Bagian Ke-3

1.5K 53 6
                                    

Seharian ini, dari sepulang sekolah aku selalu berkutat dengan tugas-tugasku. Entah itu mengetik--membuat makalah, menghafal, ataupun membaca. Demi apapun rasanya kepalaku ingin pecah saat ini juga astaga.

Aku merapikan beberapa kertas yang selesai di print dan mengaitkan penjepit kertas pada sudut kiri atas, kemudian beralih kepada buku-buku di hadapanku, membacanya sekilas lalu mendongakkan kepala dan memejamkan mata, berusaha mengingat bacaan yang sebelumnya kubaca.

Tok tok tok.

Suara pintu kamarku yang diketuk dari luar menyadarkanku, aku menoleh dan bangkit dari dudukku untuk membuka pintu.

Di depan pintu ada Bang Rey dengan celana training dan kaus oblongnya melipat tangan di depan dada.

"Kenapa?" aku menautkan kedua alisku.

"Sekarang udah jam makan malem Jean, lo sampe kapan mau bertelor di kamar terus?" Abang Rey mengacak rambutku.

Aku meringis. "Maaf Bang kelupaan, abis tugas bener-bener numpuk banget."

Bang Rey hanya mengangguk memaklumi, lalu berkata. "Yaudah cepet turun yuk! Papa udah nunggu di bawah tuh,"

Aku mengikuti Bang Rey berjalan dari belakang.

"Kamu baru keliatan, padahal daritadi Papa udah nunggu," ucap Papa langsung saat menyadari kehadiranku.

Aku tersenyum canggung, sebelah tanganku kugunakan untuk menggaruk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal. "Biasa lah Pa, tugas banyak, sampe lupa segala-galanya." aku menyengir.

Bang Rey terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ngapain dikerjain, besok lo juga nggak sekolah," ujarnya membuatku mengerutkan kening.

"Maksudnya?" tanyaku.

"Kamu duduk dulu Yan," Papa memerintah dan segera aku turuti.

"Jadi, besok papa dapet libur sehari sebelum berangkat ke Inggris," Papa memulai pembicaraan. "Papa mau besok kita liburan ke NY, cuman sehari aja kok." lanjutnya.

Aku menatap Papa tak percaya. "Kan Jean baru masuk Pa, masa udah minta cuti."

"Papa sama gue juga tau, tapi kapan lagi kita bisa kayak gini? Ayolah Yan, Papa aja bisa ngeluangin waktu yang seharusnya dipake buat istirahat buat ngajak kita liburan, masa lo nggak bisa ngeluangin waktu sekolah lo buat ngabisin waktu bareng Papa juga? Nggak sekolah sehari juga nggak bikin bego kali." Bang Rey menyahut.

Aku menumpukan daguku pada telapak tangan, seperti orang berpikir, lalu mengangguk antusias. "Aku juga udah lama nggak ke NY." balasku senyum Papa dan Bang Rey mengembang.

--

"Chel, besok gue nggak masuk dulu ya," kataku saat Rachel sudah mengangkat teleponku.

"Lah kenapa?" suara Rachel terdengar menyahut.

"Gue besok diajak ke NY, biasalah liburan keluarga gitu mumpung Papa dapet jatah libur sehari."

Di sana Rachel mengangguk-anggukan kepalanya meski aku tak bisa melihatnya secara langsung, tapi aku tahu. "Emang ke NY mau ngapain?" tanyanya.

Aku menghembuskan napas pelan lalu menjilat bibirku yang terasa kering. "Paling ke rumah grandma, soalnya udah lama juga gue nggak ke sana. Oh ya, besok palingan gue ke sekolah dulu sebentar buat nitip tugas sama kalo ada tugas lainnya lo kasih tau gue ya?"

"Siap." balas Rachel.

Aku merasakan sensasi dingin menyentuh lembut kulitku, saat aku menengok ke arah jendela kamar, ternyata jendela itu belum ditutup. "Oke, makasih ya, bye." ucapku terakhir kalinya lalu mematikan telepon.

Aku bangkit dari dudukku dan mendekati jendela kamar, angin malam makin terasa semakin dingin saat aku mendekati jendela. Awalnya aku berniat menutupnya, tetapi saat aku mengadahkan kepalaku ke atas, aku mengurungkan kembali niatku.

Aku mengambil kursi kayu yang berada di dekatku lalu menyeretnya sampai di depan jendela dan duduk di sana sambil mengamati langit biru yang gelap. Angin-angin itu kini menerbangkan beberapa anak rambutku.

Aku memejamkan mata sebentar untuk menikmati sentuhan lembut angin malam itu. Tetapi tiba-tiba kilasan-kilasan kejadian saat aku memperhatikan orang-orang itu muncul secara tiba-tiba tanpa aku minta. Terutama laki-laki itu, dia seperti sudah menempel di otakku, aku ingat jelas saat dia menangkapku memperhatikannya dan teman-temannya saat aku berjalan dengan Rachel di koridor waktu itu.

Aku ingat jelas bagaimana cara dia menatapku.

Aku ingat jelas mata birunya.

Dan yang terakhir, aku ingat jelas caranya tertawa saat di kantin tadi siang.

What's wrong with me?

--

10 Juni, 2017.

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang