DUA PULUH LIMA

63.4K 3.8K 284
                                    

"Mm--- Mas Alvin?!"

Raya nyaris berteriak jika tak bisa mengontrol suaranya. Matanya nyaris melompat ketika melihat sosok pria yang kini sudah menjadi mantan suaminya tersebut tengah berjalan santai dengan tangan seorang wanita yang melingkar dilengannya.

Sebenarnya Raya akan bersikap biasa saja jika Alvin menggandeng wanita lain. Toh, mereka sudah tidak ada ikatan apapun lagi. Selain berjanji untuk menjadi partner yang baik dalam mengurus Nath walau sudah tidak berstatus suami istri lagi.

Dirinya pun tidak masalah jika Alvin berniat untuk mencari penggantinya dan memilih wanita lain walau mereka baru beberapa minggu resmi berpisah. Dirinya tidak apa-apa. Ia sangat mengerti jika Alvin bukan sosok pria yang tahan untuk sendiri dalam jangka waktu yang lama. Ya, you know what i mean. Kebutuhan pria.

Tetapi ini?

Mengapa harus Sarah yang Alvin rangkul?

Rasanya Raya ingin melempar sesuatu sebagai bentuk pelampiasan emosinya ini. Aliran darahnya seketika naik membuat otaknya menjadi mendidih. Wajahnya merah bagai tomat matang yang siap dimakan. Dirinya tidak mengerti, apa maksud ini semua? Lelucon apalagi ini.

Tangan Raya refleks meremas tangan Rafa begitu menyaksikan Alvin berjalan kearahnya. Dirinya lupa jika Alvin seorang alumni di SMA Kebangsaan ini juga yang pasti dirinya akan bertemu dengan pria didepannya ini.

Oh my god!

Ini sangat mengejutkan.

Raya menggelengkan kepala tidak percaya melihat kedua manusia didepannya ini. Ingin sekali Raya bertanya, tetapi, Raya sadar diri. Untuk apa bertanya, memangnya penting untuk ditanya? Huh, seketika Raya tersenyum miring melepaskan genggaman tangan Rafa lalu melipat kedua tangan didepan dada.

Memperagakan apa yang sudah Mama mertuanya contohkan. Mendongakkan kepala dengan pandangan mata nyaris setajam silet, itu semua kunci utama agar terlihat angkuh dan percaya diri.

Okay, kita lihat saja.

"Aku datang kesini sama Mas Alvin, Ra. Makanya telat, salahin aja dia," Sarah menggoyangkan tangannya dilengan Alvin manja, seketika Alvin tersadar dari kegiatannya memandang Raya.

Raya tersenyum manis kearah Sarah tetapi kedua matanya menunjukkan sebaliknya, seperti akan ada perang dunia ketiga yang menyebabkan bumi gonjang ganjing. Jika ini bukan tempat umum, Raya jamin Sarah, sahabatnya--- okay, mulai detik ini dirinya tidak sudi memanggil wanita ini sahabat--- hanya tinggal nama saja.

"Mas?" Kekehan Raya terdengar mengejek terlihat jelas ketika Raya menatap keduanya.

"Iya, kenapa, Ra? Apa ada yang salah?"

Kali ini Raya tertawa renyah tak bisa menahan lelucon dihadapannya ini. Mengapa rasanya kesal sekali melihat wajah damai Sarah yang dulu terlihat lugu. Walau masih menerka-nerka tetapi hati Raya sudah diliputi amarah yang berapi-api.

Mungkin saja Sarah dulu tidak bergabung didalam sebuah grup disalah satu aplikasi chat. Sehingga tidak tahu kalau yang tengah Sarah gandeng itu adalah mantan suaminya. Ya, mungkin saja. Raya hanya menerka-nerka.

"Oh, bukan apa-apa. Lucu aja dengernya kalian terlihat serasi," ujar Raya lembut namun matanya seakan tengah melubangi punggung Sarah dengan tatapan yang tajam.

"Iya kan, Rafa?" Raya tersenyum kearah Rafa namun tatapannya seolah berbicara jika pria itu harus bekerja sama dengannya.

Otak Rafa yang cerdas langsung terhubung. "Iya, sayang."

Tanpa mereka sadari, Alvin terperangah ketika Rafa menyebut kata sayang untuk Raya. Dahinya berkerut semakin dalam ketika melihat tangan pria itu menyelinap dibelakang pinggang ramping Raya dan dibalas dengan elusan pelan dilengan kekar Rafa. Tersenyum seolah mereka adalah pasangan yang sangat romantis dan seketika membuat hati Alvin sedikit geram. Ingin mendekat dan menjauhkan tangan pria itu dipinggang Raya, namun, Alvin urungkan niatnya. Dan kembali geram dalam hati ketika Raya terang-terangan mengibarkan aura kebencian pada dirinya.

Hujan Berjuta Rasa(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang