The Wait

844 53 0
                                    

Nura POV

  Cahaya yang begitu terang membuat aku menyipitkan mata. Seperdetik kemudian cahaya itu mereduk lama kelamaan menghilang. Aku membuka mata dan melihat keadaan disekeliling.

"Indahnya." kagumku.

    Di depan mata sebuah sungai mengalir tenang dengan air terjun di ujungnya. Rerumputan hijau terbentang luas ibarat karpet yang menutupi lantai ruangan. Bunga-bunga menyambut kedatanganku dengan tarian.

"Tidak biasanya kau berkata seperti itu," ucap Akito menahan tawa.

"Kali ini aku jujur. Tempat ini sungguh Indah."

  Aku berputar-putar senang. Bau harum membuatku merasa nyaman di tempat ini. Akito tertawa kecil sambil melipat tangannya di depan dadanya.

"Aku senang berada di sini," ucapku sambil duduk di rumput.

   Akito mendekat kearahku. Ia berjongkok untuk mengimbangi tinggi tubuhku. Tangan kanannya  disembunyikan di belakang punggung. Perlahan Akito mengeluarkan benda di tangannya. Ternyata sebuah bunga. Akito lalu menyelipkan bunga di telinga kananku.

"Kau semakin cantik."

   Jantungku berdebar kencang. Aku membatu sambil menatap kedua mata hitam Akito. Dia tersenyum manis.

"Aku memang cantik... Hehehe," candaku.

"Kau memang mirip seperti... Suyo?"

"Apa Suyo?!" aku memukul Akito marah.

"Bu... Bukan bukan itu Suyo."

  Akito menunjuk kearah langit. Terlihat singa sedang terbang dengan lincahnya. Singa itu menatap tajam dan turun tepat di hadapan kami.

"Suyo kenapa kau di sini? Aku menyuruhmu untuk menunggu di luarkan?!" ucap Akito.

  Saat Akito mendekat, tiba-tiba singa itu menggeram. Ia menaikan bibir menampilkan deretan giginya.

"Ada apa dengamu?"

"Siapa kalian?" ucap singa itu.

"Aku Nura, apa kau lupa denganku?"

"Tidak aku tidak mengenalmu, Pergi dari sini!"

"Suyo jangan bercanda!" kata Akito.

"Cepat pergi dari sini! Ini bukan tempat kalian!"

  Singa itu sama sekali tidak menuruti perintah Akito. Singa itu berbalik badan dan ingin terbang lagi.

Ada apa dengan Suyo?

Tunggu Suyo?
  
   Saat singa itu berbalik warna bulunya tidak sama. Sepintas memang sama, sepertinya warna bulu Suyo lebih gelap. Tapi, warna singa yang ada di depanku berwarna lebih terang.

"Kau bukan Suyo?!" ucapku.

  Seketika singa tersebut berhenti bergerak.

"Sudah aku bilang aku tidak mengenal kalian. Pergi dari sini atau aku panggilkan klanku!"

"Aku tidak ingin menggangumu dan klanmu. Perkenalkan aku Nura Yamaki."

   Sayap singa itu dia tutup kembali. Ia berbalik badan menatap aku bingung.

"Kau Nura Yamaki? Maafkan aku telah berbuat lancang kepadamu,"

"Hah? Tidak apa-apa. Kau mengenalku?"

"Tentu kau ditunggu pimpinan kami."

"Pimpinan siapa?" tanya Akito.

"Kalian temui dulu saja. Mari aku antarkan."

  Singa itu membungkukkan badan agar aku dan Akito dapat naik dengan mudah. Akito menatap bingung namun, aku menggaguk kearahnya untuk percaya kepada singa ini. Singa itu melebarkan sayap dan terbang dengan tenang di atas langit.

***

  Singa yang mirip Suyo itu turun di dekat taman bunga. Di ujung taman terdapat rumah berwarna putih. Tidak terlalu besar, tapi tetap terlihat indah. Kami berjalan menuju rumah itu.

  Di sepanjang jalan setapak, para binatang melihat kearah kami. Tatapan tersebut seperti tatapan seseorang yang keheranan.

  Di depan rumah itu, wanita cantik sedang duduk di taman. Dia membelai lembut seekor kelinci cokelat. Wanita itu menatap kearah kami, kemudian berdiri.

"Kau Nura?" tanya wanita itu.

"I... Iya. Apa kita sebelumnya pernah bertemu?"

"Aku bibimu, adik ibumu,"

  Wanita itu tersenyum lebar. Ia memelukku erat sambil menangis.

"Kau sudah besar," ucapnya merabah seluruh badan untuk memastikan keadaanku.

"Maaf aku tidak tahu nama bibi."

"Oh ya terakhir kali aku menemuimubsaat kau masih berumur 2 tahun. Namaku Haru."

  Aku menggangukkan kepala tanda mengerti.

"Ini partnerku."

"Aku Akito Kagami."

"Aku Haru Siren. Ayo masuk."

   Di dalam rumah itu terasa sejuk. Walaupun terlihat sederhana, siapa sangka di dalam rumah itu di hiasi oleh tumbuhan-tumbuhan merambat. Ada 4 kursi dan 1 meja dari kayu di ruang tamu. Yang paling mencuri perhatian di tengah rumah bibi ada rumah pohon asli. Sungguh indah. Kami dipersilakan duduk oleh bibi Haru.

"Bagaimana kabar ayahmu Nura?"

"Dia baik-baik saja. Sebenarnya bibi aku masih ingin berbicara banyak padamu, tapi ada hal yang lebih pengting lagi."

"Katakan?"

"Jadi ayah bilang bibi bisa membantuku untuk mengendalikan Kitsune."

"Kau sudah tahu rupanya? Kau yakin ingin mengendalikan Kitsune?"

"Aku sangat yakin."

  Bibi Haru memandangku sesaat. Ia tersenyum tipis lalu berdiri dari posisi duduknya.

"Ikut aku!"

   Aku dan Akito lalu mengikuti langkah kaki bibi Haru. Ia menuju kesalah sati sudut ruangan. Saat bibi membuka sedkit pintu. Terlihat pancaran cahaya dari cela pintu yang terbuka.
Aku jadi penasaran apa yang ada di balik pintu itu?

Apa ruangan? Atau hal yang lain?
-
-
-
-
-
-
Jangan lupa vote dan saran....

Vote dan saran kalian dibutuhkan.

 


Battle The World (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang