum menempelkannya kembali kepada telinga.

"Lo sakit apa?" kudengar Rachel bertanya dengan nada khawatir. Aku kira di saat-saat seperti ini tidak akan ada yang menghawatirkanku selain Papa dan Bang Rey.

"Cuman demam," aku menjilat bibirku, "pusing, gegana." lanjutku kemudian terkekeh kecil.

"Yeuu, lo udah sakit masih aja bisa ketawa. Btw lo gegana kenapa?"

"Denger doi tunangan sama orang lain tuh sakit ya," balasku sambil terkekeh lagi di akhir kalimat.

Kudengar Rachel menghembuskan napasnya. "Lo panas dan sakit gini gara-gara nangis berlebihan ya? Ck! Jeannn, lo tau kan dulu lo juga pernah kayak gini! Dan lo itu sampe kejang-kejang Jean karena panas lo tinggi banget! Sekarang lo mau ngulangin kesalahan yang sama? Oke, sebenernya sih gue nggak tau ya, penyakit apa ini, intinya gue nggak mau lo nangisin cowok kayak dia! Gue ke rumah lo sekarang, titik!" ujar Rachel sebelum menutup telponnya. Aku tersenyum sambil menaruh ponselku kembali ke atas nakas. Ah, dia memang teman yang terbaik yang kumiliki.

--

"Siapa ya?" aku mendengar Bang Rey berbicara dengan seseorang yang baru saja mengetuk pintu rumah, suaranya terdengar sampai kamarku karena kamarku terletak di depan.

"Rachel, temen middle school-nya Jean Kak Rey." ucap Rachel yang kuyakini sekarang sedang tersenyum manis kepadanya. Tak lama kemudian, suara Bang Rey kembali terdengar.

"Kalo empat cowok di belakangnya siapa?" tanya Bang Rey lagi.

Otakku dengan depat berpikir.

What?

4 orang?

Siapa mereka?

Apa jangan-jangan?

"Yang ini namanya Calum Kak, pacar saya, ini Luke, yang lagi deket sama Jean, sedangkan mereka berdua namanya Michael sama Asthon." jawab Rachel.

Jadi benar? Itu teman-teman Calum?

Kenapa Rachel membawa mereka?

Gila aja si Rachel. Ntar kalo mereka pulang gue gites lo.

Saat aku sibuk berkutat dengan pikiranku, tanpa sadar seseorang sudah masuk ke dalam kamarku diikuti 4 orang di belakangnya, aku mengalihkan pandanganku ke arah mereka, dengan senyum lemah yang sedikit dipaksakan tentunya.

Rachel langsung menghampiriku kemudian memelukku yang kubalas dengan lemah, setelah melepas pelukannya dia memegang keningku yang sedikit panas, matanya membulat sempurna.

"Panasnya tinggi?" tanya Luke dengan nada--yah, sedikit khawatir.

Rachel mengangguk, dia menatapku horor. "Lo udah minum obat kan? Udah makan?" tanyanya.

Aku menggeleng polos, membuat ke-5 orang itu berdecak bersamaan.

"Ashton! Dari pada lo diem di situ sama Michael kayak homoan mending lo beli makanan sama obat buat Jean!" perintah Rachel yang diangguki oleh keduanya.

Setelah Rachel berbicara seperti itu, Bang Rey datang ke kamarku dan menyerahkan beberapa obat. "Jean obatnya udah ada, tadi gue baru aja nebus, tapi nggak ada makanan di rumah, jadi yang namanya Ashton sama Michael ikut gue aja, gue pengen belanja bahan makanan buat masakin Jean, soalnya kalo makanan beli kurang bagus." ujar Bang Rey, Ashton dan Michael hanya mengangguk pasrah saat namanya disebut dan disuruh untuk ikut dengan Bang Rey.

Saat ke-3 orang itu keluar dari kamar, Luke langsung memilih duduk di tempat kosong di sebelahku.

"Sakit nggak enak kan?" tanyanya.

Aku hanya menggeleng.

"Makannya kalo udah tau nggak enak kenapa ngelakuin apa yang bisa bikin lo sakit?"

"Gue kan nggak tau kalo bakal sakit." ucapku cemberut.

Dia terkekeh, mengusap kening dan pipiku sebelum merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. Hangat.

Tanpa sadar pipiku memerah, karena untuk pertama kalinya aku dipeluk oleh seorang laki-laki selain Papa dan Bang Rey.

"Ekhem." deham Calum sambil menatap geli ke arahku dan Luke.

"Masih ada kita di sini woi!" ucap Rachel sambil menahan senyum melihat pipiku yang memerah sudah seperti tomat.

"Kita juga bisa kok," ucap Calum tersenyum ke arah Rachel, mereka langsung berpelukan dan Calum sempat mengecup bibir Rachel berkali-kali.

Kudengar Luke mendengus. Dia mensejajarkan telingaku ke bibirnya. "Lo inget, di saat-saat seperti ini gue akan selalu ada di samping lo, jadi, jangan pernah lemah karena hal-hal kecil."

Mataku melotot saat Luke mencium pipiku, baru saja aku akan protes dia malah mengeratkan pelukan kami.

Yang aku bingungkan, kenapa aku tidak berontak saat dipeluk begitu dengannya?

--

29 Juli 2017.

huh, updatenya lama bgt ya? soalnya lg gak mood nulis blkgn ini :( bentar lagi end yuhuuuu..

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang