ENAM BELAS

64.4K 4.4K 220
                                    

Maafkan, lagi dan lagi aku telat update.
Jangan lupa vote dan komennya, karena itu berarti banget buat nambah semangat nulis hehehe.

Luv u all 😘

***

Dentuman musik memekakkan telinga didalam bar bertuliskan Heaven. Bar yang selalu penuh disetiap malamnya untuk orang-orang yang membutuhkan hiburan sesaat, seperti Alvin, sangat butuh hiburan saat ini.

Alvin duduk disudut bar sambil menyesap perlahan botol bir ditangannya yang ia tuangkan sedikit demi sedikit ke dalam gelas berisikan beberapa es batu. Tenggorokan Alvin nyaris terbakar saat satu tegukan berhasil ia telan. Melupakan masalahnya sejenak ditempat ini adalah hobi yang selalu ia tekuni semenjak masa putih abu-abunya usai.

Tatapan Alvin melebar ke seluruh arah menatap sahabatnya yang tak kunjung datang. Ia sangat butuh teman bicara tanpa menyudutkan seperti yang Yudis lakukan tadi. Setelah Yudis, biasanya ia akan datang ketempat ini meminta Raka untuk menemuinya dan memberikannya sebuah solusi terbaik.

Alvin menoleh saat pundaknya ditepuk dari belakang. Ia menyunggingkan senyum seadanya untuk membalas sapaan Raka.

"Kenapa lo?" Tanya Raka spontan yang duduk diseberang meja Alvin. Menatap Alvin yang sedang meneguk bir entah sudah gelas keberapa.

Dahi Alvin mengernyit saat tenggorokannya menimbulkan sensasi panas karena alkohol. Lalu menuangkan bir kembali kedalam gelas baru yang sejak tadi sudah ia siapkan. Menyodorkannya kepada Raka yang dibalas dengan gelengan kepala.

"Gue gak minum bir, minumnya teh atau kopi sambil menatap senja yang akan tenggelam bersama semua beban, bukannya mendengar musik yang bikin kepala gue mau pecah," Raka memperlihatkan kedua telinganya yang telah ia sumbat dengan kapas demi menyetujui permintaan Alvin untuk menemuinya dibar ini.

Bar yang menjadi saksi bisu Alvin jika pria itu mengalami suatu permasalahan hebat.

Alvin tertawa kering, entah untuk menertawakan apa.

"Lo gak pernah berubah ya, Ka. Masih aja cupu kaya dulu," ejek Alvin mencibir. "Lagak lo kopi sama senja, kena magh baru tau."

Raka mendelik. Menahan agar tak memutar bola matanya saat mendengar cibiran Alvin.

"Lo minta gue kesini cuma buat dengar lo hina gue doang? Seriously?"

Suara Raka sedikit berteriak menyesuaikan dengan dentuman musik.

Alvin kembali ingat, ia meminta Raka untuk datang kemari karena ingin mendapatkan solusi untuk masalahnya. Yudis tidak terlalu membantu,baginya.

Namun hanya cukup untuk menyadarkannya.

"Sorry sorry," ujar Alvin. "Ka, tapi gue bingung mau mulainya darimana..."

Belum sempat Alvin menyelesaikan ucapannya menjadi kalimat utuh. Raka sudah menyela. "Bukan tipe lo banget mau ngomong aja harus pake kalimat pembuka."

Raka sebenarnya tidak ingin menyela namun karena suara musik yang begitu kencang membuatnya harus segera menyelesaikan pembicaraan ini secepatnya. Gendang telinganya tak bisa berkompromi dengan suara musik seperti ini.

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang