Suasana hati Raya kali ini sedang buruk tak ada senyuman yang terukir dibibirnya hanya ada rasa yang teramat sakit. Mungkin kini dirinya sedang datang bulan sehingga sangat sensitif sekali. Ini bukan pertama kalinya ia mendengar suara seorang perempuan ditelepon Alvin tetapi ia mencoba abaikan.
Jika dirinya bertanya mengenai hal itu, Alvin selalu menjawab, "Itu cuma client. Jangan terlalu dipikirkan, aku cuma sayang kamu." Lalu disudahi dengan kecupan ringan dirambutnya.
Sebagai seorang istri wajar saja jika Raya bertanya, namun jawaban tidak memuaskan yang hanya akan ia dapatkan.
Pintu terbuka tepat saat Raya hendak menjemput Nath disekolah. Matanya menatap Alvin nampak sudah rapih dengan kemeja yang berbeda. Menunjukkan senyum dibibirnya melebarkan tangan untuk memeluk tubuh Raya. Dengan spontan, Raya jatuh dipelukan Alvin.
"Kenapa gak pulang?" Tanya Raya membuat pola aneh didada Alvin saat memeluk pria itu.
Alvin hanya memeluk Raya erat sekali seperti pulang kembali ke rumah. Namun bagi Raya sepertinya ini waktu yang tepat untuk membicarakan kegelisahan hatinya.
"Kayanya kita perlu bicara, Mas." ucap Raya menahan lengan Alvin saat pria itu hendak masuk ke dalam kamar.
"Bicara apa, sayang? Nanti aja bicaranya kalau kamu udah jemput Nath. Dia pasti nungguin kamu," jawab Alvin mendorong bahu Raya pelan agar segera menjemput anak mereka. "Aku capek, mau tidur dulu."
Raya menghela napas kasar. Percuma saja berteriak senyaring mungkin jika Alvin tak mencoba mendengarnya. Ia lantas membuka pintu lalu duduk dikursi kemudi memandang pintu rumah yang sudah tertutup rapat. Tak ada adegan kejar-mengejar.
Menghela napas dan hembuskan.
Beberapa menit waktu Raya terbuang hanya untuk termenung mencoba menjernihkan pikiran dan berkata kepada diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja dan akan tetap begitu seterusnya.
Dirinya fokus menyetir hingga sampai didepan sekolah Nath yang sudah penuh dengan kendaraan. Penuh oleh mobil mewah keluaran terbaru untuk menjemput anak mereka dengan menyuruh supir.
Raya bersyukur, dirinya masih bisa menjemput Nath. Selama dirinya masih sanggup ia akan berusaha semaksimal mungkin walau Alvin sibuk terhadap keluarga kecilnya. Setidaknya, Nath masih mempunyai dirinya yang selalu ada.
Setelah menjemput Nath, Raya memutuskan untuk pulang saja dan melihat Alvin masih tertidur. Apa dia tidak bekerja?
"Mas, kamu gak kerja?" Tanya Raya mengoyangkan badan Alvin.
Terdengar suara Alvin mengerang pelan merasa terganggu karena ia tidak tidur semalaman.
"Aku kerja ditanyain, aku gak kerja masih ditanyain juga? Wanita memang serba salah," gerutu Alvin masih dengan mata kembali terpejam.
Rasanya banyak bertanya pun percuma. Semua terasa sulit jika hanya Raya yang ingin mereka berbicara secara jujur.
Raya membuang muka kearah lain lalu menatap foto berukuran besar yang terpampang jelas dirinya menggunakan gaun berwarna putih panjang menjuntai hingga lantai tampak anggun tersenyum kearah Alvin yang hanya tersenyum tipis.
Difoto itu Raya begitu bahagia sekali bisa menikah dengan pria yang mencintai dirinya tulus tanpa memandang fisik. Apa yang sudah digapai kini, mereka memulai itu semuanya dari nol. Saling menyemangati satu sama lain jika benar-benar merasa terpuruk atas tekanan dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Berjuta Rasa(Completed)
ChickLit#1 Pelakor - 11 Mei 2018 Sebuah keputusan sulit untuk memilih bertahan atau berpisah. Bertahan demi sang buah hati atau berpisah demi menyelamatkan hati. Karena jujur, dirinya ingin keduanya saja. 2017-2020