TIGA PULUH SATU

65.2K 3.3K 67
                                    

Pandangan Raya jatuh pada papan kayu bertuliskan Ruangan Raflesia. Ia memandang Nath yang sedari tadi lebih banyak diam dan mengikutinya. Ia sendiri lebih banyak berperang dengan pikirannya sendiri, entah apa yang ia cemaskan, yang jelas perasaanya mendadak tidak enak.

Sebelum mengetuk pintu ruangan, Raya membaca pesan Alvin terlebih dahulu. Siapa tau ia salah baca dan berujung malu karena salah masuk ruangan. Ya, siapa tau aja. Mending cari aman.

Setelah dirasa benar, Raya menghembuskan napas seolah sedang memberi dorongan kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa melaluinya. Toh ini cuma sekedar menjenguk saja.

Raya mengetuk pintu pelan, mendorong pintu perlahan hingga menampakkan David yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan Rina yang memegang jemari David. Pandangan yang memilukan bagi Raya, karena begitu besar sekali cinta Rina kepada David.

"Assalamualaikum," ucap Raya pelan lalu menyuruh Nath memberi salam kepada Kakek dan Neneknya.

Raut wajah David dan Rina berubah cerah ketika melihat Nath, mungkin saja mereka rindu cucu satu-satunya ini.

"Cucu Opa apa kabar, sayang? Opa rindu sekali sama Nath," David memeluk lalu mencium pipi chubby Nath gemas.

"Nath baik, Opa sakit apa?"

"Opa cuma kecapean aja, sayang," dusta David enggan memberitahu penyakitnya kepada cucunya itu.

"Nath bawa buah-buahan buat Opa, kata Bunda banyak makan buah itu bagus buat yang lagi sakit,"

"Makasih, sayang. Cucu Opa baik banget."

Nath hanya menganggukkan kepala. Sementara David bercerita panjang lebar kepada Nath yang kini sudah naik keatas ranjang David. Raya mengamati interaksi mereka dengan Nath, sungguh Raya menyesal pernah mengutuk David karena kebiasaan buruknya itu yang selalu berganti wanita. Karena sikap David kepada cucunya itu tidak seperti yang dirinya bayangkan.

David sangatlah baik, walau umurnya sudah tidak muda lagi tetapi wajahnya seperti pria yang baru memasuki kepala tiga. Pantas saja banyak wanita yang bersedia bermain dengan David, selain karena kekayaannya wajah David juga tidak terliht tua-tua amat.

Raya tersadar dari lamunannya saat bahunya disentuh. Rina tersenyum kepadanya, bukan senyum angkuh dan sinis seperti sebelumnya. Tetapi seperti senyum---perdamaian--- ya, wajah Rina tidak seperti dulu disaat dirinya masih berstatus istri Alvin. Mungkin Rina kini sudah berdamai dengan keadaan.

"Bisa Mama bicara sama kamu diluar, Ra?"

Rina kembali tersenyum. Bagai senyuman Ibunya dirumah. Hangat dan penuh kasih sayang.

Rina membawa Raya ke taman rumah sakit, Raya seperti bernostalgia ketika dirinya mengobrol dengan Rina dulu. Ditempat ini, ditempat yang sama. Bedanya dulu, Rina tampak menggebu-gebu dan sinis kepadanya.

"Maafin Mama ya, Ra. Mama tau, ini semua yang terbaik untuk kalian. Hubungan kalian memang seharusnya berakhir, Maafin anak Mama yang belum bisa berubah. Maaf jika Mama terus menuntut agar kamu mampu bertahan dengan Alvin. Mama tau, memilih bertahan karena paksaan itu berat. Sekarang Mama bebaskan semuanya kepada kalian," Rina menjeda ucapannya selama beberapa detik. "Tetapi Mama mohon, uruslah Nath seperti kalian masih berstatus suami istri agar Nath tidak kehilangan peran diantara kalian."

Raya mencerna ucapan Rina. Apa bisa ia mengurus Nath seperti hubungan mereka masih baik-baik saja?

"Nath sudah tau keadaan orang tuanya sedikit demi sedikit, Ma. Raya sudah beritahu dan Nath mengerti jika kedua orang tuanya tidak seperti dulu."

"Tetap beda, Ra. Nath tetap perlu sosok Alvin. Bisa dilihat dari dua bulan ini, kamu sama sekali tidak mencoba menghubungi Alvin. Selalu saja Alvin yang bertanya kabar Nath, kamu seolah ingin menjauhkan Nath dengan Ayahnya."

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang