A few months later.
"Sayang. Lihat buahnya sudah habis." kata Devan dari atas pohon mangga.
Di bawah, Key merengut. Lalu menunjuk ke atas. "Itu masih ada." katanya.
"Itu masih terlalu kecil. Masih mentah."
Key mendudukan dirinya di lantai dengan kecewa. Sementara Devan buru buru turun, beberapa kali tergelincir namun tidak membuatnya jatuh.
Ia segera menghampiri Key. "Lihat, sudah berapa banyak yang kau makan. Nanti sakit perut." katanya.
Tapi Key tidak mengatakan apa pun. Devan tersenyum maklum. Lantas tangannya bergerak menarik tangan Key untuk ia kalungkan ke lehernya. Kemudian menggendong ibu muda itu ke dalam rumahnya.
Setelah satu bulan dinyatakan mengandung, Devan memutuskan untuk membawa Key pindah ke rumah baru. Benar benar rumah, bukan apartemen. Di sana ia bisa membiarkan anak anaknya tumbuh tanpa batas. Key pun bisa dengan nyaman menjalani harinya tanpa terkekang gedung tinggi ini.
Devan mendudukan Key di sofa. Sementara di depannya berdiri Kevan dengan tangan memegang meja. Matanya menatap televisi yang menyala di depannya.
Iya. Bayi itu sudah pandai berdiri.
Devan tersenyum kecil, lalu mengecup pipi Key gemas. Key mengerang protes. Tangannya dengan tak segan menjambak rambut suaminya itu. Devan pun tak segan untuk berteriak.
Tak lama Devan tertawa geli. Memeluk Key yang cemberut. Meskipun rasa panas menjalar di kulit kepalanya, ia tetap bahagia. Key dalam keadaan yang sangat baik. Ia memakan apa saja, sementara berat badannya makin bertambah.
Ia tak masalah kalau Key kembali gemuk seperti dulu.
Kevan pun sehat. Bayi itu bahkan sudah diperbolehkan meminum susu formula. Ia tumbuh begitu baik.
Bel berbunyi. Devan segera keluar untuk membukakan pintu.
"Oh hai." sapanya melihat siapa yang datang.
"Hallo." itu Lisie dengan Adam. "Aku ingin bertemu Key." kata gadis itu.
Devan mengiyakan lantas membukakan pintu lebih lebar. Gadis itu melangkah masuk sementara Adam dengan Devan berjalan beriringan.
Keduanya duduk di sofa sementara Key dan Lisie sudah menghilang ke dapur. Adam menatap Kevan yang sibuk dengan mainannya.
"Sudah sebesar ini ?" tanyanya takjub.
Devan tersenyum. "Aku juga tidak menyangka akan sebesar ini."
"Kukira prematur."
"Aku tahu. Tapi dia istimewa. Lihat, bayi prematur tumbuh sepesat ini. Usianya bahkan baru sepuluh bulan."
Adam berdecak. Menatap Kevan berdiri menatap televisi di depannya. "Apa karena ASI intens ?"
"Mungkin." Devan menggedikkan bahunya. "Tapi tetap saja, dia itu iblis kecil."
Adam tertawa.
***
Malam harinya, Devan menemukan Key tidak seperti biasanya. "Kenapa tidak dimakan ?" tanyanya lembut.
Key menundukan kepalanya. "Iya. Aku makan." katanya lalu mengambil daging lalu sayuran salad.
"Nasinya ?" tanya Devan. Tapi Key menggeleng. Lalu tanpa kata menyuap makanan itu.
Devan tak mengerti.
"Nasinya sedikit, ya ?"
"Tidak mau !"
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Maze
RomanceHidup itu tak ubahnya labirin. Banyak kelok yang kadang menyesatkan. Kadang menjadi petaka. Kadang berbuah manis pada akhirnya. Tak ada yang dapat menebak jalan labirin tanpa berusaha. Pada akhirnya, kita hanya akan berputar putar di tempat yang sam...