Bagian Ke-20

1.1K 34 2
                                    

Besok aku sudah berangkat ke Indonesia. Dengan banyak persiapan yang telah aku siapkan sehari sebelumnya--dibantu Rachel juga yang menginap waktu itu, semuanya sudah beres.

Dan hari ini, aku, Rachel, Calum, Luke, Michael dan Ashton memiliki rencana akan pergi ke venice beach untuk liburan. Mereka juga harus rela-rela membolos sekolah demi diriku. Karena mulai besok aku sudah tidak akan ada di kota ini lagi, aku akan ke Indonesia dan menetap di sana selama berbulan-bulan yang aku tidak tahu pastinya. Pasti aku akan merindukan semuanya, semua tentang kota ini.

Pukul 04.00 aku sudah bangun dari tidurku, kemudian langsung pergi menggosok gigi dan mencuci wajahku, mengganti pakaian tidurku dengan kaos dan hotpants sebelum menyemprotkan parfum dan memoles make up tipis.

Aku membawa tas jinjing berukuran sedang yang berisi beberapa keperluanku, seperti pakaian ganti, sunblock, parfum, beberapa alat make up, dompet, changer, earphone, dan beberapa benda yang aku butuhkan lainnya.

Setelah aku siap dengan semuanya, aku segera turun ke bawah, menunggu Luke menjemput dan membawaku ke venice beach seperti yang lainnya.

--

Kakiku perlahan bergerak maju, menyentuh pasir putih yang terasa lembut di telapak kaki, meninggalkan beberapa jejak di sana.

Saat ini pantai venice beach tidak ramai seperti biasanya membuatku dan yang lain mendesah lega. Karena bayangkan jika tempat ini ramai, kami pasti tidak bisa liburan dengan nyaman, dan berakhir dengan menonton film horor di kamarku ditemani toples snack yang sudah habis isinya.

Mataku memejam saat merasakan sentuhan dingin nan lembut yang berasal dari angin sepoi-sepoi. Anak rambutku bergerak dengan liar mengikuti arah mata angin. Kakiku bergerak maju lagi, sampai terasa dingin karena air laut yang bergerak maju mundur sesuai ombak.

"Gue nggak ngebayangin hidup di Indonesia, tanpa ada orang tua di sana, bahkan kerabat pun nggak ada." ucapku saat menyadari Luke berdiri di sebelahku.

"Sekali-kali lo harus gini, kalo tiba-tiba lo jatoh, lo nggak bakal kaget."

Aku mengiyakan perkataan Luke, selanjutnya tidak ada percakapan lagi di antara kita. Tapi suasana hening ini tidak terasa canggung, melainkan nyaman. Dari sini kudapat mendengar Rachel yang tertawa karena tingkah lucu Michael dan Ashton dan juga Calum yang ikut menggodanya.

"Jean.." ucap Luke seperti ingin menyampaikan sesuatu.

Aku menatapnya dengan pandangan bingung. "Hm?" tanggapku dengan berdehem.

Luke terdiam sebentar, dia tampak sulit mengutarakan apa yang ingin dia sampaikan. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sebelum menatap tepat di mataku dengan dalam.

"Boleh nggak..." dia masih menggantungkan ucapannya.

"Boleh apa?" tanyaku penasaran.

"...gue cium lo?" dia menunduk lagi, menghindari tatapanku.

Dari jauh aku melihat ada seseorang yang melakukan hal yang sama seperti yang diminta Luke, tetapi bukan itu masalahnya, melainkan orang itu.

Tanpa berpikir panjang, aku memeluk leher Luke dan menariknya mendekat, saat kepalanya mendongak dengan mata yang menunjukan tanda tanya, aku segera mengecup bibirnya, dia membalasnya, kemudian kecupan itu berubah menjadi lumatan-lumatan, sedangkan kedua tangannya yang bebas kini terlingkar di pinggangku.

Kami tidak pedulikan semua orang di sana yang menatap ke arak kami, karena toh ini sudah biasa terjadi di kalangan remaja seperti kami. Kami juga tidak peduli dengan Rachel, Calum, Michael, dan Ashton yang terus menggoda.

Yang aku pedulikan hanyalah bagaimana caranya aku menyalurkan semua ini.

Kami saling melepaskan diri saat sudah mulai kehabisan napas. Kening kami saling menyatu, sedangkan napas kami masih tersenggal. Luke menjauhkan kepalanya, dia mengusap bibirku dan merengkuhku ke dalam pelukannya.

-

Alex POV.

Tanganku mengepal saat melihat semua kejadian yang baru saja terjadi. Kemarin dia bilang bahwa dia menyayangiku, dan sekarang dia mencium laki-laki lain.

Aku melepas cincin yang melingkar di jari manisku dengan kasar, lalu beralih menatap perempuan di hadapanku yang tampak terkejut.

"Mulai saat ini, kita nggak punya hubungan!" ucapku mengakhiri semuanya begitu saja dan meninggalkan semuanya kenyataan pahit yang terus menghantui diriku.

Aku memejamkan mataku, berusaha menetralkan semuanya. Aku masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan pantai itu.

--

Aku tidak tahu sudah berapa jam aku tidur, yang pasti kemarin aku menghabiskan waktu seharian di kamar untuk bermain game sekaligus untuk menjernihkan pikiranku. Dan sekarang, saat mataku terbuka aku melihat cahaya matahari yang sudah terik menelusup di antara celah-celah jendela.

Aku bangun dari posisi tidurku, duduk sebentar dan mengambil minum dari nakas. Setelahnya aku bangun untuk mandi karena jujur sana kemarin sore aku tidak mandi.

Tepat saat aku keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit di bagian bawah perut sampai lutut, ponselku berdering, tanpa membuang waktu aku segera mengangkatnya.

"Ada apa?" tanyaku to the point.

"Hari ini Jean berangkat ke Indo, dia check in jam 11, bentar lagi, lo nggak mau nemuin dia?" ucap seseorang di sana, aku hanya mematung, sedetik kemudian langsung memutuskan sambungan telepon dan bergegas secepat mungkin.

Setelah membawa dompet, ponsel, dan kunci mobil, aku segera keluar dari kamar sebelum berlari menuju garasi dan mengeluarkan mobil milikku dari sana.

Dengan sebisa mungkin aku mengendarai mobil itu dengan kecepatan tinggi. Aku tidak tahu hal apa yang mendasarkanku melakukan semua ini. Padahal, Jean tidak berharga bagiku, dia hanya orang asing yang dipertemukan dan kami saling mengenal. Selebihnya, dia tidak memiliki tempat spesial.

Aku sampai di bandara 10 menit kemudian, aku segera berlari masuk ke dalam dan berusaha menemukan penerbangan Los Angeles-Teipei. Tapi harapanku untuk menemuinya hanya sebagian kecil, karena dari jauh kulihat dia juga berjalan menjauh untuk melakukan check in. Dan mulai saat ini, kami akan dipisahkan oleh jarak, jarak yang terbentang cukup luas dan perbedaan waktu yang cukup lama.

Aku tidak tahu apa yang sedang kurasakan saat ini. Hatiku seakan tidak ingin dia pergi dan tetap di berada di sekitarku atau mungkin lebih dekat lagi.

Aku mengambil ponselku di saku celana, membuka aplikasi Line dan menuliskan pesan untuknya.

Alex: Hopefully get there safely, take good care of yourself.

Hanya itu yang bisa kukirim kepadanya.

--END--

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang