Aku berjalan keluar dari ruang Guru dengan wajah masam. Bagaimana tidak? Karena otakku yang lumayan encer ini, mereka malah bisa seenaknya menyuruhku ini-itu seakan-akan aku adalah budak mereka. Mulai dari merekap nilai, bahkan sampai membuat soal untuk kuis. Memangnya aku ini asisten Guru apa?
Menghembuskan napas pelan, aku duduk di kursi yang ada di koridor. Aku jadi teringat kejadian kemarin, saat mengembalikan kaus milik Alex. Aku menggelengkan kepalaku pelan, berusaha menepis pemikiran itu. Aku sedang tidak ingin memikirkan Alex saat ini.
Aku bangkit dari dudukku setelah lama terdiam dan melamun. Kakiku membawaku menuju salah satu tempat yang jarang kukunjungi--perpustakaan.
Aku meraih kenop pintu dan memutarnya. Sebelum masuk, aku melongokan kepalaku ke dalam dan mengedarkan pandangan ke seluruh perpustakaan, takut-takut kalau ada penjaga perpustakaan yang memergokiku dan mengira kalau aku bolos dari jam pelajaran--meski nyatannya begitu sih.
Saat kurasa semuanya aman, aku masuk ke dalam. Tapi mataku melebar seketika saat mendengar suara desahan seorang perempuan, belum aku masuk ke dalam perpustakaan lebih dalam lagi, sebuah tangan menarikku, membawaku keluar dari sana.
"Lo mau ngapain?" tanya laki-laki yang kuketahui bernama AJ. Dia salah satu teman Alex dan Alissa. Tentu saja anggota dari Squad Ten.
"Mau nyari buku," jawabku polos.
AJ berdecak, sedetik kemudian Neels dan Alex datang menghampiri kami.
"Kenapa nih?" tanya Neels bingung saat melihat tangan AJ yang masih memegang pergelangan tanganku.
"Dia tadi masuk ke perpus." balas AJ.
Aku menatap keduanya bingung. Memangnya ada apa di dalam sih?
"Gue cuman mau minjem buku kok! Emangnya ada apa sih?" tanyaku agak jengkel.
"Di dalem ada yang lagi seks, kenapa? Lo mau liat?" ucap Neels kepadaku dengan frontal.
Aku hanya diam, tak merespon, karena aku bingung ingin merespon seperti apa.
"Oh." hanya itu yang keluar dari mulutku sebelum aku benar-benar pergi dari sana.
Sebelum aku pergi, aku sempat melihat ke arah Alex yang sama sekali tidak melihat ke arahku sama sekali. Dia bersikap seakan-akan dia tidak mengenaliku.
--
"Lo bolos mulu kerjaannya." ucap Rachel diiringi decakan.
Aku hanya membalasnya dengan tertawa sebelum kami menaruh buku kami ke dalam loker masing-masing.
Saat kami melangkah di sepanjang lorong koridor yang ramai, mataku tak sengaja menangkap Alex dengan darah di hidungnya. Dia duduk sendirian di koridor sepi. Entah kenapa kakiku malah refleks berlari ke arahnya dan langsung menyerahkan tisu yang selalu kubawa ke mana-mana.
Tapi bukannya menerimanya Alex malah bersikap seolah aku tidak ada di hadapannya. Hatiku sesak melihatnya, sangat sesak.
Rachel yang melihat itu justru menarikku menjauh dari Alex dan mengucapkan beberapa kata sumpah serapah kepadanya.
"See? Itu yang nggak gue suka dari Squad Ten, hari ini mungkin dia baik, besok dia udah nggak nganggep lo lagi." ucap Rachel agak jutek. "Makannya jangan terlalu percaya sama mereka."
Aku terdiam sebentar mendengar ucapan Rachel. "Aku nggak nyangka mereka kayak gitu." balasku pada akhirnya.
"Awalnya gue juga sama kayak lo, tapi setelah tau semuanya, dih amit-amit, temenan aja ogah sama mereka."
Aku menggigit bibir bawahku mendengar ucapan-ucapan Rachel yang sepertinya terlihat sangat tidak menyukai mereka. Satu kesadaran menyentakku, apa gue bakal ngasih tau Rachel kalo gue suka sama Alex?
Sepertinya tidak sekarang, karena aku masih memiliki kesampatan untuk menghapus perasaanku.
Ya, jika aku bisa.
─
5 Juli 2017.
maaf kalo makin ngawur ngehehe. semoga suka lah.
