Key kebosanan. Lagi.
Renata yang biasanya menjadi teman rumahnya. Yang biasanya menjadi teman ngobrolnya. Kini pun sedang bekerja. Ia tak mungkin melakukan itu dengan Kevan.
Satu hal terlintas dalam pikirannya. Ia merindukan Lisie. Key masih menganggap semuanya seperti sediakala. Biar bagaimana pun, Lisie adalah orang yang ia sayangi.
Key masih menganggap semuanya baik baik saja. Key hanya ingin memberi tambalan sedikit pada hubungan mereka sedikit bocor.
Mendiall nomor Devan, Key mencoba meminta izin. Setidaknya memberitahu Devan bahwa ia ingin pergi.
Tapi sampai panggilan ke empat, Devan tak kunjung menjawab. Key menghela napas. Entah seberapa banyak pekerjaan pria itu yang membuatnya begitu sibuk. Key memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat.
Dev. Aku pergi ke cafe Lisie. Aku naik taksi. Sore nanti aku akan pulang. Jangan khawatir, ok !
Send.
***
Key menggandengan tangan mungil Kevan memasuki cafe di depannya. Anak itu menurut dengan mudah. Tidak merengek atau meminta digendong. Karena jujur saja, Key tak sanggup lagi menggendongnya terlalu lama mengingat usia balita itu sekarang. Belum lagi kandungannnya yang semakin menua.
Dalam hati Key berharap bahwa hubungannya masih utuh.
Key tidak menemukan Lisie dimana pun. Hanya terdapat beberapa pelayan yang berlalu lalang melayani pelanggan. Jadi Key memutuskan untuk mencari meja kosong. Pilihannya jatuh pada tempat berupa sofa panjang yang saling berhadapan ditengahi oleh sebuah meja. Tepat di samping jendela kaca. Jadi ia dapat dengan mudah meletakkan Kevan di sisinya yang berhalangkan dinding kaca.
"Key ?"
Key mendengar suara yang samar samar terdengar familiar. Saat ia menoleh, sosok berpostur tubuh tinggi tegap memehuni indera penglihatannya.
"Andy ?"
Pria itu tersenyum lebar. "Jadi benar benar kau. Sudah berapa lama kau tidak mampir sejak pernikahanmu ? Aku hampir tidak mengenalimu."
Key tertawa tulus. Andy, pria berseragam pelayan itu mendudukan dirinya di sofa seberang. Sama sekali tidak segan di depan pelanggannya, Key.
"Kau terlihat sehat dari yang terakhir aku lihat." katanya.
Key mengangkat alisnya. "Apa kau ingin mengatakan aku gendut ?" tanyanya main main.
"Eits. Jangan tersinggung. Hanya saja kau nampak sehat. Maksudku benar benar sehat. Yah...yah kau paham maksudku." Andy menggaruk kepalanya. Bingung sendiri hendak mengatakan apa.
Key menggelengkan kepalanya dengan geli. "Apa Lisie ada ?" tanyanya.
"Bos di ruangannya. Mungkin bersama kekasihnya."
"Adam ?"
Andy mengangguk. Lantas matanya menilik sosok kecil di sisi Key yang berusaha melepas sepatu sendiri hingga badannya melengkung karena kesulitan.
"Kau ingin apa ? Akan aku pesankan special." tawar Andy.
Key melirik Kevan. "Aku ingin jus jambu dua. Tidak pakai es. Lalu pancake madunya satu porsi saja. Madunya dipisah ya ?"
Andy bangkit dengan sigap. "Oke ! Pesananmu datang dalam 5 menit lagi." katanya dengan sikap formal seolah sedang melayani orang penting membuat Key tersenyum geli.
Sesaat setelah Andy pergi, Kevan merengek tentang sepatunya yang ia rasa mengganggu. Key mendengus geli, lalu menarik sepatu itu hingga lepas dari kedua kaki kecilnya. Lantas anak itu bangkit, berdiri di atas sofa bersandaran tinggi itu dengan girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Maze
RomanceHidup itu tak ubahnya labirin. Banyak kelok yang kadang menyesatkan. Kadang menjadi petaka. Kadang berbuah manis pada akhirnya. Tak ada yang dapat menebak jalan labirin tanpa berusaha. Pada akhirnya, kita hanya akan berputar putar di tempat yang sam...