26. Let It Go

2.7K 331 80
                                    

Semua orang pada akhirnya akan mati...'kan?



Devan hilang akal. Kejadian ini begitu tiba-tiba. Betapa pun bencinya ia pada Renata, tapi saat melihat wanita hamil yang sudah berdarah, Devan tidak akan sanggup untuk mengabaikannya. Itu adalah sisi kemanusiaan yang normal dimiliki oleh semua orang.

Devan mendorong pintu untuk terbuka lebih lebar dengan kakinya. Tapi ia tersentak begitu tiba-tiba ia mendengar Kevan menangis histeris dengan suara menggelegar. Perasaannya tak enak dan ia memutuskan untuk kembali ke dalam.

Devan menegang saat melihat Key sudah melemas di lantai dan tanpa sadar menurunkan Renata untuk segera menuju ke arah Key.

Devan berjongkok dan menangkup pipi Key yang pucat dan kulitnya terasa dingin. "Bernapas. Kumohon bernapas," katanya panik saat napas Key terputus-putus.

Devan gemetaran. Tak siap dengan kejadian tiba-tiba ini. "Bernapas Key," katanya dan menggendong Key hati-hati. Dan tanpa banyak bicara lagi, ia segera berlari keluar, melewati Renata yang terisak memohon padanya untuk kembali. Tapi tak mampu menarik perhatian Devan yang sudah terpaku sepenuhnya pada Key.

Kevan menjerit dan Devan mengumpati dirinya sendiri karena hampir meninggalkan balita itu di rumah. Devan memangku Kevan di kursi kemudi karena ia tak punya waktu untuk memasangkan sabuk bayi di kursi belakang sementara Key membutuhkan pertolongan dokter secepat mungkin.

"Bertahan Key."

Dan melupakan sepenuhnya Renata yang juga butuh pertolongan di rumahnya.

***

Adam mengusap punggung Kevan yang terisak kecil. Dokter muda itu juga gelisah. Devan menyerahkan Kevan saat mereka bertemu dan berkata Key akan melahirkan sementara Devan sendiri menemani Key di dalam setelah memohon untuk masuk.

Adam memejamkan matanya. Inilah saat-saat yang paling Adam takutkan saat mendengar Key hamil. Pria hamil itu sebenarnya tidak wajar. Dan kemungkinan berhasilnya kecil saat melahirkan. Bisa jadi hanya salah seorang yang selamat. Bisa jadi juga tidak ada yang selamat.

Adam hanya bisa berdoa untuk keselamatan kedua-duanya.

***

Devan ingin menangis, tapi air matanya tak bisa keluar. Tangannya gemetaran saat memegangi tangan Key.

"Kumohon tetaplah sadar," bisiknya menempelkan dahinya di pelipis Key. Mata Key terbuka setengah. Devan takut jika Key jatuh ke alam bawah sadarnya saat proses melahirkan, karena resikonya lebih besar jika itu terjadi. Tapi Key sudah tidak kuat lagi, dari tadi sudah ingin pingsan karena rasanya sangat menyakitkan.

"Key. Aku mohon tetap sadar. Key—" Devan panik dan menoleh pada dokter yang sudah bersiap. "Kenapa suamiku tidak sadar? Apa terjadi sesuatu?!"

Tidak ada jawaban selain kata tenang. Para suster segera memasang masker respirator dan segala macamnya. Devan pusing untuk memikirkannya. Pikiran saat ini hanya pada Key.

Mata Key terbuka lagi. Kesadarannya sangat kecil dan bayi dalam perutnya tak bisa lagi menunggu. Devan akhirnya menitikkan air matanya.

"Aku bersumpah akan membunuh diriku sendiri jika kau meninggalkanku."

***

Perhatian Devan teralihkan saat mendengar suara bayi melengking di dalam ruangan.

"Berikan padaku," katanya lirih dan ia segera mendapatkan makhluk mungil itu dalam pelukannya. Tubuhnya gemetaran dan pria itu tidak tahan untuk tidak menangis. Makhluk itu terlihat indah meski berlumur darah. Devan memeluknya, mendekatkan ke wajahnya hingga tercium baunya yang khas bercampur bau darah. Devan berada dalam dunianya sendiri.

Tapi kenapa suasana mendadak ribut?

Dokter dan para suster sibuk pada sesuatu membuat Devan teringat pada Key. Pria itu tanpa sadar memberikan bayinya pada salah satu suster saat melihat Key sudah tak bergerak lagi.

Devan menahan napas di dada. Dadanya bergemuruh. Devan berusaha menenangkan dirinya sendiri untuk tidak mengganggu para dokter. Tapi ia benar-benar ketakutan. Pria itu berdiri menatap dengan raut pucat.

"Aku serius," katanya dengan tatapan kosong. "Aku serius dengan ucapanku Key. Aku akan membunuh diriku sendiri jika kau meninggalkanku."

Tangis Devan pecah. Sebenarnya ia tak ingin menangis seperti ini, tapi saat melihat dokter mengeluarkan alat kejut jantung, Devan tak bisa menahan diri, karena itu artinya hal yang paling ia takutkan akhirnya terjadi. Dokter masih berusaha berbuat sesuatu tapi Devan tahu itu tak berguna. Key sudah pergi. Miliknya sudah pergi. Malaikatnya—

Setiap orang memang akan kembali ke tempat dimana ia akan abadi di sana. Devan tak bisa egois untuk memaksakan kehendak, tapi—

***

.

.

.

Devan tersentak. Langsung terduduk dan menahan napas. Matanya terbelalak dan berkeliaran hingga menemukan dirinya berada di dalam kamarnya sendiri dan seorang bayi mungil dalam balutan selimut biru.

Bahu Devan perlahan turun, dan tangannya bergerak untuk mengusap wajahnya kasar. Mulutnya berkomat-kamit mengucapkan kata 'Itu hanya mimpi.'

Setelah memastikan bayinya aman dan tenang dalam tidurnya, Devan bangkit untuk mencari suami tercintanya yang sudah membuatnya bermimpi buruk. Beberapa pakaian kotor berserakan dan Devan memungutinya satu persatu. Karena Key pasti sibuk menyiapkan sarapan dan mengurus Kevan.

Tapi, Devan bertanya-tanya. Kenapa ada begitu banyak orang di rumahnya?

Dan semuanya memakai baju hitam.

"Apa ini?" tanya pelan.

Orang terdekat dari posisinya adalah Adam. Pria itu dengan wajah kuyu menatapnya.

"Devan, Key harus segera dimakamkan."

***

#
💬💬💬💬💬

Like A MazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang