Saat itu gerimis di malam hari. Key duduk berdua dengan Renata di sofa menonton televisi. Keduanya sedang menunggu Devan yang sedang keluar.
"Sudah tiga bulan ya ?" tanya Key.
Renata tersenyum lantas memegangi perutnya. "Iya. Wajar saja kalau aku sering mengidam. Saat ini memang yang paling sering terjadi." katanya.
Key mengangguk paham. Matanya kembali menatap televisi saat merasa tak ada lagi yang akan ia katakan.
Suara pintu yang terbuka mengalihkan keduanya. Devan datang dengan dua bungkusan di tangannya. Air menciprat dari rambutnya yang basah saat ia mengacaknya.
Satu bungkusan ia letakkan di depan Renata lalu satu lagi ia bawa bersama Key.
"Pakai madu, kan ?" tanya Renata.
"Iya. Jus jeruk tanpa es pakai madu." kata Devan mengukir senyum di bibir Renata.
"Terimakasih." katanya.
Key menatap Devan lalu beralih pada bungkusan yang dibawanya. Devan membuka bungkusan tersebut.
"Aku bawakan kue keju untukmu."
Alis Key mengerut. "Tapi aku tak minta." katanya.
Devan berhenti, lalu menoleh pada Key dengan kerutan alis yang lebih dalam. "Kau tidak ingin keju ?"
"Aku tak ingin memakannya."
Devan menyandarkan tubuhnya dengan hembusan napas yang terkesan lelah. Lalu melirik Key datar. Key memasang wajah merengut. "Akukan tidak minta. Kenapa kau marah ?"
"Aku tidak marah. Tapi apakah sekarang kau benci keju ?"
Key mengerut. "Bukan benci. Hanya tak nafsu." katanya lalu memasang senyum lebar. Tangannya bergerak membuka kotak kue di atas meja. Lalu mengambil sepotong kue keju.
Devan mengernyit. Menatap sodoran Key di depan mulutnya. Key mendorong kuenya dengan senyum lebar yang di buat buat. Yang terkesan mengancam Devan untuk memakannya, kalau tidak ia akan marah.
Makan ini ! Kalau tidak...
Senyum geli terpatri di bibir Key saat Devan dengan wajah berat membuka mulutnya untuk mencicipi kue keju yang seharusnya untuknya.
"Senang sekali." sindir Devan merasakan rasa manis keasinan yang terlalu kental melumer dalam mulutnya.
Key terkikik geli justru memacu niatan Devan untuk membalas. Dengan cukup kuat, pria itu menarik lengan Key lalu mendesaknya dalam sebuah ciuman. Key memekik kaget lalu memejamkan matanya erat erat merasakan rasa khas keju yang Devan bagi untuknya. Tangannya tak punya cukup tenaga untuk mendorong. Lantas tawa geli mengambang dari bibirnya saat Devan mendesaknya ke bahu sofa.
"Itu jorok !" serunya dengan sisa tawa. Tapi entah kenapa laki laki hamil itu nampak senang.
Tetiba, suara pintu terbanting mengagetkan keduanya. Mematung dalam posisi, keduanya menoleh ke arah pintu kamar yang baru saja ditutup dari balik sofa.
Key menatap Devan dengan mulut terkatup. "Kau tak bilang soal Renata." katanya dengan nada berseru pelan. Alisnya bertautan tanda ia kesal.
"Ya Tuhan aku malu sekali." gumam Key menutupi wajahnya.
***
Mungkin karena kehujanan semalam, Devan jatuh sakit saat Key menemukannya di pagi hari. Tidak parah, hanya saja pria itu merasa lemas untuk sekedar bangun dari tempat tidur.
"Hm Key. Apakah Devan sudah siap ?" Key menoleh. Menemukan Renata dengan setelan kerjanya. Key baru ingat ia harus bekerja.
Key mengaduk bubur panas dalam panci miliknya. "Sepertinya kau harus pergi sendiri dokter. Devan tidak bisa pergi." katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Maze
RomansaHidup itu tak ubahnya labirin. Banyak kelok yang kadang menyesatkan. Kadang menjadi petaka. Kadang berbuah manis pada akhirnya. Tak ada yang dapat menebak jalan labirin tanpa berusaha. Pada akhirnya, kita hanya akan berputar putar di tempat yang sam...