TUJUH BELAS

64.1K 4.2K 69
                                    

🎵Pasto - Jujur Aku Tak Sanggup🎵

Maaf banget updatenya lama. Jujur aku lagi sibuk didunia nyata asa terlalu banyak kerjaan yg harus aku urus. Belum lagi setiap ngeliat snapgram banyak bgt yg nikahan, kan hati ini jadi potek liatnya 😢😂
Makasih yang sudah mau menunggu💙 salut deh sama kalian. Cerita wattpad aja ditunggu, apalagi doi, eh?

***

Mobil Raya terparkir di halaman rumah milik orang tuanya. Berjalan pelan dengan rasa ragu apakah yang ia lakukan sudah tepat. Sebisa mungkin Raya menahan air mata agar tidak terlihat di hadapan kedua orang tuanya. Ia tidak boleh menjadi lemah, dirinya pasti bisa melalui ini semua, tekadnya dalam hati. Mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Setelah berkompromi dengan anaknya agar tidak membuka suara tentang apapun yang dilihatnya dengan diimingi-imingi sebuah permen kapas dan sebungkus es krim membuat Nath kembali ceria. Raya melangkah masuk menatap keadaan rumah orang tuanya yang sepi.

Ia melihat Ibunya sedang memasak di dapur serta Papanya yang sedang membaca koran di meja makan. Ia melihat sekeliling rumahnya yang bisa dibilang sudah layak huni. Raya menghela napas, lagi dan lagi ini semua berkat Alvin. Finansial keluarganya kini menjadi stabil. Dirinya harus bagaimana, ketika melihat Papanya dengan mata berbinar melihatnya lalu langsung menanyakan kabar menantunya.

"Apa kabar Alvin? Perasaan Papa sudah lama gak liat, Alvin. Dia kok jarang mampir kesini lagi, Ra?"

Raya bisa melihat kacamata baca Papanya diturunkan setengah lalu menatapnya. Nath langsung berhambur bermain di taman belakang. Ibunya masih berkutat dengan masakan untuk sarapan keluarga. Maklum, hari masih pagi. Matahari belum sepenuhnya muncul, namun semangat Raya tertelan begitu saja.

"Baik, Pa. Mas Alvin-nya lagi sibuk," jawab Raya sekenanya lalu pergi ke dapur untuk membantu Ibunya. Selain itu, tentu saja untuk menghindari pertanyaan seputar Alvin.

Ibunya seperti mengerti lalu tersenyum serta memeluk dan mencium Raya penuh kasih sayang. Walau sudah dewasa, bagi Ibunya Raya tetaplah anaknya.

"Gimana kabarnya, Ra? Maaf, Ibu belum bisa mampir ke rumahmu untuk berkunjung. Ibu masih repot sama pesenan kue,"

Raya tersenyum mendengarnya, betapa bahagianya ketika usaha kue Ibunya berkembang.

"Alhamdulillah baik, Bu. Wah... syukur banget ya, Bu, usahanya lancar. Nanti Raya bantu promosi ya ke teman-teman Raya," ujar Raya menatap Ibunya yang kembali fokus memasak.

Ada jeda sejenak saat Raya ingin mengutarakan niatnya untuk menitipkan Nath kepada Ibunya sebentar. Mungkin, Ibunya tidak masalah walau lama sekalipun. Tetapi, Raya merasa tidak enak hati jika harus memberatkan kedua orang tuanya.

"Bu," ujar Raya membuat sang Ibu menoleh sebentar. "Raya titip Nath sebentar, boleh?"

Ibunya tersenyum sambil mengiris bawang. "Bolehlah, kenapa harus minta izin dulu? Ibu senang banget malah kalau Nath diam disini, rumah jadi gak sepi. Reyhan adikmu itu pasti betah dirumah kalau Nath ada disini. Serasa ada hiburan."

Raya menyunggingkan sudut bibirnya. "Makasih ya, Bu."

Raya berterima kasih kepada Ibunya yang sudah mau mengurus Nath sebentar dan terlebih untuk tidak bertanya mengenai kedatangannya kemari ketika masih pagi sekali. Tangan Raya lantas memeluk tubuh Ibunya yang masih tampak bugar walau sudah menua.

***

Setelah berpamitan, Raya pergi. Mengendarai mobilnya ke tempat seharusnya ia berada. Tempat dimana ia bisa meminta bala bantuan atau sekedar menjadi tempat pelampiasan.

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang