2. That Surprise...

6K 555 31
                                    

Tak ada suara di antara ketiga orang dewasa itu. Key diam, Devan diam. Sedangkan yang satu satunya wanita asyik menyuapi yang paling muda di sana. Di tengah keheningan, ocehan Kevanlah yang terdengar.

Key merengut, lalu melirik Devan yang mengiba. Tanpa kata, ia cemberut.

Maria melirik keduanya sambil menyeka sisa sisa bubur di sudut bibir Kevan yang melonjak lonjak di pangkuannya. Ia menggedikkan bahunya acuh.

"Ibu..." panggil Devan.

Maria meliriknya.

"Ibu ada apa kemari ?" tanyanya.

"Hanya berkunjung."

Seolah tersadar, Key tersentak. Kemudian menepuk dahinya, menyadari ia tak menyuguhkan apa pun untuk ibu mertuanya itu.

"A-aku akan ambilkan minum." katanya. Lalu bangkit. Berjalan ke dapur dengan tatapan bayi mungilnya yang mengikuti kemana arah ia pergi. Seolah tak rela.

"Bagaimana perusahaan Ibu ?" tanya Devan lalu meminum sisa kopi paginya.

"Baik. Hanya saja tak sebaik dulu."

Devan nyaris tersedak, ia mengelap bibirnya. Lalu menghela napas berat. "Ibu tahu, kan kalau aku juga mempunyai perusahaanku sendiri."

Maria meletakkan sendok bayi itu, lalu menatap Devan. "Kenapa tak kau teruskan perusahaan ayahmu ? Kau anak satu satunya Dev. Kalau kau bangun perusahaan baru, siapa yang akan mengurus perusahaan ayahmu ? Ibu tak selamanya bisa memimpin."

Devan menyisir rambutnya dramatis. Tak tahu lagi harus mengatakan apa.

Selang beberapa detik, Key datang dengan nampan berisi teh melati favorit Maria. Meletakkannya di depan wanita itu, lalu mengambil alih Kevan darinya.

Maria menyesap tehnya. Melemaskan tubuhnya yang terasa tak nyaman.

"Kapan terakhir kali Ibu Check Up ?" tanya Devan.

"Bulan lalu." jawab Maria pelan.

Devan mendesah. "Ibu. Akukan sudah bilang, periksakan dirimu ke dokter, ingat kesehatanmu Ibu."

Maria meletakkan tehnya di meja, lalu menatap Kevan yang berada di pangkuan Key tanpa mengindahkan ucapan Devan.

Ia senang melihat bagaimana bayi itu menatapnya. Memainkan topinya. Melonjak girang dengan mulut terbuka menutup. Ocehannya. Atau pekikan senangnya.

"Lainkali, belajar dulu sebelum mengurus bayi." sindirnya melirik Devan.

Alis Devan menukik. "Akukan laki laki. Wajar. Menyuapi bayikan keahlian wanita." elaknya.

Key melotot, tapi Maria yang menjawab. "Key juga laki laki, tapi ia bisa."

"Iya. Key kan-" Devan mematung, tak sanggup melanjutkan ucapannya melihat Key menatap sengit ke arahnya. "Baiklah, aku menyerah." katanya pasrah.

***

Di pagi yang berbeda, Devan terbangun oleh suara rengekan bayi di telinganya. Saat melirik jam di nakas, ia menemukannya dalam pukul 06.43.

Devan tak menemukan siapapun di dalam kamarnya kecuali dirinya sendiri. Jadi ia memutuskan untuk keluar.

"Ada apa ?" tanya Devan saat menemukan Key sedang menggendong Kevan di dekat meja makan.

Key menoleh. "Baby Kev rewel sekali. Ia tak mau ditinggal. Tapi aku harus memasak pagi ini." keluh Key.

Devan melirik Kevan di gendongan Key. Bayi itu mengusakkan wajahnya di bahu Key atau di perpotongan leher Key manja. Sisa sisa isakan masih keluar dari bibirnya. Pertanda bahwa ia tidak senang ditinggalkan.

Like A MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang