Headhelt

819 46 0
                                    

Nura POV

"Hah... Hah... Hah... Kiki apa hanya sebesar ini kaomu?" tanya Nura mengatur nafas.

"Kau mengejekku?! Kao yang aku berikan padamu hanya 30% saja, tapi kau masih belum bisa menstabilkannya."

   Aku tersenyum seakan membenarkan perkataan Kitsune. Pedang yang berada di tanganku mulai menghilangkan. Sudah 2 jam berlatih dan aku rasa itu sudah cukup. Walaupun aku dan Akito sedang bertengkar, tapi aku harus terus berlatih untuk memenangkan Battle The World.

"Sihir suci memang hebat."

   kedua tanganku memerah karena mencoba mengendalikan sihir Kitsune. Aku lalu berjalan dengan santai menuju ke dalam sekolah. Ya... Hari ini sekolah sudah mulai ramai oleh murid yang tidak mengikuti Battle The World. Tak terasa sudut bibirku terangkat. Mengeluarkan senyuman miris. Seharusnya hari ini aku dan Akito melihat pertandingan itu.

   Langkahku terhenti ketika di depan rumah kaca tempat bibi biasa merawat bunganya. Tidak hanya bunga, tanaman obat yang langkah tertanam di sana. Aku kemudian ingat saran Yuki kemarin. Dengan pasti aku memasuki rumah kaca itu.

  Sesampai di sana mataku menelisik mencari seseorang yang berada di dalam. 2 orang wanita dan 1 pria sedang berbincang-bincang di depan tanaman bunga. Saat mendekat terlihat jelas siapa orang yang berdiri. Bibiku dan 2 orang guru. Yang perempuan adalah sekertaris dan yang pria menjabat sebagai wakil kepala sekolah.

"Bibi?" panggilku lirih.

"Iya." kata bibiku sambil menolehkan kepala.

"Ternyata kau Nura. Ada apa tidak biasanya kau menemuiku?" lanjutnya.

"Aku ingin bertanya seseuatu yang penting."

"Oh penting, baiklah. Kalian berdua selesaikan tugas. Jangan lupa! Untuk menulis kapan tumbuhan itu mekar." ucap bibiku.

"Baik Difa-sama." ucap mereka bersamaan.

   Perempuan dan pria itu langsung melaksanakan perintah kepala sekolah itu. Bibi melepas kacamatanya dan mengiringku duduk ke sofa berwarna cokelat yang berada di dekat bunga Mawar. Satu meja kayu menjadi pelengkapnya.

"Baiklah ada apa?" tanya bibi sambil membenarkan posisi duduknya.

"Apa bibi pernah mendengar sihir kutukan?"

"Sihir kutukan ya? Hmm aku pernah mendengarnya sihir itu sering disebut blacker. Lalu?"

"Sepertinya aku terkena blacker."

"Apa?!"

  Bibi berteriak sambil berdiri sehingga, membuatku berjingkat kaget. Ia menarik nafas dalam. 5 detik kemudian bibi duduk kembali.

"Hem." bibi berpura-pura batuk. "Sejak kapan dan apa yang kau rasakan?"

"Sejak 3 atau 4 hari yang lalu. Aku tidak merasakan apapun tapi, saat tidur aku selalu mendapat mimpi buruk, mimpi tentang teman-temanku yang terluka."

"Maksudnya?"

"Setiap kali aku ingin mendekati temanku atau berada bersamanya suatu hal yang buruk akan terjadi. Seperti temanku yang terluka karena terkena panah atau kematian temanku."

Bibi terlihat berfikir sejenak.

"Apa kau punya orang yang kau curigai?"

"Ada. Drakmoon karena dia orang yang terakhir kali aku temui sebelum mimpi-mimpi ini hadir."

"Drakmoon! Dia lagi! Huh... Baiklah akan aku coba untuk melepaskan Blacker ini."

Bibi berdiri dan mendekat kearahku. Ia memegang dahiku sambil menutup mata. Mantra-mantra yang dibaca terdengar tidak begitu jelas karena suara bibi terlalu lirih.

