Selamat tahun baru, apakah ada yang sudah menemukan pengganti baru? :')
***
Raya menutup teleponnya, menyudahi percakapannya dengan Rina. Matanya berair tak kuasa menahan sesak di dada. Dirinya merasa sedih dan gelisah diwaktu yang bersamaan. Kuku jarinya menjadi senjata disaat gelisah melanda. Menatap langit dari balkon kamar hotel yang mendadak berwarna abu-abu, sebentar lagi akan turun hujan namun para pejalan kaki dibawah sana masih asik berjalan tanpa berniat membuka payung atau mereka tidak membawanya.
Beberapa motor dan mobil berlalu lalang dimata Raya yang tampak fokus melihat ke arah jalanan yang mulai sepi. Setelah itu, air turun menumpahkan segala kesedihannya ke bumi. Sama seperti Raya, tiba-tiba saja air meluncur begitu saja dari sudut matanya. Menumpahkan segala macam rasa yang menyesakkan hatinya.
Raya menangis bersama percikan air hujan yang mengenai dress motif bunga, membasahi sebagian tubuhnya yang masih setia berdiri di balkon hotel. Memandangi langit malam ini yang nampak tengah bersedih.
"Bun," Nath menjeda ucapannya, menunggu respon Raya. "Diluar hujan, nanti Bunda sakit. Kalau sakit yang suapin Nath makan siapa?" Ujar Nath begitu Raya melihat kearahnya.
Kaki Raya perlahan masuk ke dalam menutup pintu balkon lalu duduk diatas sofa sambil memeluk Nath.
"Kalau kita pulang, Nath mau ngapain?"
"Ketemu Ayah!" Jawab Nath dengan riang sambil menaikkan tangannya keatas. "Terus kita kemping di taman belakang, bakar jagung sama sosis sambil liat kembang api kerlap kerlip di malam tahun baru,"
Nath merindukan sosok Alvin dan Raya tak suka mendengarnya. Rasanya, seperti ada yang menyayat hatinya dengan pisau tajam saat anaknya merindukan Alvin yang notabene adalah ayahnya.
"Oh gitu ya?" Raya tidak terlalu berminat untuk membahas Alvin. Sudah cukup percakapan Rina tadi yang masuk kedalam list di otaknya.
Seandainya jika bisa, Raya ingin sekali mereset memori di otaknya mengenai hal-hal yang menyakitkan dan sebagai gantinya, ia akan memulai dengan melakukan hal yang positif serta membuatnya bahagia. Jika bisa. Kalau tidak, ya, Raya akan berusaha melupakan.
"Iya Bun! Kita ajak Om Rafa juga ikutan, pasti bakalan seru,"
Iya seru sekali Nath.
Seru melihat Ayahmu dan Rafa adu jontos karena memperebutkan Bunda atau mereka berusaha untuk menunjukkan siapa yang paling jago dan mampu bertahan dengan ego masing-masing. Raya tidak menginginkan itu semua.
"Kita tahun baruan di rumah Nenek aja, mau?" Ucap Raya memberikan solusi. Tidak mungkin juga malam tahun barunya kali ini harus suram didalam kamar hotel.
"Asikkk! Nath bakal main sama Abang Reyhan lagi," Nath senang sekali mendengarnya. "Tapi... sama Ayah kan, Bun?"
Raya berhenti napas sedetik lalu membuangnya perlahan. Bisa tidak anaknya ini jangan membahas Alvin kembali?
"Jadi, Nath mau tahun baruan di rumah Nenek apa disini aja?" Ujar Raya menahan kesabaran akan tingkah anaknya.
Nath hanya nyengir menampilkan sederet gigi mungilnya yang nampak rapih. "Iya Bun, iya. Di rumah Nenek."
Sebisa mungkin Raya memaksakan tersenyum walau wajahnya akan terlihat aneh. Tidak mungkin ia memarahi Nath karena egonya sendiri.
***
Raya nampak kesal. Sudah hampir pukul dua dini hari tetapi matanya belum juga mengantuk. Sudah satu bulan belakangan ini Raya mengalami insomnia dan mengalami penurunan nafsu makan yang membuat bobot tubuhnya perlahan lenyap beberapa kilogram. Kanan, kiri, miring, terlentang, sudah berbagai posisi Raya lakukan tetapi belum juga merasakan tanda tanda mengantuk. Menguap saja tidak. Menghitung anak domba seperti cara sewaktu sekolah dulu juga tidak mempan. Apa ia harus minum obat tidur?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Berjuta Rasa(Completed)
ChickLit#1 Pelakor - 11 Mei 2018 Sebuah keputusan sulit untuk memilih bertahan atau berpisah. Bertahan demi sang buah hati atau berpisah demi menyelamatkan hati. Karena jujur, dirinya ingin keduanya saja. 2017-2020