Aku terbangun dari tidurku dengan keringat yang mengucur di dahi. Tubuhku basah kuyup seperti habis mandi. Nafasku terengah-engah. Aku menatap sekeliling kamarku yang hanya diterangi oleh tumblr light, lalu kembali berbaring.
Aku menatap langit-langit kamarku, berusaha menetralkan nafas dan detak jantungku. Aku bangkit dari posisi berbaringku kemudian berdiri dan melangkahkan kaki keluar kamar.
Aku masuk ke dalam kamar Bang Rey tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Di sana, kulihat Bang Rey sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Aku menghampirinya, lalu ikut berbaring di sebelah Bang Rey.
Kulihat Bang Rey bergerak sedikit, seperkian detik kemudian matanya terbuka menatapku dengan sayu. Bang Rey memang selalu peka terhadap sedikit pergerakan.
"Kenapa?" tanya Bang Rey sambil menguap.
Aku hanya menggeleng. "Gue tidur di kamar lo ya." pintaku dengan wajah memelas.
Bang Rey mengangguk. "Emang kamar lo kenapa?" tanyanya dengan suara serak.
"Enggak apa-apa, cuman tadi gue mimpi buruk." ucapku.
Bang Rey mendekatiku, lalu mendekapku ke dalam pelukannya. Dia juga mengusap puncak kepalaku penuh kasih sayang.
"Udah tidur sini aja." gumamnya, setelahnya aku hanya mendengar suara deru napasnya yang teratur.
Saat aku ingin memejamkan mataku lagi, tiba-tiba kilasan bayangan mimpi itu teringat di otakku membuatku memeluk Bang Rey lebih erat.
Aku sedang berjalan di koridor sekolah, semua mata-mata menatap ke arahku aneh. Aku mengecek penampilanku, tidak ada yang berbeda.
Aku kembali berjalan lagi tanpa memperdulikan tatapan mereka. Aku masuk ke dalam ruangan Bahasa dan dengan segera menghampiri Rachel yang memasang wajah datar. Sebenarnya, kenapa dia?
"Hel?" panggilku.
Rachel menengok dengan senyum iblis yang tercetak diwajahnya membuatku mundur.
Aku berdiri, lalu berlari keluar kelas. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semuanya tampak berubah. Wajah orang-orang juga tampak seperti iblis.
Aku sekarang berlari menuju kantin. Di sana ada Alissa dengan teman-temannya. Aku menghela napas lega dan berjalan ke arah mereka.
Tetapi semua tidak sesuai dengan yang aku bayangkan. Wajah mereka berubah lebih seram dibanding orang-orang yang aku lihat sebelumnya. Mereka semua memasang senyum iblis membuatku mundur dan tanpa sadar aku pingsan.
Aku terbangun saat sebuah tongkat tergetuk ke kepalaku. Saat kesadaranku sudah kembali sepenuhnya, aku melihat kaki dan tanganku dirantai. Aku berteriak histeris meminta agar dilepaskan. Saat kepalaku mendongak melihat ke atas, di sana ada Alex, memegang beberapa benda tajam.
Dia tertawa saat melihat air mataku mulai merebak. Aku menangis, aku hanya bisa menangis. Dan tangisku hanya membuat tawanya semakin kencang.
Setelah itu, aku bangun dari tidurku.
─
Aku merasakan tepukan di bahuku, membuat kesadaranku kembali secara terpaksa. Aku melihat ke pemilik tangan itu. Di sebelahku, ada Bang Rey dengan wajah khas baru bangun tidurnya. Dia menatapku seolah mengatakan cepet bangun, mau sekolah enggak? Membuatku langsung bangun dari tempat tidur dan berjalan kembali ke kamarku untuk mandi dan bersiap-siap.
Setelah siap dengan semuanya, aku langsung mengajak Bang Rey untuk mengantarku, karena hari ini aku berniat untuk sarapan di sekolah. Kalau saja Papa ada di rumah pasti aku tidak diperbolehkan, berungtunglah sekarang Papa sedang ada pekerjaan di Ohio.
Aku memakai tasku di punggung dengan benar, lalu membuka pintu mobil dan menutupnya, diikuti oleh Bang Rey.
Dalam perjalanan, hanya ada keheningan diantara kami. Padahal, biasanya selalu saja ada lelucon yang dilempar Bang Rey atau sebagainya, sepertinya sekarang moodnya sedang buruk.
"Emang semalem mimpi apa?" tanya Bang Rey membuka suara.
Aku hanya menelan ludah dan cerita itu mengalir begitu saja dari bibirku. Tetapi, aku tidak mengatakan siapa laki-laki yang ada di dalam mimpiku.
─
Saat aku ingin melangkahkan kakiku menuju kantin, di tengah jalan aku melihat Alex sendirian duduk di pinggir lapangan.
Tanpa sadar, kakiku berjalan mendekat ke arahnya. Saat aku menyadari apa yang aku lakukan, aku segera mundur, tapi sialnya dia melihatku ke arahku terlebih dahulu membuatku mau tidak mau melanjutkan langkah.
Aku menghampirinya dengan gugup, apalagi saat mata kami bertemu. Rasanya aku ingin berubah menjadi tidak terlihat. Lihat saja, aku tampak seperti orang bodoh jika sedang gugup seperti ini.
"Hey!" sapanya, aku hanya tersenyum kemudian memilih duduk di sebelahnya.
"Em." aku membuka suara. "Mau sarapan di kantin bareng?" tanyaku spontan yang membuatku meruntuki kebodohanku sendiri. Dalam posisi seperti ini saja aku sudah gugup setengah mati, bagaimana jika sarapan di kantin bersamanya?
Aku melihat dia mengangguk yang membuat degup jantungku semakin kencang. Bayangkan! Dia menerima ajakanku Ya Tuhan!
Aku berdiri, diikuti olehnya. Sungguh, kenapa rasanya sangat canggung sekali? Aku dan dia berjalan beriringan di sepanjang perjalanan menuju kantin.
Terdengar notifikasi Line dari ponselku. Aku mengambil ponselku dari celana jeans yang aku gunakan kemudian melihat notifikasi chat dari Alissa. Aku segera membuka lock screen dan membuka aplikasi Line.
Alissa: Hati-hati sama Alex, dia ganas.
Kudengar Alex di sebelahku tertawa membuat alisku bertautan bingung. Dia ketawa karena apa?
Dia menghentikan tawanya saat menyadari raut wajah bingungku. "Jangan dipercaya, Alissa emang suka gitu." ujarnya sambil duduk di salah satu bangku kantin. Bahkan aku tidak sadar kalau kami sudah berada di kantin. Dan tunggu, dia tadi juga mengintip ponselku? Ah, sudahlah, itu tidak penting.
Aku ikut duduk di hadapan Alex, kulihat dia melirikku dengan alis terangkat. Bolehkah kukatakan kalau dia tampan jika seperti itu? Ralat, sangat tampan membuat air liurku nyaris keluar dari mulut kalau saja aku tidak secepatnya sadar.
Alex memanggil penjaga kantin, lalu menyebutkan pesanannya, sebenarnya aku tidak biasa karena biasanya aku memesan sendiri tanpa repot-repot menyuruh penjaga kantin. Tetapi karena sekarang aku sedang bersama Alex jadi aku hanya mengikutinya saja.
Setelah aku dan Alex menyebutkan pesanan kami, penjaga kantin itu pergi. Di antara kami lagi-lagi hanya ada keheningan. Aku memainkan jemariku sedangkan Alex hanya menatap ke arah meja sambil sesekali membenarkan rambutnya yang dibuat jambul ke samping itu.
Beberapa menit kemudian pesanan kami datang dan kami hanya makan dalam diam.
Ini barulah langkah awal aku mendekati Alex.
─
25 Juni 2017.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope
Fiksi PenggemarI kept hoping, hoping, and hoping. copyright © 2017 by a-girll.