Tak ada yang tahu apa yang Devan pikirkan. Tatapan matanya tidak menunjukan apa apa. Wajah tanpa ekspresi miliknya perlahan membuat suasana yang canggung di tengah keheningan.
Renata berdehem. "Kita akan mengadakan rapat dengan dewan—"
"Jangan bicarakan itu." sanggah Devan tanpa menoleh. Kedua tangannya memutar roda kemudi dengan apik ke arah kanan untuk keluar dari daerah rumahnya.
Renata mengatupkan mulutnya dengan kedua alis terangkat. "Mungkin nanti saja."
"Jangan pernah bahas itu lagi."
Renata menoleh. "Apa maksudmu ?"
Devan menghentikan mobilnya. "Aku tidak berminat lagi. Kalau kau ingin silakan lanjutkan rapatnya sendiri, jika tidak, aku juga tidak akan memecatmu." katanya.
Renata mengerjap tak mengerti. Lalu menoleh keluar saat Devan menggedikkan bola matanya ke arah luar. Mengisyaratkan untuk keluar.
"Silakan cari taksi sendiri." kata Devan.
Renata terbelalak. "Kau akan membatalkan kerja sama ?"
Devan tak menjawab justru mengiyakan pertanyaan Renata. Renata menggeleng heran. "Tapi itu proyek besar."
Devan memandangnya datar. "Suamiku sudah menungguku dengan tidak sabaran. Percayalah, kau banyak membuang waktuku dengan obrolan tidak bergunamu itu." kata kata Devan terdengar kejam di telinga Renata hingga membuat rona merah sampai ke telinga wanita itu.
Ia sukses dipermalukan oleh bosnya sendiri.
***
Jeritan ke dua kembali terdengar. Key meremas selimut yang ditidurinya. Tubuhnya meringkuk dipenuhi rasa sakit. Air mata berlinangan mengotori wajahnya.
"Ma..."
Kevan berdiam diri di samping ranjangnya dengan tangan memegang robot robotan miliknya. Wajah balita nampak kebingungan tapi ia tak berani protes melihat ibunya menangis dengan keras.
Kevan juga menjadi sedih.
"Mamaa..." panggilnya dengan suara bergetar.
Key memejamkan matanya, lantas mengangkat dirinya bangkit lalu beringsut dengan gontai menuju ujung ranjang. Isakan tak pernah ia tahan, tangis lolos begitu saja saat Kevan memeluk kakinya.
Key menoleh pada pintu, sudah lewat lima menit tapi tak ada tanda tanda Devan akan kembali. Pria itu sama sekali tidak mengejarnya.
Key hanya menginginkan secuil realita dari harapan ia yang panjatkan. Itu saja sudah cukup membuatnya mengerti. Tapi tak ada sedikit pun seperti yang ia harapkan. Devan tetap kukuh dalam pendiriannya, pria itu tidak kembali bahkan hanya untuk sekadar mengucapkan kata kata pengertian.
Seluruh kasih sayangnya hilang dalam sekejap.
Key patah hati. Devan meninggalkan rumah begitu Key menutup pintu. Hati Key hancur. Devan tidak peduli bahkan setelah melihat air matanya.
Key tak tahu apa kesalahannya. Kemarahan Devan jelas tidak beralasan. Pria dengan segala keegoisannya.
Key menunduk menatap Kevan. Tangisnya kembali pecah. Key bangkit dengan gontai menuju lemari. Mengeluarkan pakaiannya lalu memasukkan ke dalam ransel lamanya. Ditambah pakaian Kevan juga susunya.
Key tak tahu apa yang ia pikirkan. Mendadak ia butuh untuk menenangkan diri dari hubungan yang kini mulai retak. Satu satunya hal yang terlintas dalam pikirannya adalah, tidak melihat Devan beberapa waktu. Tak ada waktu untuk berpikir, karena ia bahkan sakit kepala mengharapkan Devan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Maze
RomanceHidup itu tak ubahnya labirin. Banyak kelok yang kadang menyesatkan. Kadang menjadi petaka. Kadang berbuah manis pada akhirnya. Tak ada yang dapat menebak jalan labirin tanpa berusaha. Pada akhirnya, kita hanya akan berputar putar di tempat yang sam...