Key mengetuk pintu dua kali. Lalu menekan kenop untuk mengintip ke dalam. Ia tersenyum saat Renata menoleh padanya. "Halo." sapanya.
Ia melangkah masuk. Berjalan dengan langkah langkah kecil sambil memegangi perutnya yang mengembung. Lalu mendudukan dirinya di samping Renata.
"Kamar ini tidak apa, kan ?" tanya Key.
Renata tersenyum. "Sudah sangat cukup." katanya. "Aku sangat berterimakasih. Aku janji untuk bekerja setelah ini."
Key tertawa kecil hingga matanya menyipit. Sedangkan Renata menatapnya.
"Key. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu..."
Key menoleh dengan raut seolah bertanya 'apa?'
"Aku..." Renata menggigit bibirnya. Ia mendadak gugup. "A-aku lupa hendak mengatakan apa." katanya dengan sekali tawa.
Key mengangkat alisnya. Alih alih bertanya 'kenapa?', ia malah tersenyum. "Kau lucu." katanya lalu bangkit. "Aku sudah memasak. Keluarlah kalau kau lapar." Key keluar saat mendapat anggukan Renata.
Key menatap Devan setelah menutup pintu. "Dia tidak mengatakan apa pun." katanya lemah dengan gelengan.
Devan merangkulnya. "Belum waktunya." katanya sambil melangkah keluar rumah. "Aku pergi. Hubungi aku kalau terjadi sesuatu."
Satu kecupan sayang singgah di dahi Key sebelum menjauhnya mobil Devan dari rumah sederhana mereka.
Key menghela napas panjang. Mungkin hidup baru akan ia lalui. Hidup yang sedikit berbeda.
***
Key melirik jam dinding di atas televisi. Lalu menghela napas saat menemukan jarumnya menunjukkan pukul 13.46 sementara Devan belum kembali.
Ia menoleh pada Kevan. Meladeni ocehan bayi itu padanya. "Sayang. Daddy tidak pulang." katanya lalu meraba meja untuk mengambil ponselnya.
"Devan."
[Ya hun ?]
"Kau ada dimana ?"
[Aku di kantor.]
"Kau tidak pulang untuk makan siang ?"
Terdengar helaan napas dari seberang. [Maafkan aku. Aku tidak bisa pulang hari ini. Banyak yang harus aku kerjakan.]
Key mengatupkan belah bibirnya. "Baiklah." katanya sedih. "Jangan lupa untuk makan siang ya ?"
[Iya.]
"Janji ?"
[Iya. Janji.]
Key membuang napas berat. "Love you." bisiknya lirih. Lalu tanpa menunggu balasan ia langsung memutus sambungan telepon.
"Sayang, Daddy tidak pulang siang ini." adunya memeluk Kevan untuk ia bawa ke meja makan.
Saat melewati kamar Renata, Key melihat wanita itu sedang membereskan tempat tidurnya. "Dokter. Ayo kita makan siang." ajaknya. Renata menoleh laku tersenyum.
"Aku akan menyusul." katanya. Key mengiyakan lantas melangkah riang menuju meja makan dengan Kevan dalam gendongannya.
Mungkin dengan tidak adanya Devan di saat saat seperti inilah ia butuh seorang teman selain Kevan. Ia senang dengan adanya Renata di rumah ini. Renata baik. Key merasa nyaman dengannya.
***
Key menutup pintu hati-hati agar tidak membangunkan Kevan yang sudah lelap dalam tidurnya. Seharusnya ia juga tidur sekarang, tapi tak adanya Devan membuatnya tidak bisa tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Maze
RomanceHidup itu tak ubahnya labirin. Banyak kelok yang kadang menyesatkan. Kadang menjadi petaka. Kadang berbuah manis pada akhirnya. Tak ada yang dapat menebak jalan labirin tanpa berusaha. Pada akhirnya, kita hanya akan berputar putar di tempat yang sam...