DUA PULUH DUA

61.1K 4.2K 144
                                    

Vote dan komen sebanyak2nya dong guys sebagai suntikan semangat untuk aku😆 happy reading sayang♥😂😂

***

Dua minggu berlalu...

Senyum terus terpancar dibibir Raya sedari tadi ketika memasuki ruangan bercat putih tersebut. Atmosfer didalam ruangan ini begitu panas dan tegang walaupun ac sudah dihidupkan. Keringat tak henti-hentinya mengalir didahi Raya ketika bokongnya jatuh diatas kursi kayu yang empuk. Raya sangat harap-harap cemas ketika menunggu kedatangan Alvin.

Raya meringis begitu matanya menatap kedua orang tuanya diseberang sana dengan pandangan sulit diartikan. Entah perasaan sedih, marah, atau kecewa begitu terlihat jelas diwajah kedua orang tuanya. Semua pengorbanan dan perjuangannya berakhir disini, diruangan kesakitan ini.

Setiap dua insan yang pernah hidup bersama, berbagi suka duka bersama, saling menggengam erat hingga tak pernah lepas setiap detiknya selama bertahun tahun pasti akan teramat sangat merasa kehilangan walau terkadang kebersamaan itu yang pada akhirnya saling menyakiti satu sama lain. Tanpa sadar, bahu Raya disentuh hangat oleh tangan yang sudah menemaninya selama beberapa tahun ini. Alvin tersenyum hangat kepadanya, memandang teduh wajahnya yang tanpa semua orang tahu sedang menahan untuk tidak menangis.

Beban dipundaknya terasa semakin berat terlihat bahwa kenyataan tengah memukulnya. Siapa yang tidak merasa sedih jika ia harus menerima pil pahit bahwa semua yang telah mereka lalui bersama akan musnah dalam hitungan beberapa menit kedepan. Namun, Raya berusaha bersikap setegar mungkin untuk menunjukkan bahwa dirinya kini baik-baik saja. Setidaknya, untuk saat ini. Untuk dihadapan orang-orang yang Raya sayangi.

Alvin duduk disebelah Raya sambil menghembuskan napasnya pelan. Raya melirik Alvin dari ekor matanya bahwa pria itu jelas sekali terlihat sedang merasakan gugup dan tegang seperti dirinya saat ini. Pandangan Raya dan Alvin bertabrakan saat mengetahui mereka sama-sama menatap satu sama lain. Hanya senyum yang dapat Raya keluarkan, tangan Alvin terulur untuk menggenggam tangan Raya.

Alvin merasa Raya seperti canggung dihadapannya kini.

"Jujur, aku sangat benci duduk disini. Aku benci bahwa kita kini seperti manusia yang tak saling kenal, Ra."

Suara berat Alvin berhasil membuat Raya terdiam kaku. Bukannya ini yang dirinya inginkan? Sehingga mempermudah jalan Alvin untuk berhubungan dengan wanita manapun diluar sana. Mengapa seolah-olah dirinya yang salah disini dan membuat dirinya menjadi serba salah.

"Bukankah kita memang seharusnya sudah tidak saling kenal setelah kamu menghancurkan kepercayaanku, Mas?" Bibir Raya bergetar ketika mengucapkannya. Namun segera ia tutupi dengan nada tak acuhnya.

"Semua pengorbanan dan kepercayaanku sudah musnah. Tetapi aku harap, semoga kita masih bisa berteman baik setelah perpisahan ini. Walau sebaik apapun kita berpisah, aku akan merasa sedih. Namun aku mohon, demi Nath. Kita masih bisa menjadi partner dalam membantu proses tumbuh kembang Nath agar tidak merasa asing" Raya berujar pelan sebelum sidang dimulai. Ia yakin ini jalan terbaik untuk memulai semua. Setidaknya, tidak ada lagi air mata disetiap malamnya hanya untuk menangisi hal yang tidak sepatutnya ditangisi.

"Kita masih bisa memperbaiki hubungan ini sebelum persidangan berlangsung? Aku bisa berubah demi kamu dan Nath, Ra," ujar Alvin penuh kesungguhan hati dan Raya mendengus malas.

"Terlambat. Tidak ada yang perlu kita perbaiki dan diubah. Kamu tetap akan menjadi seperti kamu yang pernah aku kenal. Tidak pernah berubah dan selalu melakukan hal-hal yang menurut kamu menyenangkan tanpa memikirkan perasaanku dulu bagaimana," Raya berucap pelan tetapi kedua matanya tetap fokus ke depan pada satu titik. "Sudah cukup aku menanggung ini semua. Im done!"

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang