Hari ini aku berniat mengembalikan kaus yang kemarin Alex pinjamkan.
Aku mencari Alex di sepanjang koridor, bahkan aku juga sudah mencarinya ke kantin, tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya.
Aku menghela napas, hampir putus asa mencarinya sebelum aku melihat siluet dirinya yang sedang duduk sendirian di taman.
Senyumku mengembang sempurna, aku segera menghampirinya, tetapi langkahku terhenti saat melihat ada seorang perempuan yang datang kepadanya.
Tanpa tahu malu perempuan itu duduk di pangkuan Alex, bibirnya yang merah karena lipstick berusaha menggoda Alex agar menciumnya. Namanya juga laki-laki jadi Alex tergoda dan mencium perempuan itu dengan- er, ganas.
Menjijikan saat aku melihat lidah perempuan itu menjilati wajah Alex, bahkan kulihat Alex tidak terganggu dengan hal itu. Aku memegang dadaku yang terasa sesak. Aku mendengus, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.
Kini aku melihat perempuan itu yang beralih menjilati tengkuk Alex dan sekarang- perutnya. Sepertinya aku sudah tidak tahan, aku segera berlari dari tempat itu sebelum mereka menyadariku, dan sebelum tangisku pecah di sana.
Jadi, seperti ini ya yang dibicarakan oleh Rachel. Sakit hati.
Tapi di sisi lain lo harus siap ngerasain sakit hati, sakit hati kalo liat cowok yang lo suka deket atau bahkan sampe pacaran sama cewek lain.
Kata-kata Rachel kembali terngiang-ngiang di otakku. Bahkan menurutku apa yang dikatakannya itu salah. Rasanya bukan sakit, tetapi lebih dari itu, entah kata apa yang bisa mendeskripsikannya. Pantas saja banyak orang yang memilih bunuh diri karena putus cinta. Ternyata rasanya seperti ini.
Aku duduk di kursi di koridor, kepalaku menyender kepada tembok di belakangku. Aku duduk cukup lama sampai aku tidak sadar bahwa bel sudah berbunyi. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, koridor masih sepi, tapi belum ada tanda-tanda murid-murid keluar.
Aku tak sengaja melihat Alex berjalan di ujung koridor dengan perempuan itu yang menggandeng tangannya. Aku langsung bangkit berdiri, seberusaha mungkin aku bersikap biasa. Tak lupa juga aku menghapus jejak air mata yang tersisa di pipiku.
Kulihat langkah Alex memelan saat dia sudah berdiri beberapa langkah dariku. Aku menghampirinya, tanganku mengulur menyodorkan kaus yang kemarin dia berikan.
"Udah dicuci, makasih buat kausnya." ujarku tetapi tidak ada tanggapan darinya.
Dia hanya menatap kaus yang kuberikan dengan tatapan datar. Bahkan untuk menerimanya saja dia seperti enggan.
"Nggak usah dibalikin, kaos kayak gitu gue banyak." balas Alex dingin, aku mengernyitkan keningku saat dia berbicara seperti itu.
"Tapi..tapi.." belum sempat aku melanjutkan perkataanku Alex sudah meninggalkanku terlebih dahulu.
Aku mematung, tanganku bertumpu pada tembok di belakangku. Tanpa sadar air mataku luruh.
Kenapa dia berubah secepat ini?
Apakah aku masih boleh berharap kepadanya?
--
28 Juni 2017.
part ini part terpendek (mungkin) karena cuman 400+ words.
p.s. sebenernya sih jijik nulis adegan jilat-menjilat itu tp yaudah tahan aja😂