   Kao biru keluar dari tubuhnya. Bibiku ini dipilih menjadi kepala sekolah karena, ia memiliki api berwarna biru yang terkenal sangat hebat. Kao itu mengalir keseluruh tubuh. Rasa sakit seperti ditusuk jarum terasa disetiap tubuh. Aku meringis kesakitan mencoba menahannya.

   Beberapa saat kemudian sesuatu dari dalam tubuhku ditarik keluar oleh bibi. Bentuknya seperti kao hanya saja berwarna hitam. Bibi mengerahkan tenanganya untuk mengeluarkan kao itu. Sesaat kemudian kao itu keluar dan hangus seketika.

"Hah mengerikan," ucap bibi Difa tersenyum.

"Bagaimana bibi?" tanyaku.

"Cukup sulit untuk mengeluarkannya, tapi bibimu ini berhasil."

  Bibirku tersenyum merekah. Badanku terasa lebih ringan dari pada sebelumnya. Setelah kejadiaan ini aku semakin membenci Drakmoon. Tanganku serasa ingin memukul wajahnya yang jelek itu.

"Terima kasih bibi."

"Iya iya... Tapi ini tidak gratis!"

"Apa aku harus membayar?"

"Hahaha... Aku masih memiliki uang untuk membeli negara Nura. Bukan itu maksudku."

  Benar juga. Selain seorang kepala sekolah, bibiku juga salah satu keluarga kerajaan. Dia pasti memiliki cukup uang untuk membeli suatu negara.

"Lalu apa?"

"Aku ingin kau menjadi pengganti sementara Headhelt Hana City." ucap bibi santai.

"Hah?!"

   Apa bibiku ini bercanda? Menjadi seorang putri saja aku sudah kerepotan. Apalagi sekarang aku disuruh untuk menjadi Headhelt, Headhelt adalah sebutan untuk kepala kesehatan. Tidak main-main kepala kesehatan kota. Bibi kenapa kau mempersulitku lagi?

"Bibi aku masih anak sekolah, belum juga lulus. Sekarang diperintahkan untuk menjadi Headhelt Hana City. Jangan bercanda!" ucapku penuh penekanan.

"Hei... Aku tidak bercanda. Salahkan saja ayahmu, dia yang sudah membuatku susah. Sekarang bayangkan, aku sudah menjadi kepala sekolah dan sekarang dia menyuruhku untuk mencari pengganti sementara kepala kesehatan. Apalagi Battle The World sedang berlangsung. Itu semua membuatku pusing."

   Aku menggelengkan kepala mendengar itu semua. Seharusnya tadi aku minta bantuan bibi Haru saja, dia lebih baik dan murah hati tidak seperti bibi Difa.

"Ayolah bantu aku. Lagipula ini hanya sementara. Setelah peperangan dengan Drakmoon selesai kau boleh mengundurkan diri."

"Perang melawan Drakmoon ya... Baiklah aku setuju."

"Syukurlah."

  Aku lalu berdiri dan ingin keluar dari rumah kaca. Namun, tiba-tiba saja bibiku berbicara lirih, tapi masih bisa aku dengar.

"Saranku cepat kendalikan Kitsune sepenuhnya kalau kau tidak ingin teman-temanmu terluka."

  Aku menggaguk pelan mengerti maksud bibi. Aku keluar dari rumah kaca. Ketika berjalan sebentar,aku melewati kerumunan murid yang sedang berkumpul.

"Kau dengar tidak, bila Akito-san sedang sakit?" ucap seorang murid perempuan.

  Aku yang mendengar itu langsung berhenti.

"Sakit apa?" tanys perempuan yang satu lagi.

"Entahlah. Aku sangat ingin menjenguknya." ucap perempuan yang pertama tadi.

"Aku juga," ucap perempuan lain lagi.

   Aku lalu meninggalkan tempat itu.

Apa benar Akito sakit?

Apa karena kehujanan?

Atau perbuatan Drakmoon?

  Semua pertanyaan itu berkecimpung di kepalaku.
-
-
-
-
-
Jangan lupa vote dan comment ya...

Jujur vote dan comment kalian itu salah satu semangatku...

Battle The World (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang