Suasana begitu canggung. Ruang keluarga yang luas menjadi dingin. Key bertahan dengan mulut tertutup, sesekali tangannya bergerak mengusap rambut Kevan di depannya sementara balita itu asik dengan bubur dan televisi yang menyala.
Keduanya benar benar mengabaikan Devan yang duduk di atas sofa di belakang mereka. Pria itu diam sembari sesekali menghela napas dan memijit dahinya. Membuang napas berat, akhirnya Devan bangkit.
"Baiklah..." gumamnya.
Namun tiba tiba Key berbalik cepat padanya saat Devan hendak ke kamar. Wajah Key yang sembab dan mata yang memerah membuat wajah hendak menangis lagi hingga Devan terkesiap.
"Jangan bekerja..." kata Key berkaca kaca.
"Apa aku harus bolos ?" tanya Devan.
Key menyusut ingusnya. "Ya sudah. Tak jadi..." katanya lalu kembali membalikkan badannya menghadap Kevan.
Devan memutar bola matanya lalu menjatuhkan tubuhnya di belakang Key dan memeluk tubuh yang sedang hamil itu.
"Baiklah. Aku tidak akan bekerja." katanya mengalah. Key tidak mengatakan apapun dan Devan tak bisa berbuat apa apa.
"... Kalau aku bertemu dengan Renata lagi, aku tidak akan takut lagi..." kata Key tiba tiba.
Devan mengedip. "Itu bagus."
"Aku tidak menyesal menampar Renata tadi..." lanjut Key dengan suara serak.
Devan menganggukkan kepalanya.
"Aku juga tidak menyesal mencakarnya..."
Devan mengangguk lagi.
"Aku senang saat menarik rambutnya..." Key mengusut ingusnya sedih.
Devan mengangkat kepalanya dari bahu Key. Tangannya bergerak mengusap rambut Key sayang. "Jangan bicarakan dia terus. Kau tahu itu tidak baik untuk suasana hatimu."
Key merengek sedih lalu mengusut ingusnya. "Aku benci Renata..." isaknya dengan kepala menegadah seperti anak kecil. Devan memeluknya dan Key berbalik hingga wajahnya membenam di dada Devan.
"Aku juga. Sudah jangan menangis." kata Devan mengusap kepalanya.
Key merengek hingga mengeluarkan suara degungan lucu membuat Kevan menatapnya bingung.
Tiba tiba bel berbunyi mengalihkan perhatian kedua orang dewasa itu. Beberapa detik kemudian, sosok familiar muncul di balik dinding.
"Hai."
Devan menatap datar. "Kau mau menjemput Vin ?"
Orang itu, Adam memperbaiki kerah kemejanya. Lalu mendudukan dirinya di sofa tunggal sementara tuan rumah duduk di lantai. Sangat santai.
"Menjemput Vin ?" Devan bertanya ulang seolah memastikan.
"Iya." jawab Adam. "Aku melihat Renata di luar sendirian. Apa yang terjadi ?" tanya Adam.
Devan melirik Key lalu menatap Adam. "Key mengusirnya." jawab Devan.
Adam nyaris tersedak. "Serius ?" matanya mengedip beberapa kali seolah tak percaya. Lalu matanya beralih menatap Key penuh minat.
"Aku ingin melihatnya." kata Adam antusias.
Devan berdecak. "Kau akan takjub jika melihatnya."
"Apa kalian sedang membicarakan aku ?" tanya Key tiba tiba. Devan mengedip seolah tersadar saat mendengar suara sindiran bercampur rajukan itu. "Tidak." jawabnya tertawa kecil lalu memeluk Key ke dada.
Adam memutar bola mata. "Vin mana ?" tanyanya.
Key mengangkat kepalanya lalu mengusut sisa ingusnya. "Vin masih tidur." katanya serak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Maze
RomanceHidup itu tak ubahnya labirin. Banyak kelok yang kadang menyesatkan. Kadang menjadi petaka. Kadang berbuah manis pada akhirnya. Tak ada yang dapat menebak jalan labirin tanpa berusaha. Pada akhirnya, kita hanya akan berputar putar di tempat yang sam...