Bagian Ke-4

1.3K 47 7
                                    

Hari ini aku masuk sekolah lagi setelah kemarin aku mengambil cuti sehari untuk menemani Papaku ke New York.

Kemarin aku tidak menghabiskan waktu dengan baik karena di otakku terdapat banyak sekali pikiran-pikiran yang seharusnya tidak pernah kupikirkan.

Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan merenung dibanding mengobrol dengan Grandma, padahal aku jarang bertemu dengannya.

Sebuah tepukan pelan di bahuku berhasil mengembalikanku ke realita. Aku melihat ke arah empunya tangan.

Di sana, ada Rachel dengan wajah lesunya. Padahal tidak biasanya dia seperti itu, biasanya dia selalu bersemangat.

"Lo kenapa?" tanyaku saat Rachel telah duduk di bangkunya.

Dia menengok ke arahku lalu menghembuskan napas lelah. Sepertinya dia sedang ada masalah.

"Pacar gue kecelakaan." balas Rachel, aku melebarkan mataku.

"Kok bisa?" tanyaku tanpa bisa menyembunyikan nada seakan ingin tahu.

"Rem mobilnya blong gitu pas dia lagi bapalan. Kayak ada yang sengaja ngelakuin itu ke dia. Lagi pula juga, dia kan udah gue bilang jangan balapan lagi, tapi ya namanya juga cowok, nggak bisa dipercaya." Rachel melipat tangannya di atas meja, lalu menjatuhkan kepalanya di atasnya.

Aku mengelus punggung Rachel perlahan, lalu berkata. "Dia pasti punya alesan ngelakuin itu Hel. Lo harus percaya sama dia."

Rachel berdecak. "Nggak tau ah Yan, setidaknya kalo dia punya alesan, dia bisa kasih tau gue lah."

Aku menggeleng melihat sikap Rachel. "Dia mungkin belum bisa kasih tau." aku menjeda. "Terus gimana keadaannya sekarang?" tanyaku mengalihkan topik.

"Dia masih di rumah sakit, belum sadar. Nanti pulang sekolah gue harus ke sana."

Aku mengangguk. "Nanti gue nitip salam ya ke dia, ucapin semoga cepet sembuh."

Rachel menatapku. "Lo nggak mau nemenin gue ke rumah sakit?"

Aku menggeleng pelan. "Maaf, gue nggak bisa. Soalnya kan lo tau gue harus ngehafal naskah yang kemarin dikasih, besok giliran gue soalnya."

Rachel hanya mengangguk, beberapa menit kemudian Guru Sejarah masuk ke dalam ruangan.

○●○

"Eh maaf," ucap seseorang yang tidak sengaja menabrakku saat aku sedang berjalan di koridor--ingin ke ruang Guru.

Aku hanya mengangguk tanpa menatapnya, kemudian akan melanjutkan langkahku sebelum dia menahan lenganku.

"Ada apa?" tanyaku kini menatap ke arah orang itu. Aku sempat terkejut beberapa detik sebelum kembali menetralkan raut wajahku.

"Mau ke ruang Guru kan? Bisa tolongin gue nggak?" jawab perempuan itu.

"Tolongin apa?" tanyaku lagi.

"Bawain buku ke kelas gue, soalnya yang lainnya susah buat gue minta bantuin."

Aku mengangguk, membuat dia tersenyum lebar. Dia berjalan terlebih dahulu, sedangkan aku hanya mengikutinya dari belakang.

Sesampainya kami di ruang Guru, aku berjalan ke meja Guru Bahasaku, meminta beberapa data untuk pembuatan makalah lalu kembali menghampiri perempuan yang meminta bantuanku tadi.

Dia terlihat sedang berbincang dengan salah Guru kemudian melirik ke arahku yang berdiri di dekat pintu ruang Guru--seperti mengkodeku untuk datang kepadanya.

Aku berjalan mendekatinya, dia langsung memberikan beberapa buku kepadaku, aku menerimanya kemudian kembali berjalan mengikutinya dari belakang menuju ruang sejarah.

"Nama lo siapa?" tanyanya memecah keheningan di antara kita.

Aku tersentak, lalu menengok ke arahnya yang menatapku penuh tanya. "Jean Isabella. Lo?" tanyaku balik.

Dia tersenyum, senyum yang menurutku manis. "Alissa Violet." dia terdiam sebentar, sebelum melanjutkan. "Kemarin nggak sengaja gue ngeliat lo merhatiin gue sama temen-temen gue, kenapa?"

"Hah?" aku mengerjapkan mataku kaget. "Enggak apa-apa kok, cuman nggak sengaja ngeliat ke arah kalian aja."

Kulihat Alissa tertawa tanpa suara. "Masa sih? Gue ngeliat lo merhatiin kita lama kok. Lo suka salah satu dari temen gue?"

Aku menggelengkan kepala. "Kenal juga enggak gimana bisa suka."

Alissa membuka pintu ruangan Sejarah, dia mempersilahkanku untuk masuk ke dalamnya.

"Ya siapa tau aja," dia mengedikan bahunya. "Lain kali kita ngobrol-ngobrol lagi, kalo lo mau tau sesuatu tentang cowok itu juga bisa ke gue." Alissa menaruh buku di atas meja, diikuti oleh aku.

Aku hanya diam tak meresponnya. Saat aku mengedarkan pandanganku ke ruangan sejarah, tanpa aku sadari semua mata menatap ke arah kami.

Dan pandanganku dengan mata biru itu bertemu.

"Btw thanks." ujar Alissa menyadarkanku.

Aku mengangguk, kemudian keluar dari ruangan itu dengan senyum yang tercetak di bibirku.

Aku senang?

Tapi.., kenapa?

--

21 Juni, 2017.

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang